Peristiwa Ular memangsa Manusia, Ini Menurut Para Ahli

Jakarta, 19 Juni 2018-Pada hari Jumat (14/06) lalu, seorang perempuan paruh baya bernama Wa Tiba di Muna, Sulawesi Tenggara, ditemukan tewas dalam tubuh seekor ular sanca sepanjang tujuh meter. Sedangkan tahun lalu di Mamuju, seorang lelaki bernama Akbar ditelan ular dari jenis yang sama, dengan besar yang kurang lebih sama juga. Beberapa ahli kemudian mencoba menjelaskan peristiwa yang terjadi yakni ular memangsa manusia.

Ular sanca kembang (Python reticulatus) – yang memangsa Wa Tiba dilaporkan panjangnya tujuh meter, merupakan ular yang sangat kuat. Ular pada dasarnya tidak bisa membeda-bedakan sasaran, melainkan menyergap mangsanya dengan sensor panas. Mereka melumpuhkan mangsa dengan melilitnya, dan menghancurkannya, membunuhnya sampai mati lemas atau menderita serangan jantung. Ular piton tidak mengunyah makanan mereka, mereka harus menelan utuh mangsanya. Untungnya rahang mereka dihubungkan oleh berbagai ligamen yang sangat fleksibel, sehingga rahangnya mampu meregang jika memakan mangsa dalam ukuran besar.

Menurut Herna Hadi Prasetyo dari lembaga penanganan ular, Sioux Indonesia, manusia sebetulnya bukan mangsa dari ular. Namun kasus tersebut karena rusaknya habitat ular. Pembukaan lahan baru membuat tempat tinggal ular makin sempit yang tadinya merupakan daerah jelajah atau mencari makanan bagi ular berganti menjadi lahan atau permukiman.

Ini didukung dengan pernyataan dari Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulbar, Ikhsan Willy. Beliau mengatakan bahwa perilaku ular piton yang garang dan tiba-tiba menyerang dan menelan Akbar saat tengah memanen sawit terjadi karena sistem ekologi di daerah tersebut telah rusak. Menurut Ikhsan, binatang mamalia yang sejatinya bisa dijinakkan mendadak menjadi ganas dan menyerang manusia. Hal itu karena habitatnya sedang terganggu atau terancam. Untuk menghindari binatang buas ini memangsa korban berikutnya, Ikhsan meminta Pemerintah sudah harus mulai memikirkan penangkaran binatang.

Memburu ular piton seperti harapan warga dan keluarga korban, menurut Ikhsan, adalah langkah yang tidak tepat. Alasannya, ular piton adalah salah satu bagian dari satu siklus kehidupan di alam. Memusnahkan piton hanya akan mengganggu sistem mata rantai kehidupan yang menjadi satu kesatuan.

Sari Rahayu Rahman, ahli ekologi yang juga ketua jurusan Biologi Universitas Sulawesi Barat menilai, pada hakikatnya, ular piton bukanlah binatang pemangsa manusia. Namun ketika berhadapan dengan situasi yang sulit, yakni kehidupan mereka terancam, maka ular piton bisa mendadak menjadi ganas dan menyerang seperti yang menimpa Akbar. Beliau juga menambahkan bahwa ular piton ini makhluk yang pemalu, mungkin karena terganggu ia berubah jadi pemangsa yang garang. Menurut Sari, binatang melata seperti ular piton itu hanya memiliki dua persen naluri memangsa. Bahkan, kata dia, ular piton bisa dibuat menjadi jinak.

Sumber: BBC Indonesia dan Tribun News

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *