Adu Ampuh Rencana Istana Lawan Rencana Rakyat

Jakarta – Strategi skenario Jokowi yang dibongkar oleh aktivis Denny Indrayana terkait pencapresan 2024, menghebohkan publik. Langkah Presiden Jokowi yang mendukung Ganjar Pranowo sebagai kandidat calon presiden dinilai terlalu terbuka.

Bahkan ia menganalisis bahwa ada gerakan untuk menggagalkan kandidat capres Anies Baswedan melaju dalam pilpres 2024. Denny menyebutkan terdapat strategi demi menyukseskan capres tertentu dan menggagalkan peluang kandidat capres yang tidak didukung Jokowi.

Dalam diskusi OTW 2024 yang digelar Lembaga Survei KedaiKOPI pada Rabu 3 Mei 2023 ini, menghadirkan narasumber Denny Indrayana (Guru Besar Hukum Tata Negara), Melki Sedek (Ketua BEM Universitas Indonesia), Hendri Satrio (Analis Komunikasi Politik) dan Masinton Pasaribu (anggota DPR PDI Perjuangan).

Menurut Denny Indrayana, kepala negara haruslah bersikap adil, jika hal tersebut tidak dilakukan, maka berarti konstitusi dilanggar. “Saya memiliki tanggung jawab untuk mengingatkan presiden yang saya pilih,” ujarnya.

Ia meminta Presiden Jokowi untuk berhenti ikut cawe-cawe mengenai siapa kandidat dan partai mana yang akan melakukan koalisi. “Jangan disandera oleh kasus-kasus hukum sehingga mudah disetir dan diarahkan. Tolong hentikan. Biarkan partai menyerap aspirasi masyarakat.”

Anggota DPR dari PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menanggapi analisis Denny Indrayana. Baginya analisis tersebut terlalu prematur.

“Saya rasa analisis ini prematur, karena wajar apabila seorang pemimpin mempersiapkan kesinambungan kepemimpinannya untuk meneruskan pembangunan yang sedang berjalan saat ini,” ujar Masinton.

Masinton juga membantah istana melakukan penjegalan terhadap pencalonan salah satu bakal calon presiden.

“Pendaftaran ke KPU kan belum. Situasi saat ini masih dalam tahap penjajakan. Jadi penjegalan dari mana?” ujar Masinton.

Sementara itu, Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio mengapresiasi langkah Megawati yang mengumumkan pencalonan Ganjar Pranowo sebagai kandidat calon presiden dari PDI Perjuangan. Menurutnya dengan mengumumkan Ganjar, Megawati menyelamatkan Presiden Jokowi dari meng-endorse para bakal calon presiden.

Pria yang akrab disapa Hensat khawatir akan potensi bahaya yang akan menjerat Presiden Jokowi terhadap para bakal calon yang sedang berharap endorsement dari presiden.

“Saya khawatir para bakal calon presiden itu saat ini hanya mencoba merebut dukungan dan logistik dari Presiden, tapi ketika nanti misalkan sudah menjabat, pasti presiden yang baru tidak ingin lagi terikat dengan presiden sebelumnya,” tutur Hensat.

Hensat mengingatkan bahwa sepanjang sejarah, tidak ada agenda kekuasaan yang bisa menang melawan kehendak rakyat.

“Kalau melihat dari sejarah kita hanya mendengar ungkapan vox populi, vox dei. Suara rakyat adalah suara tuhan. Belum ada kita dengar suara istana adalah suara tuhan. Jadi istana harus segera hentikan skenario-skenario tersebut,” terang Hensat.

Pada kesempatan yang sama, Ketua BEM Universitas Indonesia Melki Sedek mengkritik langkah-langkah yang dipertontonkan Jokowi saat ini, terutama saat Presiden Jokowi menghadiri acara deklarasi salah satu calon presiden.

“Kehadirannya saat deklarasi mengorbankan independensi Presiden. Jokowi rela menghadirkan stigma pada publik yakni menunjukkan siapa yang harus dipilih untuk menjadi presiden selanjutnya,” tukas Melki.

Baginya, apabila Presiden Jokowi ingin kekuasaannya berakhir dengan mulus, maka Presiden Jokowi seharusnya menuntaskan seluruh programnya dengan baik dan mengawal Pemilu 2024 dengan adil.

“Idealnya, kalau Presiden Jokowi ingin “soft landing” adalah dengan bekerja dengan baik dan mengawal pemilu 2024 agar sesuai dengan konstitusi yang jujur, adil dan demokratis. Presiden seharusnya mengawal pelaksanaan Pemilu 2024 dan bukan mengawal peserta Pemilu 2024,” tutup Melki. ***

Pemerintah Dinilai Gagal Dalam Merespons Gairah Politik Pemuda

Jakarta – Pemerintah dinilai gagal dalam merespons gairah politik generasi muda. Salah satu contohnya adalah mahasiswa kritis yang diberikan sanksi saat menggelar forum diskusi ataupun turun ke jalan saat menyampaikan aspirasinya. Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Blok Politik Pelajar Delpedro Marhaen.

“Saat ini generasi muda sedang dalam posisi berpartisipasi penuh dalam demokrasi. Dan itu dibuktikan dengan beragam aksi mengkritisi kebijakan pemerintah maupun parlemen dari tahun ke tahun,” ujarnya dalam diskusi OTW 2024 yang mengangkat tema “Gairah Pemuda dan Demokrasi” yang diselenggarakan Lembaga Survei KedaiKOPI di Hotel Erian, Jakarta Pusat, Rabu 29 Maret.

Acara tersebut menghadirkan narasumber Ketua Fraksi Nasdem DPRD DKI Jakarta Wibi Andrino dan Ketua Bidang Politik PP Pemuda Muhammadiyah Andreyan Noor.

Lalu juga turut hadir Wasekjen PB HMI Muh. Jusrianto, Ketua PP GP Ansor Saiful Rahmat Dasuki dan Juru Bicara Blok Politik Pelajar Delpedro Marhaen. Serta moderator Kani Dwiharyani.

Pada kesempatan ini, Ketua Fraksi Nasdem DPRD DKI Jakarta Wibi Andrino mengatakan peran anak muda di partai politik sangat signifikan. “Ini karena ide dan gagasan banyak lahir dari para generasi muda, meski ada bimbingan dari para senior.”

Menurutnya antargenerasi harus saling mengisi peran masing-masing dan melakukannya dengan baik.

Ketua Bidang Politik PP Pemuda Muhammadiyah Andreyan Noor mengatakan pemuda harus bisa merebut proses kepemimpinan, terutama proses di parlemen. “Pemuda harus bisa scale up dari proses politik di jalanan menjadi proses politik di parlemen agar aspirasi bisa tembus ke tembok istana.”

Hal senada diungkapkan Wasekjen PB HMI Muh. Jusrianto yang berpendapat dari tahun ke tahun secara kualitas generasi muda selalu tumbuh melebihi generasi sebelumnya. “Pada momentum 2024 peran pemuda sangat penting. meski memiliki latar belakang berbeda, namun masih harus dalam garis kepentingan nasional.”

“Dengan begitu anak muda diharapkan dapat berpartisipasi dalam organisasi partai politik, agar ide-ide segar yang dimiliki dapat dibawa dan disalurkan ke ranah politik praktis,” jelasnya.

Menurut Ketua PP GP Ansor Saiful Rahmat Dasuki, hubungan antara generasi sebelumnya dengan generasi muda tidak dapat diputus begitu saja.

“Hari ini transnasionalisme sudah masuk ke Indonesia dan itu secara tidak langsung menggerogoti politik kebangsaan kita. Dan di situlah peran kesadaran politik anak muda yang harus dikedepankan.”

Lebih lanjut Saiful mengatakan pemuda harus berpartai agar ide-ide cemerlang dan kebersamaan dapat diaplikasikan di partai politik. “Cara pandang saja yang harus di transformasi,” paparnya.*

Pejabat Publik yang Jadi Kandidat Capres Berpotensi Langgar Aturan Penggunaan Fasilitas Negara

JAKARTA – Beberapa kandidat Capres 2024 belakangan sering melakukan kunjungan ke berbagai daerah, mulai dari Anies Baswedan usai menjabat Gubernur DKI Jakarta hingga pejabat negara seperti Erick Thohir, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, Puan Maharani, Airlangga Hartarto, La Nyalla Mattalitti dan Ridwan Kamil.

Terkait rutinnya pada kandidat berkeliling daerah, mendapatkan sentilan dari Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja yang mengatakan kandidat capres yang keliling hanya satu sosok tertentu.

Jika dilihat dari berbagai pemberitaan media, hampir semua sosok yang menjadi bakal calon presiden melakukan kunjungan ke daerah. Dan pernyataan tersebut justru mengundang pertanyaan mengenai para pejabat negara yang menggelar safari daerah dengan fasilitas negara yang melekat pada dirinya.

Dalam acara diskusi OTW2024 yang digagas KedaiKOPI, Rabu 1 Maret 2023, di Jakarta, menghadirkan narasumber Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis, Wakepresma Universitas Trisakti Lamdahur Pamungkas dan Ketua BEM UIN Syarif Hidayatullah Muhammad Abid, dengan mengusung tema Pro Kontra Kandidat Capres Keliling.

Dalam kegiatan ini Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan tidak ada yang dilanggar dari kegiatan berkeliling daerah oleh sosok-sosok yang ramai dibicarakan sebagai kandidat calon presiden.

“Sama sekali tidak ada yang dilanggar, ini khan belum definitif. Memangnya Bawaslu akan melakukan apa? Ingin mendiskualifikasi kandidat yang belum melakukan pendaftaran? Landasan hukum kalau itu dilanggar dasarnya apa, saya jadi bingung,” ujarnya.

Margarito menganggap Bawaslu dan KPU sebaiknya fokus pada tugas yang dibebankan negara pada lembaga tersebut. “Daripada Bawaslu hanya mengomentari hal-hal yang tidak substantif, lebih baik melakukan perekrutan dan melatih relawan bagaimana cara mengawasi pemilu yang jurdil, itu lebih bermanfaat,” ujarnya.

Pada acara yang sama, Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan sosok yang menjadi kandidat capres yang saat ini menjadi pejabat negara, justru amat berpotensi menyalahgunakan kekuasaan yang melekat pada dirinya.

“Bagaimana mungkin bisa memisahkan fasilitas negara yang menempel pada dirinya dan disaat bersamaan ia melakukan kegiatan keliling daerah,” ujarnya.

Ujang menambahkan, ketika seorang sebagai pejabat negara melakukan safari politik, ia akan bergerak dengan segala jabatan dan fasilitas yang melekat pada dirinya. “Pasti bisa dicek riwayat perjalanan dinasnya ada bahkan mobil yang digunakan adalah mobil milik negara,” tandasnya.

Di samping itu Ketua BEM UIN Syarif Hidayatullah Muhammad Abid mengaku tidak mempermasalahkan aktivitas para figur tersebut. Dirinya lebih mempertanyakan mengapa tokoh-tokoh yang belakangan ini intens melakukan safari politik tidak menyambangi kampus-kampus untuk menyampaikan dan memperdebatkan gagasan mereka.

“Kami sebetulnya mendorong para tokoh untuk berani mendatangi kampus-kampus yang mana kita semua bisa berdiskusi dan berdebat mengenai gagasan yang dibawa oleh mereka. Kami juga mendesak agar KPU bisa membolehkan politisi ataupun parpol yang mengikuti kontestasi pemilu untuk melakukan debat di universitas,” tegas Abid.

Wakil Presiden Kepresma Universitas Trisakti Lamdahur Pamungkas berharap agar para kandidat capres dapat ikut mencerdaskan masyarakat saat melakukan safari politik.

“Dibandingkan dengan menampilkan citra politik melalui figur pribadinya, baiknya mereka menjelaskan ide yang akan dibawa untuk melanjutkan visi Indonesia, di situlah masyarakat akan tercerdaskan,” tukas Lamda.

Diskusi Publik OTW 2024: KPU Jamin Pemilu 2024 Digelar Sesuai Jadwal, BEM Tuntut Transparansi

JAKARTA – Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik memastikan, Pemilu 2024 akan digelar sesuai jadwal. Pasalnya, tahapan pemilu sudah dimulai sejak 14 Juni 2022 dan kini sedang memasuki tahap pemutakhiran data daftar pemilik tetap (DPT).

Idham menegaskan, pemungutan suara akan dilakukan serentak pada 14 Februari 2024. Kepastian jadwal tersebut sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“Demokrasi kita demokrasi konstitusional, UUD menjadi arah dalam demokrasi. Jadi, penundaan pemilu itu hanya isu liar,” ujar Idham dalam diskusi dublik yang diinisiasi Lembaga Survei KedaiKOPI bertajuk OTW 2024: Setahun Jelang Pemilu, Mata Rakyat Tertuju ke KPU dan Bawaslu, di Jakarta, Minggu (19/2/2024).

Ia menjelaskan, KPU sudah melakukan tahapan demi tahapan menuju Pemilu 2024 dengan lancar. Dengan demikian, kata dia, secara aturan dan fakta obyektif, Pemilu 2024 tidak mungkin ditunda.

“Karena perintah UU, pemilu kita tinggal setahun kurang menuju hari H. Artinya sudah di depan. Tahapan ini on the track,” katanya.

Idham menyatakan, sistem Pemilu 2024 akan menerapkan proporsional terbuka. Hal itu sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kami tegaskan, sistem pemilu proporsional terbuka itu sesuai dengan aturan yang berlaku. Pasal 168 tentang sistem legislatif terbuka,” katanya.

Kendati demikian, kekhawatiran tentang penundaan pemilu masih kental dirasakan masyarakat. Pasalnya, para elite partai gencar mengembuskan isu tersebut secara masif dan sistematis.

“Wacana penundaan pemilu itu nyata dirasakan masyarakat. Kami mahasiswa pun merasakan kegelisahan itu. Kami berharap, KPU dan Bawaslu bisa memberikan keyakinan kepada kami dengan cara menjaga transparansi,” kata Ketua BEM Univeristas Indonesia, Melki Sedek.

Melki menuturkan, KPU dan Bawaslu, sebagai penyelenggara pemilu harus menjaga independensi. Menurut dia, beri penjelasan yang masuk akal dan sesuai aturan kepada masyarakat jika memang pemilu terpaksa ditunda.

“Masyarakat harus tahu kenapa harus ditunda, itu dijelaskan kepada publik. Karena masyarakat ingin pemimpin baru dengan langkah dan proses yang benar. Itu yang menjadi konsen dari kami sebagai mahasiswa,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua BEM UPN Veteran Jakarta, Rifqi Adyatma menegaskan, narasi penundaan pemilu hanya datang dari elite partai dan pihak tertentu termasuk segelintir pejabat negara. Menurut dia, hal tersebut sangat mencederai demokrasi.

“Bisa saja nanti, ada narasi sistemnya belum siap sehingga harus diundur pemilu. Ini yang menjadi siasat-siasat politis. Kecurigaan kami adalah ini nanti akan disiasati oleh perangkat pemilu. Maka dari itu, kami mengajak mahasiswa untuk mengawal kinerja KPU dan Bawaslu,” kata Rifqi.

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Rahmat Bagja menyatakan, penundaan pemilu hanya bisa terjadi jika terjadi perang dan bencana alam. “Saat pilkada saja terus berlangsung padahal negara sedang pandemi,” katanya.

Sepakat dengan mahasiswa, Rahmat meminta KPU berdiri tegak di tengah gempuran isu liar yang menggerogoti marwah demokrasi. “KPU dan Bawaslu harus diawasi, dikritik dan kami tidak masalah. Pemilu ditunda itu hanya hembusan isu dari pihak-pihak tertentu,” ucapnya.

Pengamat Politik, Siti Zuhro menilai, keresahan yang dirasakan mahasiswa timbul akibat perilaku elite partai dan pejabat negara yang terus mengembuskan isu tak bertanggungjawab. Menurut dia, KPU dan Bawaslu sudah bekerja sesuai aturan.

“Elite dan aktor penghambat proses demokrasi kita itu datang dari elite. Apa yang disampaikan mahasiswa itu benar, was-was kekhawatiran dari mahasiswa itu ada. Karena elite kita main-main. Melakukan wacana-wacana yang korelasinya negatif,” kata Siti Zuhro.

Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini menambahkan, komitmen dari para elite untuk menjaga demokrasi semakin memudar. Hal itu bertolak belakang dengan cita-cita reformasi 1998.

“Yang kami cermati hari ini, memudarnya komitmen elite kita terhadap demokrasi. Kita masih mendebatkan pemilu jadi atau tidak? Itu isu yang muncul dari elite, yang seharusnya memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa Pemilu 2024 digelar sesuai jadwal,” katanya.

Direktur Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo berharap, serial diskusi OTW 2024 dapat memberikan kesadaran kepada publik bahwa demokrasi adalah pesta dari dan untuk rakyat. Oleh karena itu, partisipasi publik dalam menjaga penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil menjadi sangat penting.

“Kita percaya, kinerja KPU dan Bawaslu harus terus dikawal demi menjaga marwah demokrasi. Dan pemilu harus membuat rakyat gembira,” kata Kunto.

Lembaga Survei KedaiKOPI: 2023 Banyak Tantangan, Bisa Selesai Jika Etika Ditegakkan

JAKARTA – Kondisi Indonesia pada tahun depan masih penuh tantangan, terutama di bidang politik, hukum dan ekonomi. Namun, semua itu bisa dihadapi jika etika publik dari para pengambil kebijakan berhasil ditegakkan.

Pasalnya, pemimpin yang menjunjung tinggi etika dan mengerti hukum akan membawa Indonesia ke arah positif. Sebaliknya, pemimpin yang pragmatis secara politik dan terperangkap oleh konflik kepentingan pribadi, dapat menimbulkan ketimpangan ekonomi dan sosial masyarakat semakin berjarak.

Ketua Institut Harkat Negeri, Sudirman Said menegaskan, masyarakat Indonesia tidak bodoh. Oleh karena itu, segelintir elite politik jangan terus mengucapkan ide-ide tak etis di depan publik dengan mengatasnamakan menjunjung tinggi demokrasi. Pasalnya, wacana penambahan masa jabatan presiden tidak pernah dibahas di akar rumput.

“Ketua MPR bicara soal tiga periode, dengan alasan untuk memancing ide. Apa boleh secara hukum? boleh. Tapi apakah patut diucapkan oleh pemimpin lembaga tinggi negara? Seharusnya, tidak,” ujar Sudirman Said dalam diskusi publik bertajuk Ngopi dari Sebrang Istana: Merangkum 2022, Menyambut 2023, di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, Minggu (18/12/2022).

Menurut dia, wacana tiga periode yang digelindingkan segelintir elite politik dapat menimbulkan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah. Ia berharap, ide-ide liar seperti itu dihentikan pada 2023.

“Tahun depan itu, pemilu harus kita gunakan sebagai jalan mengembalikan kepatutan. Publik etik. Kita punya banyak orang cerdas untuk mengembalikan publik etik yang saat ini sudah tergerus,” ucap Sudirman.

Diskusi tersebut turut dihadiri pengamat politik Siti Zuhro, pengamat ekonomi Ninasapti Triaswati, pengamat hukum/pegiat HAM Asfinawati, deputi BAZNAS Arifin Purwakananta dan artis Ronal Surapradja.

Siti Zuhro sepakat dengan Sudirman Said. Ia menegaskan, kehidupan sosial politik Indonesia pada tahun depan tak akan stabil jika segelintir elite pejabat masih mengedepankan kepentingan kelompok di atas hajat rakyat. Oleh sebab itu, pilpres 2024 harus melahirkan pemimpin baru yang paham hukum dan bisa mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.

“Tahun 2023 sudah diprakondisikan di 2022. Pertanyaannya, negeri ini ada gak, sih, yang mengurus? Mengapa sejak 2019 sampai sekarang, rakyat merasa tidak pasti memulu. Politik yang tidak stabil, mengapa nuansa kompetisi begini banget, tidak jelas dan terbelah,” ucap Siti.

Siti juga mengayangkan ucapan Ketua MPR, Bambang Soesatyo yang menggelindingkan wacana penambahan 2 tahun masa jabatan presiden Joko Widodo. Menurut dia, hal tersebut sangat melukai rakyat. “Ini apa? Sinyal mengadu domba ini. Cara-cara Orde Baru sepertinya ingin ditumbuhkan lagi,” katanya.

Ninasapti menguatkan pandangan Siti dan Sudirman dari sisi ekonomi. Menurut Nina, tidak ada alasan untuk menunda pemilu atau pilpres sekali pun karena tidak ada hal yang mendesak. Menurut dia, perekonomian Indonesia pada 2023 tetap akan tumbuh di atas 4 persen.

“Jadi bukan resesi, karena tidak akan minus. Kalau melambat, iya. Kita di lingkungan akademis dan para ekonom sepakat, Indonesia tahun depan tidak akan resesi. Asalkan, beberapa pekerjaan rumahnya diselesaikan,” kata Ninasapti.

Menurut dia, resesi hanya bisa terjadi jika dipengaruhi oleh faktor eksternal. Seperti kemungkinan meletusnya perang dunia ketiga. Namun, dari sisi internal, perekonomian Indonesia masih akan tumbuh.

“Oleh karena itu, kita perlu pemimpin berikutnya yang paham akan kondisi global. Faktor internal bisa kita atasi jika pemerintah mau memotong anggaran yang tidak perlu. Kalau itu tidak dilakukan, maka utang bertambah,” ujar Ninasapti.

Asfinawati menjelaskan, kontroversi berbagai UU yang disahkan DPR pun harus segera direvisi. Pasalnya, tahun depan sudah memasuki tahun politik dan berpotensi mengekang partisipasi masyarakat.

“Yang baru disahkan, KUHP harus segera direvisi. Tapi sebenarnya, kalau bicara tentang hukum, harus ada partisipasi masyarakat yang bermakna. Memang jadi aneh kalau UU-nya menguntungkan pemerintah, para politisi bicaranya tidak bisa menyenangkan semua orang. Tapi kalau yang tidak menguntungkan pemerintah, direvisi terus. Ini yang saya pikir ini yang sekarang tidak terjadi,” katanya.

Kebijakan tersebut menjadi preseden buruk terhadap demokrasi. Menurut Asfinawati, presiden Indonesia berikutnya juga harus bisa memimpin reformasi di tubuh Polri.

“Polisi langsung di bawah presiden, sedangkan TNI ada kementerian. Maka, yang bisa membenahi polisi, ya, presiden,” ucap Asfinawati.

Arifin menambahkan, sebagai negara demokrasi terbesar keempat di dunia, rakyat Indonesia punya semangat saling membantu yang tinggi. Lembaga filantropi seperti BAZNAS berperan strategis untuk membantu pemulihan ekonomi nasional.

“Filantropi ini bisa diandalkan untuk bangkit dari krisis. Tahun ini memang ada kegaduhan (akibat kasus ACT), 44 persen penduduk sempat tidak percaya kepada lembaga filantropi. Tapi pada Desember ini, bisa naik 20-30 persen kepercayaan masyarakat,” ujarnya.

“Tahun ini, lembaga filantropi mengelola Rp26 triliun, ini yang resmi. Sehingga, negara yang baik, ternyata sektor sosialnya, semakin besar. Lembaga filantropi tumbuh, dan kami masih optimistis untuk 2023.”

Ronal Surapradja menyerukan hal serupa. Menurut dia, industri kreatif masih perlu dukungan kuat pemerintah. Pasalnya, industri kreatif jadi salah satu penopang ekonomi masyarakat dari kelas bawah hingga menengah. Penetrasi digital yang begitu massif, harus dijadikan peluang untuk meningkatkan devisa negara dari sektor industri kreatif.

“Misal, dukungan dengan perbaikan sarana publik yang menopang konser-konser kelas dunia. Saya, sampai saat ini, tidak pernah nonton konser artis kelas dunia di Indonesia, Lebih memilih ke Singapura. Padahal artisnya sama, bandnya sama. Kenapa? karena di sana lebih nyaman dan tertib,” ujar Ronal.

Namun, Ronal mengakui, masih sedikit artis yang peduli akan dunia politik. Padahal, posisi publik figur seperti artis, seharusnya bisa berperan lebih banyak lagi.

“Artis, konsen ke politik gak? Menurut pengamatan saya, tidak. Saya peduli politik, tapi tidak melakukan apa-apa. Temen-temen artis ini banyak melakukan kerja, kerja, kerja. Soal politik kami tidak ikutan, karena kebutuhannya masih terpenuhi. Karena kebutuhan kami belum kecolek. Saya sangat jarang punya teman artis untuk berdiskusi soal politik,” ujar Ronal.

Founder Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio menuturkan, diskusi khusus tutup tahun kali ini dihelat dengan semangat menjaga optimisme. Optimis bahwa pemilu 2024 tak akan ditunda, dan yakin masih ada orang-orang dengan integritas tinggi dan beretika yang pantas untuk jadi presiden Indonesia yang kedelapan.

“Pembelahan penundaan pemilu hanya ada di media sosial. Di dunia nyata, sama sekali tidak ada pembelahan. Yang anehnya, saat pejabat bilang pembelahan itu ada, seolah menegaskan pemerintah gagal mengimplementasikan sila ke-3, persatuan Indonesia,” ujar Hensat.

Ngopi dari Sebrang Istana: Kebijakan Jokowi Hanya Untuk Kesenangan Bukan Kebutuhan

Jakarta, 4 Desember 2022

Karena tidak lahir dengan rekam jejak politik yang kuat, Jokowi akan pergi ke mana dia merasa nyaman. Jokowi cenderung hanya memberikan kebijakan untuk kesenangan, bukan kebutuhan. Hal ini disampaikan Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti pada diskusi publik Ngopi Dari Sebrang Istana dengan tajuk “Menelisik Zona Nyaman Jokowi” yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI di Jl. Juanda, Jakarta Pusat.

Terlebih, acara relawan Nusantara Bersatu yang diadakan di Gelora Bung Karno akhir November lalu juga dinilainya tidak etis. Seharusnya Jokowi bukan membicarakan sosok, melainkan nilai atau etika apa yang harus dilakukan di sebuah negara demokrasi.

“Kenyamanan saat ini sedang dipelihara betul dari segala aspek,” ujar Bivitri.

Bivitri pun menyayangkan sistem presidensial yang mempersulit ruang kritis. Menyatunya peran kepala pemerintahan dan kepala negara membuat fokus utama ada di sosok, bukan partai politik.

Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa mengiyakan hal tersebut, Menurut Teguh, kita tidak dapat membedakan Jokowi berbicara sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan.

Selain itu, Teguh berpendapat hal utama bukanlah kenyamanan Jokowi sebagai pemimpin, tapi rakyat Indonesia. “Pemimpin itu memang ditakdirkan untuk tidak pernah merasa nyaman. Paling gelisah semestinya. Dia hanya nyaman ketika orang yang dia pimpin sudah nyaman,” tegas Teguh.

Hal senada juga diyakini oleh Ketua Relawan Joman Immanuel Ebenezer. Ia menyatakan ruang besar bagi penguasa hanya akan menciptakan monster untuk rakyat. Immanuel mengklaim Nusantara Bersatu sebagai momen ketika Jokowi dibentuk menjadi monster besar oleh para relawannya.

“Jangan yang kita kuatkan kekuasaannya, tapi demokrasinya, supaya penguasa bisa dikontrol,” tambah Immanuel.

Terkait kriteria pemimpin, menurut Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo, bila Jokowi ingin menjadi pemimpin negarawan seharusnya ia menjunjung tinggi kepentingan publik dan menjaga diri agar tidak partisan. “Apakah tindakan-tindakannya berorientasi pada general interest atau kelompok tertentu? Ini menjadi evaluasi kepada Pak Jokowi,” sambung Kunto.

Kunto juga mengingatkan agar waspada menjelang 2024. Tahun itulah momentum untuk mendorong pemimpin yang membuat nyaman rakyat.

Serial diskusi publik Ngopi dari Sebrang Istana dengan tajuk “Menelisik Zona Nyaman Jokowi” oleh Lembaga Survei KedaiKOPI dilaksanakan pada Minggu, 4 Desember 2022 di daerah Gambir, Jakarta Pusat. Diskusi ini menghadirkan Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, Ketua Relawan Joman Immanuel Ebenezer, dan Ketua JMSI Teguh Santosa sebagai pembicara serta Venna Kintan selaku moderator.

Ngopi dari Sebrang Istana: Partai Politik bisa Dibeli

Jakarta, 20 November 2022

Partai politik secara fakta bisa dibeli oleh kekuatan besar dari luar partai politik. Terlebih saat ini partai politik yang bisa mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden haruslah memenuhi ambang batas pencalonan presiden 20%. Hal ini disampaikan Pegiat HAM dan Pro Demokrasi, Haris Azhar pada diskusi publik Ngopi Dari Sebrang Istana dengan tajuk “Partai Politik bisa Dibeli? Gosip atau Fakta?” yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI di Jl. Juanda, Jakarta Pusat.

Bagi Haris fenomena jual-beli partai politik saat ini bukan hanya sebatas dibeli untuk mencalonkan seseorang, namun juga partai politik dapat dibeli dengan tujuan agar sampai partai politik tidak mencalonkan seseorang.

Lebih jauh Haris menjelaskan bagaimana sebuah organisasi partai politik dapat dibeli. “Partai politik dapat dibeli lewat apa? Bisa lewat pembagian jabatan, melalui wilayah, dan sektor ekonomi dan industri,” ungkap Haris.

“Kalau melalui jabatan mereka bisa memproduksi regulasi, yang mana di situ ada rombongan dagang bisnis industrinya, dan sebagian juga berkembang dan terfasilitasi di partai politik atau mesti bergabung dengan partai politik,” sambungnya.

Selain dibeli melalui hal di atas, Haris juga membeberkan bahwa saling sandera posisi juga dapat mempengaruhi apakah institusi partai politik dapat dibeli atau tidak. Ironisnya di situ lah akan muncul nego-nego politik yang terjadi di ruang gelap yang isinya tidak bisa diketahui oleh publik.

Mengamini pernyataan Haris, Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio menyatakan sangat bisa apabila terdapat orang atau kelompok yang ingin menguasai Indonesia dan membeli partai politik. “Peraturan kita jelas mengobral bahwa pasangan calon presiden dan calon wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum. Maka apabila ada orang atau kelompok yang ingin berkuasa yang paling mudah caranya adalah melalui partai politik,” ujar pria yang akrab disapa Hensat tersebut.

Namun menurut Hensat, hal itu hanya dapat dimungkinkan apabila partai politik mengubah dirinya menjadi hanya sebatas organisasi yang mengincar angka elektoral. “Yang bahaya adalah partai politik menurunkan derajatnya dari institusi yang mempunyai ideologi menjadi organisasi yang hanya mengejar suara rakyat saja, yang penting punya kursi di DPR/DPRD dan kementerian. Itu bahaya buat negara dan demokrasi di indonesia dan hal ini perlu diingatkan,” tegas Hensat.

“Bayangkan ada sebuah kelompok besar yang sangat kuat sekali dan dia bargaining dengan sebuah partai politik, ‘Saya akan biayai semua proses politik’ syaratnya? Saya mau ada orang saya yang jadi capres atau cawapres dan saya jamin menang’. Dengan kekuatannya dia bisa jamin bahwa pasangan ini menang. Ini jelas-jelas merusak demokrasi Indonesia,” sambung Hensat.

Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengungkapkan bahwa politik jual-beli terjadi karena adanya anomali di dalam sistem pemilu di Indonesia. Dirinya mengambil contoh pada pemilu yang terjadi di Brazil, dimana sistem pemilu di Brazil juga menggunakan sistem serentak. “Brazil baru selesai pemilu, di sana ada 11 pasangan calon presiden dan wakil presiden. Indonesia, dengan sistem yang sama namun karena ada ambang batas pencalonan presiden yang angkanya berasal dari pemilu masa lampau menjadikan sistem presidensial rasa parlementer,” pungkas Titi.

Bagi Titi dengan adanya ambang batas pencalonan, sekuat apapun partai politik apabila persentasenya tidak sampai maka ruang transaksi politik akan selalu terbuka. “Terlebih masih ada 11 (sebelas) bulan lagi masyarakat akan terus disajikan berita mengenai pertemuan antar elit politik, dan selama itu pula kita tidak bisa mengakses apa isi pertemuan tersebut,” tukas Titi seraya menutup diskusi.

Serial diskusi publik Ngopi Dari Sebrang Istana dengan tajuk “Partai Politik bisa Dibeli? Gosip atau Fakta?” oleh Lembaga Survei KedaiKOPI dilaksanakan pada Minggu, 20 November 2022 di daerah Gambir, Jakarta Pusat. Diskusi ini menghadirkan Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio, Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini, dan Pegiat HAM dan Pro Demokrasi Haris Azhar sebagai pembicara serta Riga Danniswara selaku moderator.

Ngopi Dari Sebrang Istana: Utak-Atik Tiket Capres

Jakarta, 23 Oktober 2022

Partai politik tidak mengesampingkan persatuan bangsa dengan senantiasa menjaga komunikasi dan konsolidasi dengan semua partai politik walaupun 2024 semakin dekat. Hal ini disampaikan oleh Herzaky Mahendra sebagai juru bicara Partai Demokrat dalam serial diskusi “Ngopi Dari Sebrang Istana” yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI (23/10) di Jl. Juanda, Jakarta Pusat.

Herzaky mengungkapkan bahwa selama ini Partai Demokrat terus menjalin komunikasi dengan partai-partai lain selain kepada Partai Nasdem dan PKS. “Komunikasi dengan parpol lain, terus kami lakukan. Membahas permasalahan bangsa dan negara, kolaborasi memberikan solusi, dan komunikasi tidak mesti membahas mengenai koalisi” ujarnya.

Hal senada juga dilakukan oleh Partai Keadilan Sejahtera. Juru bicara PKS, Muhammad Kholid, mengatakan bahwa PKS tidak pernah memutus komunikasi dengan sesama partai politik. “PKS tetap bangun komunikasi secara inklusif dan fleksibel. Tidak menutup komunikasi dengan partai lain. Namun, kerja kami punya prioritas. Poros perubahan bersama Nasdem dan Demokrat adalah prioritas bagi kami” tutur Kholid.

Partai Nasdem sebagai partai yang mencalonkan Anies Baswedan sebagai Capres 2024 kerap menemukan informasi yang salah mengenai capres mereka dan tersebar di masyarakat
“Itu adalah informasi hoax. Sekarang kalau kita lihat misalkan Anies dituduh intoleran, buktinya apa? Selama di masa Anies memerintah DKI ada 33 gereja diberi ijin, begitu pula rumah-rumah ibadah lain” ungkap Wasekjen Partai Nasdem, Hermawi Taslim.

“Saya kira upaya-upaya pengomporan dan politik kompor sudah tidak laku. Masyarakat harus menjadi smart voter dan kita punya tugas untuk memberikan edukasi politik yang sehat untuk masyarakat” sambung Taslim.

Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, Siti Zuhro, mengingatkan agar bangsa Indonesia selalu mengedepankan asas saling menghormati terutama dalam menghadapi Pemilu 2024. Hal ini dimaksudkan untuk menjadikan Pemilu 2024 menjadi pemilu yang beradab. “Bangsa yang beradab itu sudah seharusnya saling menghormati. Carilah isu-isu yang substansial untuk dibahas, jangan hanya menjadi pihak yang kerjanya mencibir dan menjelek-jelekan kelompok lain hanya karena mencalonkan seseorang menjadi capres” tutur Wiwik panggilan akrab Siti Zuhro.

Lebih jauh dirinya berharap agar kompetisi Pilpres 2024 berjalan sehat. “siapapun yang menang kita harus menghormatinya. Tidak perlu sampai ada lagi kawat berduri maupun kendaraan lapis baja sampai turun ke jalan-jalan. Kita harus mulai belajar berpolitik secara sehat”.

Capres & Koalisi

Mengenai koalisi Juru bicara PSI, Dedek Prayudi (Uki) mengatakan PSI tidak bisa menjalin koalisi dengan Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS, meskipun komunikasi antar partai terus berlanjut dengan baik. “Ya yang namanya penjajakan akan sama dengan yang lain juga.
Hanya saja memang dengan Nasdem, Demokrat dan PKS sudah pasti tidak”, kata Uki.

“PSI juga sudah melakukan penjajakan ke partai Golkar, dan PAN dengan mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa bertemu secara langsung dengan PPP. Kami juga mendukung Mas Ganjar sebagai presiden seperti hasil rembuk rakyat yang diadakan oleh PSI”, jelasnya.

Mengenai penentuan capres dan pengumuman koalisi, partai-partai politik seperti Partai Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat saat ini sedang dalam proses diskusi intensif melalui sebuah tim kecil yang terbentuk dari 3 parpol tersebut.

PKS memiliki 3 kriteria untuk pasangan capres-cawapres. Pertama, Capacity to win, artinya pasangan tersebut paling tinggi elektabilitasnya dan potensi menang paling bagus. Kedua, Capacity to govern, dimana pasangan tersebut punya rekam jejak dalam memimpin dan saling melengkapi (dwi tunggal). Terakhir, Capacity to unite, yaitu mampu mempersatukan koalisi partai pengusung dan bisa menjadi solidarity maker bagi masyarakat.

Sama halnya dengan Partai Demokrat yang menyatakan bahwa Partai Demokrat ingin calon yang mereka usung mendapat kemenangan dan bisa melakukan perubahan. “Kami ingin menang untuk bisa mewujudkan perubahan. Yang ingin kami lawan ini tidak bisa dianggap enteng. Maka semua strategi, teknik, dan taktik, termasuk sumberdaya, kami hitung secara matang”, tegas Herzaky.

Reshuffle

Isu reshuffle belakangan kembali muncul setelah Partai Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai Capres 2024. Partai Nasdem menjadi perbincangan karena disinyalir kader-kader Nasdem lah yang akan terdepak dari jabatan menteri. Menyinggung hal itu Taslim mengatakan “kita mendukung Presiden Jokowi tanpa syarat. Dukungan kita ke Presiden Jokowi adalah dukungan visi bukan kursi. Sehingga dukungan kita ke Presiden Jokowi tidak akan terganggu sedikitpun oleh isu reshuffle ini”.

“Kita tidak ada masalah dengan reshuffle, kita akan selalu dukung Presiden Jokowi apapun yang terjadi. Orang-orang Nasdem yang ada di pemerintahannya Presiden Jokowi kita wakafkan untuk bangsa. Apapun keputusan presiden kita hormati”, lanjut Taslim.

Serial diskusi publik Ngopi Dari Sebrang Istana dengan tajuk “Utak-Atik Tiket Capres” oleh Lembaga Survei KedaiKOPI dilaksanakan pada Minggu, 23 Oktober 2022 di daerah Gambir, Jakarta Pusat. Diskusi ini dibuka oleh Hendri Satrio selaku Founder Lembaga Survei KedaiKOPI dan dihadiri oleh Wasekjen Partai Nasdem Hermawi Taslim, Juru bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra, Juru bicara PKS Muhammad Kholid, Juru bicara PSI Dedek Prayudi, dan Peneliti Pusat Riset Politik BRIN Siti Zuhro sebagai pembicara serta Gina Fita selaku moderator.

Ngopi Dari Sebrang Istana: ASN Miliki Kualitas Hadirkan Inovasi

Jakarta, 1 Oktober 2022 – Kualitas ASN dinilai lebih dari cukup untuk menciptakan pembaruan di dalam institusi pemerintahan. Pernyataan ini disampaikan oleh pengamat pendidikan Achmad Rizali pada agenda Ngopi Dari Sebrang Istana dengan tajuk “Siapa (Gak) Yakin Kualitas ASN?” di Jakarta Pusat.

Rizali mengatakan bahwa perlu adanya kepercayaan yang diberikan kepada ASN dari para pejabat tinggi untuk berkolaborasi membuat sebuah program kerja yang revolusioner. “(Kualitas ASN) sangat cukup, namun perlu dibangun trust dan kenali kompetensi dan perilaku mereka, barulah tarik mereka, jika pejabat tersebut tidak mampu melakukan, dialah yang tidak kompeten” ujar Rizali.

Mengenai “tim bayangan” yang dibuat oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Nadiem Makarim, dan dampaknya dengan dunia pendidikan Indonesia, Rizali mengaku khawatir akan keberlanjutan program yang telah dicanangkan.

“Ketika ASN tidak terlibat dan tim bayangan pergi, apakah akan sustain? Tentu tidak. Unsur pendidikan selain akses dan mutu, ada lagi yang dinamakan tata kelola. Akan perlu 2-3 periode untuk menata ulang jika cara seperti ini diteruskan” ucap Rizali.

Kehadiran tim khusus yang berisi orang-orang non-struktural seperti ini disinyalir lebih mengarah kepada faktor kepentingan dibandingkan dengan kebutuhan dan hanya semakin merumitkan proses birokrasi.

Pengamat politik Ujang Komarudin mengkritisi kebijakan publik selama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dirinya juga meyakini reformasi birokrasi hanya sebatas wacana tanpa aksi.

“Kebijakan publik saat ini tidak memihak pada rakyat. Reformasi birokrasi itu hanya slogan saja. Karena sejatinya reformasi di birokrasi, tidak pernah benar-benar terjadi”, tuturnya.

Lebih jauh Ujang berargumen apabila reformasi birokrasi benar adanya, maka tidak lagi diperlukan pihak luar yang bergabung ke dalam tim kerja institusi negara bahkan dengan posisi setara Dirjen. Terlebih dengan jumlah anggota tim yang sangat gemuk.

“Tim tersebut tidak semestinya ada dan tidak perlu ada. Karena bukan hanya keberadaannya yang menimbulkan kontroversi, tetapi juga bisa merusak struktur birokrasi yang ada” lanjut Ujang.

Ujang juga menyoroti staff khusus milenial yang dibentuk oleh Presiden Jokowi. Dirinya mempertanyakan hasil kerja staff khusus yang menjadi kebanggaan Presiden Jokowi saat memulai periode keduanya. Bagi Ujang, staff khusus milenial presiden hanya main proyek saja. Itu juga yang menjadikan dua staff khusus milenial presiden mundur dari jabatannya karena marasa malu bahwa mereka terendus memainkan proyek pemerintah.

Ketua Pemuda ICMI, Reiza Patters mempertanyakan apakah produk yang dihasilkan oleh tim khusus yang selama ini eksis di berbagai instansi pemerintahan sudah sesuai aturan atau tidak.

“Kita semua patut mempertanyakan apakah setiap produk yang ditenderkan dan dimenangkan oleh vendor sesuai aturan atau tidak. Karena bagaimana mungkin tender bisa berproses sesuai aturan main jika spesifikasi produk ditentukan juga oleh vendor yang juga ikut berkompetisi dalam tender dimaksud” ungkap Reiza.

Bahkan dirinya khawatir kasus yang saat ini tengah menyoroti Menteri Nadiem akan berujung seperti skandal E-KTP beberapa tahun silam.

“Ini mungkin bisa menjadi skandal mirip dgn kasus E-KTP, di mana semua perencanaan kegiatan, proses tender dan eksekusinya sudah dirancang sejak awal dan menguntungkan pihakl lain, sedangkan produknya juga tidak efektif digunakan di lapangan dalam menunjang kegiatan Kemendikbud-Ristek”, tukas Reiza.

Reiza dalam akhir diskusi turut menyinggung posisi staff khusus milenial Presiden Joko Widodo. Menurutnya kedudukan staff khusus milenial sangat berbeda dari TGUPP yang ada di provinsi DKI Jakarta ataupun 400 orang “tim bayangan menteri Nadiem. Reiza menilai TGUPP DKI Jakarta atau bahkan “tim bayangan” jelas memilki hasil kerja yang dapat dilihat. Berbanding terbalik dengan staff khusus milenial yang sama sekali hasil kerjanya tidak dapat disaksikan apalagi dirasakan.

Serial diskusi publik Ngopi Dari Sebrang Istana dengan tajuk “Siapa (Gak) Yakin Kualitas ASN?” dihadiri oleh pengamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin, Wakil Ketua Umum III Koord. Bidang Pendidikan dan SDM NU Circle Achmad Rizali, dan Ketua Pemuda ICMI DKI Jakarta Reiza Patters.

Ngopi Dari Sebrang Istana: Presiden Dua Periode Jadi Cawapres Tidak Wajar dan Inkonstitusional

Siaran PERS

Jakarta, 17 September 2022 – Semua elemen bangsa harus satu suara bahwa perubahan harus diperjuangkan dan 2024 harus jadi momentum perubahan merupakan ajakan Sudirman Said di acara diskusi “Ngopi Dari Sebrang Istana” dengan tajuk “2024 Panggung Sandiwara atau Perubahan?” di Jl. Juanda, Jakarta Pusat (17/9). Hal senada juga dikemukakan oleh Mardani Ali Sera (anggota Komisi II DPR-RI), Fadli Ramadhanil (Perludem), dan Dewi Haroen (Pakar Gestur) di dalam diskusi yang dimoderatori oleh founder Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio.

Sudirman yang juga penulis buku “Berpihak Pada Kewajaran”, melihat wacana Presiden yang telah menjabat selama 2 periode dapat maju menjadi Cawapres merupakan hal yang tidak wajar.

Pada 12 September 2022, juru bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, menyebut tidak ada larangan bagi Presiden yang telah menjabat selama dua periode, tidak boleh mencalonkan diri sebagai Cawapres pada pemilu selanjutnya. Pernyataan ini pun menuai beragam kritik dan komentar.

Sudirman menyatakan mereka yang menyalahi kewajaran akan menuai konsekuensi. “Siapapun yang berbeda atau melawan kepatutan, akan dilawan oleh keseimbangan alam,” tegas Sudirman. Selanjutnya, Sudirman Said menjelaskan bahwa semakin tinggi posisi seseorang maka ukuran hidupnya sudah mencapai tahap patut – tidak patut, etis dan tidak etis. Artinya adalah sesuatu yang tidak wajar apabila mereka yang berada di paling atas namun sikap hidupnya masih terbatas di legalistik.

Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil menilai tidak tepat Jubir MK mengeluarkan pernyataan tersebut baik dari sisi lembaga maupun substansinya. “Kalau dilihat dari segi konteks, itu tidak tepat. Meski ada klarifikasi dari MK, yang menyatakan pernyataan ini bukan dari MK namun pernyataan Fajar sebagai individu maupun sebagai Humas MK akan sulit dibedakan maka sebagai Humas Fajar harus lebih hati-hati,” tukas Fadli.

Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil mengungkapkan bahwa UUD 1945 menutup kemungkinan bagi presiden yang telah menjabat selama 2 periode untuk maju sebagai Cawapres di pemilihan selanjutnya. Fadli mengomentari pernyataan juru bicara MK, Fajar Laksono, yang menyebut tidak ada larangan bagi Presiden yang telah menjabat selama dua periode, tidak boleh mencalonkan diri sebagai Cawapres pada pemilu selanjutnya. Menurut Fadli, Fajar tidak melihat esensi Pasal 7 UUD 1945 secara utuh. “Saya yakin dia (Fajar) hanya membaca undang-undangan tersebut secara parsial. Dia tidak baca Pasal 8 UUD 1945. Yang jadi masalah adalah apabila Presiden berhenti, atau diberhentikan, dan Wakil Presidennya telah menjabat sebagai presiden 2 periode maka pasal 8 tidak bisa dilaksanakan,” lanjut Fadli.

Dalam memandang Pemilu 2024, Anggota Komisi II DPR-RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera mengungkapkan semua elemen bangsa harus membuat perubahan dan perubahan tidak datang dengan mudah. “Perubahan terjadi dengan cara direbut. Maka segala wacana yang tidak wajar, harus dilawan. Agar yang muncul adalah perubahan natural, bahwa rakyat dapat menikmati demokrasi substansial bukan prosedural. Maka kita perlu pemimpin yang berstandar etik bukan cuma legalistik,” tutur Mardani.

Dewi Haroen menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo yang tidak secara gamblang menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden maupun isu 3 periode. “Secara verbal Jokowi bilang biarkan ini jadi wacana ini adalah hak rakyat. Artinya secara verbal dia firm membolehkan wacana itu bergulir. Begitu juga dengan vokal dan gesturnya, Jokowi masih saja melakukan kampanye di tahun-tahun terakhir dirinya menjabat. Secara teori komunikasi maka Jokowi jelas ingin,” tegas Dewi.

Diskusi Publik “Ngopi Dari Sebrang Istana” diselenggarakan secara luring oleh Lembaga Survei KedaiKOPI dan dihadiri oleh penulis buku “Berpihak Pada Kewajaran” Sudirman Said, Pakar Gestur Dewi Haroen, Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil, dan Anggota Komisi II DPR-RI Mardani Ali Sera sebagai pembicara.