Kinclong di Debat = Gubernur Jakarta?

 

Hendri Satrio Founder Lembaga Survei KedaiKOPI PUBLIK Jakarta akhirnya disuguhi ajang debat berkualitas, Jumat 13 Januari 2017 lalu. ‎Saat diskusi internal membahas debat tersebut di Kantor Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) para peserta diskusi terbelah pendapatnya.

Ada yang berpendapat bahwa cagub yang kinclong atau bagus saat debat akan lebih mudah merebut kursi Jakarta-1, tapi ada juga yang berpendapat sebaliknya. Dan, tentu saja ada yang berpendapat ala khas orang Indonesia, ambil jalan tengah, setuju dengan catatan atau tidak setuju dengan catatan.

Dimulainya Proses Memilih Rasional?

Banyak pihak menyebutkan bahwa pemilih di Jakarta adalah pemilih rasional. Artinya, pemilih yang sangat memperhatikan faktor program sehingga objektif saat memilih. Saya cenderung meragukan itu. Menurut saya, pemilih rasional adalah pemilih yang belum memiliki pilihan di awal, tapi terus memperhatikan, mengikuti proses kampanye, serta menelaah program-program yang ditawarkan semua kandidat.

Setelah cocok baru kemudian menggunakan hal pilihnya. Sedangkan yang sudah memiliki pilihan sejak di awal proses pilgub adalah tipe pemilih yang dicitrakan emosional. Menurut hasil survei KedaiKOPI, kemantapan atau pemilih yang sudah menentukan pilihan baru sekitar 56%‎. Angka ini menurut saya sangat mungkin akan terus bertambah mendekati acara debat yang akan dilakukan Januari dan Februari 2017.

Jadi, dari data tersebut, pemilih emosional akan tetap mendominasi Pilgub Jakarta kali ini. Tapi, akankah pemilih emosional mengubah pilihannya? Jawabannya sangat mungkin. Menurut hasil survei KedaiKOPI, sekitar 85% pemilih menyatakan masih mungkin mengubah pilihannya, namun menurut saya ini hanya menunggu waktu pemantapan pilihan. Sulit bagi pemilih emosional mengubah pilihannya karena rata-rata sejak awal memang sudah memilih berdasarkan kesukaan, suka atau tidak suka.

Pada periode debat, inilah kesempatan ‎para cagub mendapatkan suara dari sisa suara yang ada, suara dari pemilih rasional. Pemilih rasional dicitrakan adalah suara kelas menengah, suara para pekerja dan profesional, serta suara para pemilih pemula yang kritis. Pemilih rasional biasanya memilih objektif berdasarkan program yang diusung para kandidat‎.

Hal ini membuat tiga kali debat menjadi pertarungan hidup-mati antarkandidat untuk merebut suara rasional. Tapi, ada satu catatan penting, tingkat partisipasi kelas menengah dalam pilgub kali ini masih diragukan. Bahkan, banyak yang memprediksi tingkat partisipasi pilgub kali ini tidak dapat melampaui tingkat partisipasi Pilgub 2012 yang mencapai sekitar 70%.

Siapa Penentu Pilihan‎?

Menarik bila kita membicarakan hal ini. Dalam beberapa kali survei yang dilakukan KedaiKOPI, pemilih Jakarta selalu menempatkan bahwa pilihan ditentukan oleh diri sendiri pada peringkat pertama (silakan kunjungi www.kedaikopi.co untuk hasil lengkap). Bila setiap pemilih mengaku menentukan sendiri pilihannya, setiap cagub harus memengaruhi ‎setiap pemilik suara untuk memilih dirinya.

Tapi, bisa saja pemilih malah mengganti pilihannya pascadebat sebab menurut hasil survei KedaiKOPI ada dua faktor utama yang bisa menyebabkan pemilih mengganti pilihannya, yaitu prilaku kandidat dan ucapan kandidat. Nah, santun dalam berucap saat debat juga dapat menjadi penentu keterpilihan.

Pesan kunci kandidat program dan argumentasi yang disampaikan para cagub ‎harus mudah dicerna pemilih. Setiap cagub hanya disarankan menyampaikan maksimal tiga pesan kunci di setiap bidang agar pemilih bisa mengingat program mereka.

Hal ini menjadi penting mengingat sekitar 45% pemilih bersedia menyampaikan hal positif tentang si cagub kepada orang lain. Perlu ditambahkan, menurut survei KedaiKOPI, keluarga dan teman adalah dua kelompok masyarakat yang paling sering diajak bicara oleh para pemilih.

Nah, saat debat kemarin, setiap calon mampu dengan jelas menyampaikan pesan kunci masing-masing. Pesan kunci yang mudah diingat adalah milik Ahok-Djarot yang berkali-kali menyampaikan bahwa “otak, perut, dan dompet warga Jakarta harus penuh”. Walaupun pesan ini dikritik Anies-Sandi karena dinilai sangat kurang karena tidak memiliki karakter, tapi pesan kunci Ahok-Djarot kuat dan mudah diingat.

Anies beberapa kali mengutarakan pesan kuncinya dengan sederhana dan tajam. Saat bicara penggusuran, Anies menggarisbawahi bahwa dirinya tidak mengusir orang miskin dari Jakarta, tapi akan menyingkirkan kemiskinan dari Jakarta. Kendati masih menggunakan kata-kata yang “tinggi” seperti urban renewal, pesan kunci “maju bersama‎, maju kotanya, bahagia warganya” cukup mudah diingat.

Pasangan calon nomor satu Agus-Sylvi memulai debat dengan baik kendati tidak mudah menjadi yang pertama dalam sebuah debat kelas wahid. Agus mampu memanfaatkan keuntungan menjadi pembuka dengan memaparkan program-program yang akhirnya membuat pasangan calon dua dan tiga seperti mengulang program yang disampaikan Agus. ‎

Kendati terlalu banyak menyampaikan pesan yang dapat membuat masyarakat bingung, Agus mampu merangkum semua program dalam satu pesan kunci kuat‎, “program kami solusi bagi Jakarta”. Ajang Klarifikasi Isu Negatif Ajang debat ini juga dimanfaatkan oleh para cagub-cawagub ‎untuk mengklarifikasi berbagai isu negatif yang beredar atau isu yang masih simpang siur di masyarakat.

Setiap kandidat secara merata menghadapi isu yang tidak sedap di masyarakat, baik cagub maupun cawagub. Isu tidak sedap ini yang dicitrakan membuat tim media sosial tiga pasangan calon bertempur sengit di dunia maya. Semua kanal media sosial termasuk di grup pesan online diwarnai perang tanding untuk membela jagoannya. Mungkin tim sukses media sosial tiap pasangan calon ini tidak ingin jagoannya kehilangan muka di depan anggota grup lainnya walaupun anggota grup lain tersebut belum tentu memperhatikan.

Ajang debat bukan merupakan penentu kemenangan menuju kursi gubernur, tapi kinclong saat debat bisa mendekatkan sang kandidat pada kursi gubernur. Walaupun ada contoh yang paling dekat, unggul di debat belum tentu dapat kursi juara. Saat Pilpres Amerika Serikat, Trump sang pemenang lebih jarang unggul saat debat melawan pesaingnya.

Lupakan dulu putaran kedua, hadapi dulu saja ajang debat ini karena untuk Jakarta semua kandidat punya peluang sama. Catatan semua kandidat di ajang ini juga sama, belum pernah menang jadi gubernur‎. Jadi, siapa yang akan menang sebagai gubernur? Tampaknya baru Mei 2017 nanti kita ketahui. Hanya, penting bagi kita datang ke TPS dan memilih serta memantau hasilnya.

Semoga jagoan Anda pemenangnya! Komitmen Gubernur untuk Jakarta Saat bicara komitmen untuk Jakarta dalam menjawab pertanyaan terakhir menjadi antiklimaks Ahok-Djarot. Ahok yang lugas dan sukses menahan emosi tampaknya akan unggul mutlak pada debat pertama itu. Tapi, pada saat dia menolak menjawab pertanyaan terakhir dan meminta Djarot yang menjawab tentang komitmen untuk terus memimpin Jakarta hingga selesai dan tidak akan maju pada 2019 menjadi poin yang dapat menurunkan tingkat keterpilihannya.

Akankah warga Jakarta menginginkan memilih cagub yang sejak awal merencanakan untuk meninggalkan Jakarta demi kekuasaan yang lebih tinggi lagi? Agus dan Anies kendati mau menjawab komitmen itu tetap harus membuktikan komitmen itu. Sebab, Jokowi saat menjadi gubernur pun berkomitmen untuk memimpin Jakarta hingga selesai. Sebuah cerita yang sudah kita ketahui akhirnya. Apresiasi bagi KPU Jakarta yang sukses menyelenggarakan debat dengan lancar.

Semoga saja debat selanjutnya bisa tetap lancar dan seluruh proses pilkada ini sukses. Debat kemarin, menurut saya, tentang kejutan Agus soal kemampuannya dalam debat, cerita Ahok tentang kewajibannya sebagai gubernur, dan optimisme Anies tentang solusi darinya yang dapat memajukan Jakarta. Semua bergantung pilihan Anda, berikanlah suara berharga Anda untuk salah satu di antara mereka, siapa saja, terserah Anda.

Hendri Satrio
Pengamat Komunikasi Politik/Founder KedaiKOPI

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *