Faisal Basri: Kekayaan Alam Indonesia Dikelola China, Kita Tak Dapat Apa-apa

JAKARTA – Ekonom senior Faisal Basri menyebut oligarki adalah pengendali ekonomi Indonesia saat ini.

Faisal Basri memberi contoh banyak pengusaha saat ini mendirikan partai politik dan ini membuat kelompok oligarki terlibat dalam pengambilan keputusan.

“Siapa yang paling bertanggungjawab terhadap kondisi saat ini? Ya pastinya pemimpin tertinggi. Dia punya kuasa untuk menyingkirkan orang-orang yang merusak negeri ini, tapi oleh dia justru dimasukan orang-orang itu ke gerbong kekuasaan,” kata Faisal Basri dalam acara diskusi OTW 2024 bertajuk “Nyawa Demokrasi dan Ekonomi di Tangan Jokowi” yang diselenggarakan lembaga Survei KedaiKOPI, Selasa 15 Agustus 2023.

Ia juga menyoroti kekayaan alam Indonesia yang banyak dinikmati negara China karena sebagian dikelola oleh China.

“Nah kita mau diamkan ini? Kita dapat apa? 90 persen nilai tambah dari kekayaan alam kita lari ke asing. Bahkan bunganya lari ke asing, patennya lari ke asing. Sisanya? paling buat pekerja, itu pun sedikit,” jelasnya.

Faisal pun membantah pernyataan bahwa ekonomi Indonesia terus tumbuh, ia menyebut secara nyata pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan terus menerus dan investasi mengalami perlambatan.

“Padahal pemerintah sudah bolak balik bikin ini itu agar jumlah investasi meningkat, namun hal tersebut tidak terjadi.”

Ia juga menyoroti institusi negara yang tergerogoti oleh kepentingan politik dengan membuat aturan yang dibuat seenaknya dan menguntungkan salah satu pihak.

“Contohnya soal kendaraan listrik. LBP memiliki perusahaan sepeda motor listrik dan lalu terbitlah aturan subsidi kendaraan listrik,” tutupnya.

Bivitri Susanti : Negara Lemah dan Dimanfaatkan Oligarki

JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengatakan saluran komunikasi antara rakyat dengan wakilnya saat ini tertutup.

Menurutnya putus hubungan antara masyarakat dengan sistem keterwakilannya membuat publik hampir tidak memiliki saluran formal dengan wakilnya.

“Secara teori sih ada, tapi secara fakta didengar atau tidak suara warga tersebut? Demokrasi yang biasanya kita lihat adalah demokrasi yang hanya terlihat sisi besarnya,” ujarnya dalam acara diskusi OTW 2024 bertajuk “Nyawa Demokrasi dan Ekonomi di Tangan Jokowi” yang diselenggarakan lembaga Survei KedaiKOPI, Selasa 15 Agustus 2023.

Meskipun saluran komunikasi banyak, namun saat ini saluran tersebut tertutup, “tak heran jika kemudian muncul saluran alternatif seperti turun ke jalan, gelar forum warga dan sebagainya,” paparnya.

Namun sayangnya saluran alternatif itu akhirnya tertutup akibat banyak pasal-pasal hukum yang sekarang digunakan untuk menekan aktivitas atau forum warga.

“Kekuasaan wataknya adalah mempertahankan kemudian memperluas, caranya adalah dengan menggunakan kekuasaan itu sendiri. Harusnya ada koridor yang dibuat dalam demokrasi itu sendiri, dan saat ini itu semua dihancurkan. Fungsi kontrol saat ini dimatikan juga oleh kekuasaan.”

“Negara lemah dan dimanfaatkan oleh oligarki. Oligarki memanfaatkan institusi resmi negara untuk meraup keuntungan mereka sendiri,” tutupnya.***

KedaiKOPI: 61,3% Masyarakat Menginginkan Perubahan

JAKARTA – Lembaga Survei KedaiKOPI merilis hasil survei yang dilakukan pada 29 Mei – 7 Juni 2023 melalui wawancara tatap muka dengan menggunakan Computerized Assisted Personal Interview (CAPI).

Dari hasil survei yang dilakukan pada periode tersebut, sebanyak 61,3% responden menginginkan perubahan dan 38,7% responden ingin melanjutkan kebijakan pemerintah Jokowi.

Persoalan ekonomi menjadi pendorong utama perlunya perubahan. Kesenjangan sosial berupa ekonomi merata dipilih oleh 40,7% responden, lapangan kerja (28,0%), harga sembako terjangkau (23.2%), bansos (7,5%) dan lainnya.

Adapun responden yang menginginkan melanjutkan kebijakan pemerintahan saat ini dengan meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat (23,3%), pembangunan infrastruktur (20,9%), lapangan kerja (15,4%) dan lainnya.

Sementara itu, tingkat kepuasan terhadap kinerja Presiden Jokowi mencapai 77,1% dan 22.9% menyatakan tidak puas.

“Menariknya program penanganan kemiskinan yang bersifat jangka pendek dan rawan penyalahgunaan seperti bantuan sosial justru membuat masyarakat puas,” ujar Communication specialist KedaiKOPI Rosnindar Prio saat memberikan paparan Survei Opini Publik Menuju Pemilu 2024 via daring, Jumat (23/6).

Menurutnya hal ini tercermin dari hasil survei yang menunjukan bantuan sosial (bansos) memperoleh angka kepuasan responden 30,0% serta pembangunan infrastruktur (34,0%) dan lainnya.

Selain itu, ketidakpuasan masyarakat tercermin dari bidang ekonomi, seperti meroketnya harga kebutuhan yang tidak terkontrol (35,2%), distribusi bantuan tidak tepat sasaran (25,9%), lapangan kerja tidak merata (11,3%), kinerja tidak dirasakan (10,0%) dan lainnya.

Terkait dengan kepuasan atas capaian pemerintah, Rosnindar mengatakan, “di tengah kondisi masyarakat saat ini yang semakin berat, responden menganggap aksesibilitas layanan kesehatan dan pendidikan tercapai (72,6% dan 70,3%).”.

Ia menambahkan, pada bidang ekonomi ketidakpuasan masyarakat semakin besar. Seperti mendapatkan upah yang layak (48,6%), mendapat harga barang pokok yang terjangkau (52,2%), harga jual yang pantas untuk hasil pertanian/peternakan (51,2%) dan mendapatkan pekerjaan yang layak (52,8%).

“Ketidakpuasan terbesar ada di bidang hukum, masyarakat menganggap penegakan hukum era pemerintah Jokowi tidak tercapai,” bebernya.

Hal yang dianggap tidak tercapai adalah penegakkan hukum yang adil (54,5%), pemberantasan korupsi (55,9%) dan bersihnya proyek pemerintah dari korupsi dan nepotisme (62,1%).

Survei yang dilaksanakan pada akhir Mei ini (29 Mei – 7 Juni 2023) ini mengambil total sampel sebanyak 1200 responden yang tersebar secara proporsional di 38 provinsi. Adapun Margin of Error (MoE) ± 2,83 persen dengan interval kepercayaan 95 persen. * * *

Hasil Survei Opini Publik Menuju Pemilu 2024 Seri I dapat diunduh dengan meng-klik pranala berikut ini: Survei Opini Publik Menuju Pemilu 2024 (Mei-Juni)_Seri 1

Adu Ampuh Rencana Istana Lawan Rencana Rakyat

JAKARTA – Strategi skenario Jokowi yang dibongkar oleh aktivis Denny Indrayana terkait pencapresan 2024, menghebohkan publik. Langkah Presiden Jokowi yang mendukung Ganjar Pranowo sebagai kandidat calon presiden dinilai terlalu terbuka.

Bahkan ia menganalisis bahwa ada gerakan untuk menggagalkan kandidat capres Anies Baswedan melaju dalam pilpres 2024. Denny menyebutkan terdapat strategi demi menyukseskan capres tertentu dan menggagalkan peluang kandidat capres yang tidak didukung Jokowi.

Dalam diskusi OTW 2024 yang digelar Lembaga Survei KedaiKOPI pada Rabu 3 Mei 2023 ini, menghadirkan narasumber Denny Indrayana (Guru Besar Hukum Tata Negara), Melki Sedek (Ketua BEM Universitas Indonesia), Hendri Satrio (Analis Komunikasi Politik) dan Masinton Pasaribu (anggota DPR PDI Perjuangan).

Menurut Denny Indrayana, kepala negara haruslah bersikap adil, jika hal tersebut tidak dilakukan, maka berarti konstitusi dilanggar. “Saya memiliki tanggung jawab untuk mengingatkan presiden yang saya pilih,” ujarnya.

Ia meminta Presiden Jokowi untuk berhenti ikut cawe-cawe mengenai siapa kandidat dan partai mana yang akan melakukan koalisi. “Jangan disandera oleh kasus-kasus hukum sehingga mudah disetir dan diarahkan. Tolong hentikan. Biarkan partai menyerap aspirasi masyarakat.”

Anggota DPR dari PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menanggapi analisis Denny Indrayana. Baginya analisis tersebut terlalu prematur.

“Saya rasa analisis ini prematur, karena wajar apabila seorang pemimpin mempersiapkan kesinambungan kepemimpinannya untuk meneruskan pembangunan yang sedang berjalan saat ini,” ujar Masinton.

Masinton juga membantah istana melakukan penjegalan terhadap pencalonan salah satu bakal calon presiden.

“Pendaftaran ke KPU kan belum. Situasi saat ini masih dalam tahap penjajakan. Jadi penjegalan dari mana?” ujar Masinton.

Sementara itu, Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio mengapresiasi langkah Megawati yang mengumumkan pencalonan Ganjar Pranowo sebagai kandidat calon presiden dari PDI Perjuangan. Menurutnya dengan mengumumkan Ganjar, Megawati menyelamatkan Presiden Jokowi dari meng-endorse para bakal calon presiden.

Pria yang akrab disapa Hensat khawatir akan potensi bahaya yang akan menjerat Presiden Jokowi terhadap para bakal calon yang sedang berharap endorsement dari presiden.

“Saya khawatir para bakal calon presiden itu saat ini hanya mencoba merebut dukungan dan logistik dari Presiden, tapi ketika nanti misalkan sudah menjabat, pasti presiden yang baru tidak ingin lagi terikat dengan presiden sebelumnya,” tutur Hensat.

Hensat mengingatkan bahwa sepanjang sejarah, tidak ada agenda kekuasaan yang bisa menang melawan kehendak rakyat.

“Kalau melihat dari sejarah kita hanya mendengar ungkapan vox populi, vox dei. Suara rakyat adalah suara tuhan. Belum ada kita dengar suara istana adalah suara tuhan. Jadi istana harus segera hentikan skenario-skenario tersebut,” terang Hensat.

Pada kesempatan yang sama, Ketua BEM Universitas Indonesia Melki Sedek mengkritik langkah-langkah yang dipertontonkan Jokowi saat ini, terutama saat Presiden Jokowi menghadiri acara deklarasi salah satu calon presiden.

“Kehadirannya saat deklarasi mengorbankan independensi Presiden. Jokowi rela menghadirkan stigma pada publik yakni menunjukkan siapa yang harus dipilih untuk menjadi presiden selanjutnya,” tukas Melki.

Baginya, apabila Presiden Jokowi ingin kekuasaannya berakhir dengan mulus, maka Presiden Jokowi seharusnya menuntaskan seluruh programnya dengan baik dan mengawal Pemilu 2024 dengan adil.

“Idealnya, kalau Presiden Jokowi ingin “soft landing” adalah dengan bekerja dengan baik dan mengawal pemilu 2024 agar sesuai dengan konstitusi yang jujur, adil dan demokratis. Presiden seharusnya mengawal pelaksanaan Pemilu 2024 dan bukan mengawal peserta Pemilu 2024,” tutup Melki. ***

Pemerintah Dinilai Gagal Dalam Merespons Gairah Politik Pemuda

Jakarta – Pemerintah dinilai gagal dalam merespons gairah politik generasi muda. Salah satu contohnya adalah mahasiswa kritis yang diberikan sanksi saat menggelar forum diskusi ataupun turun ke jalan saat menyampaikan aspirasinya. Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Blok Politik Pelajar Delpedro Marhaen.

“Saat ini generasi muda sedang dalam posisi berpartisipasi penuh dalam demokrasi. Dan itu dibuktikan dengan beragam aksi mengkritisi kebijakan pemerintah maupun parlemen dari tahun ke tahun,” ujarnya dalam diskusi OTW 2024 yang mengangkat tema “Gairah Pemuda dan Demokrasi” yang diselenggarakan Lembaga Survei KedaiKOPI di Hotel Erian, Jakarta Pusat, Rabu 29 Maret.

Acara tersebut menghadirkan narasumber Ketua Fraksi Nasdem DPRD DKI Jakarta Wibi Andrino dan Ketua Bidang Politik PP Pemuda Muhammadiyah Andreyan Noor.

Lalu juga turut hadir Wasekjen PB HMI Muh. Jusrianto, Ketua PP GP Ansor Saiful Rahmat Dasuki dan Juru Bicara Blok Politik Pelajar Delpedro Marhaen. Serta moderator Kani Dwiharyani.

Pada kesempatan ini, Ketua Fraksi Nasdem DPRD DKI Jakarta Wibi Andrino mengatakan peran anak muda di partai politik sangat signifikan. “Ini karena ide dan gagasan banyak lahir dari para generasi muda, meski ada bimbingan dari para senior.”

Menurutnya antargenerasi harus saling mengisi peran masing-masing dan melakukannya dengan baik.

Ketua Bidang Politik PP Pemuda Muhammadiyah Andreyan Noor mengatakan pemuda harus bisa merebut proses kepemimpinan, terutama proses di parlemen. “Pemuda harus bisa scale up dari proses politik di jalanan menjadi proses politik di parlemen agar aspirasi bisa tembus ke tembok istana.”

Hal senada diungkapkan Wasekjen PB HMI Muh. Jusrianto yang berpendapat dari tahun ke tahun secara kualitas generasi muda selalu tumbuh melebihi generasi sebelumnya. “Pada momentum 2024 peran pemuda sangat penting. meski memiliki latar belakang berbeda, namun masih harus dalam garis kepentingan nasional.”

“Dengan begitu anak muda diharapkan dapat berpartisipasi dalam organisasi partai politik, agar ide-ide segar yang dimiliki dapat dibawa dan disalurkan ke ranah politik praktis,” jelasnya.

Menurut Ketua PP GP Ansor Saiful Rahmat Dasuki, hubungan antara generasi sebelumnya dengan generasi muda tidak dapat diputus begitu saja.

“Hari ini transnasionalisme sudah masuk ke Indonesia dan itu secara tidak langsung menggerogoti politik kebangsaan kita. Dan di situlah peran kesadaran politik anak muda yang harus dikedepankan.”

Lebih lanjut Saiful mengatakan pemuda harus berpartai agar ide-ide cemerlang dan kebersamaan dapat diaplikasikan di partai politik. “Cara pandang saja yang harus di transformasi,” paparnya.*

Hensat: Pemilu Harus Riang Gembira

JAKARTA – Analis komunikasi politik Hendri Satrio berharap agar pemilu 2024 menjadi pemilu yang riang gembira.

“Pemerintah sejauh ini belum pernah mengampanyekan ataupun mendorong agar pemilu yang dilakukan setiap 5 tahun sekali, digelar dengan suasana riang gembira,” katanya dalam acara diskusi OTW 2024, bertema “Emang Bisa Pemilu Gembira?”, Rabu 15 Maret, di Jakarta.

Lebih jauh Hensat mengungkapkan bahwa sangat mungkin pertarungan politik dapat dijalankan secara harmonis. Ia mengambil contoh pertemuan antara Luhut Binsar Panjaitan dengan Surya Paloh beberapa waktu lalu.

“Itu menandakan kalau konstelasi politik itu bisa dijalankan dengan suasana persahabatan dan riang gembira” ujarnya.

Penulis buku Momentum Politik ini menambahkan, pemilu riang gembira harus diwujudkan bersama.
“Seluruh elemen mulai dari partai politik hingga mahasiswa harus membawa semangat yang sama, yakni pesta demokrasi yang riang gembira,” jelasnya.

Hensat merujuk pada Mars pemilu 1971 karya Mochtar Embut, yang menjadi lagu pemilihan umum yang menggambarkan pemilu yang riang gembira dan disambut oleh rakyat

Pada kesempatan yang sama, juru bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra menekankan pentingnya komitmen penguasa saat ini untuk mewujudkan pemilu yang gembira.

“Yang penting adalah komitmen dari leadernya untuk menyelenggarakan transisi pemerintahan dan membawa perubahan. Apakah pemimpin sekarang bisa menciptakan suasana yang riang gembira dalam menghadapi pemilu?”

Ketua Departemen Politik PKS, Nabil Ahmad Fauzi mengatakan pihaknya sudah melakukan gerakan untuk mewujudkan politik yang gembira. Politik yang riang gembira sudah menjadi DNA partainya.

“Bagi kami, aktivitas politik adalah bagian dari aktivitas rekreasional keluarga. Jadi kampanye bukan dipandang sebagai aktivitas yang menyeramkan, namun sebaliknya menjadi aktivitas yang menggembirakan. Begitu juga dengan Pemilu,” terangnya.

Pada saat yang sama, Ketua PMII Putri Universitas Bung Karno Alda Zelfiana mengatakan pemilu sangat bisa gembira. “Harus kerja sama antar kelompok dan generasi untuk mewujudkan pemilu yang riang gembira,” katanya.

Presiden Mahasiswa BEM UHAMKA Bifa Agusryyanto mempertanyakan makna kegembiraan pemilu. “Harus kita pertanyakan, pemilunya menggembirakan partai an sich, atau rakyat juga?”.***

Pejabat Publik yang Jadi Kandidat Capres Berpotensi Langgar Aturan Penggunaan Fasilitas Negara

JAKARTA – Beberapa kandidat Capres 2024 belakangan sering melakukan kunjungan ke berbagai daerah, mulai dari Anies Baswedan usai menjabat Gubernur DKI Jakarta hingga pejabat negara seperti Erick Thohir, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, Puan Maharani, Airlangga Hartarto, La Nyalla Mattalitti dan Ridwan Kamil.

Terkait rutinnya pada kandidat berkeliling daerah, mendapatkan sentilan dari Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja yang mengatakan kandidat capres yang keliling hanya satu sosok tertentu.

Jika dilihat dari berbagai pemberitaan media, hampir semua sosok yang menjadi bakal calon presiden melakukan kunjungan ke daerah. Dan pernyataan tersebut justru mengundang pertanyaan mengenai para pejabat negara yang menggelar safari daerah dengan fasilitas negara yang melekat pada dirinya.

Dalam acara diskusi OTW2024 yang digagas KedaiKOPI, Rabu 1 Maret 2023, di Jakarta, menghadirkan narasumber Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis, Wakepresma Universitas Trisakti Lamdahur Pamungkas dan Ketua BEM UIN Syarif Hidayatullah Muhammad Abid, dengan mengusung tema Pro Kontra Kandidat Capres Keliling.

Dalam kegiatan ini Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan tidak ada yang dilanggar dari kegiatan berkeliling daerah oleh sosok-sosok yang ramai dibicarakan sebagai kandidat calon presiden.

“Sama sekali tidak ada yang dilanggar, ini khan belum definitif. Memangnya Bawaslu akan melakukan apa? Ingin mendiskualifikasi kandidat yang belum melakukan pendaftaran? Landasan hukum kalau itu dilanggar dasarnya apa, saya jadi bingung,” ujarnya.

Margarito menganggap Bawaslu dan KPU sebaiknya fokus pada tugas yang dibebankan negara pada lembaga tersebut. “Daripada Bawaslu hanya mengomentari hal-hal yang tidak substantif, lebih baik melakukan perekrutan dan melatih relawan bagaimana cara mengawasi pemilu yang jurdil, itu lebih bermanfaat,” ujarnya.

Pada acara yang sama, Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan sosok yang menjadi kandidat capres yang saat ini menjadi pejabat negara, justru amat berpotensi menyalahgunakan kekuasaan yang melekat pada dirinya.

“Bagaimana mungkin bisa memisahkan fasilitas negara yang menempel pada dirinya dan disaat bersamaan ia melakukan kegiatan keliling daerah,” ujarnya.

Ujang menambahkan, ketika seorang sebagai pejabat negara melakukan safari politik, ia akan bergerak dengan segala jabatan dan fasilitas yang melekat pada dirinya. “Pasti bisa dicek riwayat perjalanan dinasnya ada bahkan mobil yang digunakan adalah mobil milik negara,” tandasnya.

Di samping itu Ketua BEM UIN Syarif Hidayatullah Muhammad Abid mengaku tidak mempermasalahkan aktivitas para figur tersebut. Dirinya lebih mempertanyakan mengapa tokoh-tokoh yang belakangan ini intens melakukan safari politik tidak menyambangi kampus-kampus untuk menyampaikan dan memperdebatkan gagasan mereka.

“Kami sebetulnya mendorong para tokoh untuk berani mendatangi kampus-kampus yang mana kita semua bisa berdiskusi dan berdebat mengenai gagasan yang dibawa oleh mereka. Kami juga mendesak agar KPU bisa membolehkan politisi ataupun parpol yang mengikuti kontestasi pemilu untuk melakukan debat di universitas,” tegas Abid.

Wakil Presiden Kepresma Universitas Trisakti Lamdahur Pamungkas berharap agar para kandidat capres dapat ikut mencerdaskan masyarakat saat melakukan safari politik.

“Dibandingkan dengan menampilkan citra politik melalui figur pribadinya, baiknya mereka menjelaskan ide yang akan dibawa untuk melanjutkan visi Indonesia, di situlah masyarakat akan tercerdaskan,” tukas Lamda.

Pejabat Publik yang Jadi Kandidat Capres Berpotensi Langgar Aturan Penggunaan Fasilitas Negara

JAKARTA – Beberapa kandidat Capres 2024 belakangan sering melakukan kunjungan ke berbagai daerah, mulai dari Anies Baswedan usai menjabat Gubernur DKI Jakarta hingga pejabat negara seperti Erick Thohir, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, Puan Maharani, Airlangga Hartarto, La Nyalla Mattalitti dan Ridwan Kamil.

Terkait rutinnya pada kandidat berkeliling daerah, mendapatkan sentilan dari Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja yang mengatakan kandidat capres yang keliling hanya satu sosok tertentu.

Jika dilihat dari berbagai pemberitaan media, hampir semua sosok yang menjadi bakal calon presiden melakukan kunjungan ke daerah. Dan pernyataan tersebut justru mengundang pertanyaan mengenai para pejabat negara yang menggelar safari daerah dengan fasilitas negara yang melekat pada dirinya.

Dalam acara diskusi OTW2024 yang digagas KedaiKOPI, Rabu 1 Maret 2023, di Jakarta, menghadirkan narasumber Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis, Wakepresma Universitas Trisakti Lamdahur Pamungkas dan Ketua BEM UIN Syarif Hidayatullah Muhammad Abid, dengan mengusung tema Pro Kontra Kandidat Capres Keliling.

Dalam kegiatan ini Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan tidak ada yang dilanggar dari kegiatan berkeliling daerah oleh sosok-sosok yang ramai dibicarakan sebagai kandidat calon presiden.

“Sama sekali tidak ada yang dilanggar, ini khan belum definitif. Memangnya Bawaslu akan melakukan apa? Ingin mendiskualifikasi kandidat yang belum melakukan pendaftaran? Landasan hukum kalau itu dilanggar dasarnya apa, saya jadi bingung,” ujarnya.

Margarito menganggap Bawaslu dan KPU sebaiknya fokus pada tugas yang dibebankan negara pada lembaga tersebut. “Daripada Bawaslu hanya mengomentari hal-hal yang tidak substantif, lebih baik melakukan perekrutan dan melatih relawan bagaimana cara mengawasi pemilu yang jurdil, itu lebih bermanfaat,” ujarnya.

Pada acara yang sama, Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan sosok yang menjadi kandidat capres yang saat ini menjadi pejabat negara, justru amat berpotensi menyalahgunakan kekuasaan yang melekat pada dirinya.

“Bagaimana mungkin bisa memisahkan fasilitas negara yang menempel pada dirinya dan disaat bersamaan ia melakukan kegiatan keliling daerah,” ujarnya.

Ujang menambahkan, ketika seorang sebagai pejabat negara melakukan safari politik, ia akan bergerak dengan segala jabatan dan fasilitas yang melekat pada dirinya. “Pasti bisa dicek riwayat perjalanan dinasnya ada bahkan mobil yang digunakan adalah mobil milik negara,” tandasnya.

Di samping itu Ketua BEM UIN Syarif Hidayatullah Muhammad Abid mengaku tidak mempermasalahkan aktivitas para figur tersebut. Dirinya lebih mempertanyakan mengapa tokoh-tokoh yang belakangan ini intens melakukan safari politik tidak menyambangi kampus-kampus untuk menyampaikan dan memperdebatkan gagasan mereka.

“Kami sebetulnya mendorong para tokoh untuk berani mendatangi kampus-kampus yang mana kita semua bisa berdiskusi dan berdebat mengenai gagasan yang dibawa oleh mereka. Kami juga mendesak agar KPU bisa membolehkan politisi ataupun parpol yang mengikuti kontestasi pemilu untuk melakukan debat di universitas” tegas Abid.

Wakil Presiden Kepresma Universitas Trisakti Lamdahur Pamungkas berharap agar para kandidat capres dapat ikut mencerdaskan masyarakat saat melakukan safari politik.

“Dibandingkan dengan menampilkan citra politik melalui figur pribadinya, baiknya mereka menjelaskan ide yang akan dibawa untuk melanjutkan visi Indonesia, di situlah masyarakat akan tercerdaskan” tukas Lamda.*

Diskusi Publik OTW 2024: KPU Jamin Pemilu 2024 Digelar Sesuai Jadwal, BEM Tuntut Transparansi

JAKARTA – Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik memastikan, Pemilu 2024 akan digelar sesuai jadwal. Pasalnya, tahapan pemilu sudah dimulai sejak 14 Juni 2022 dan kini sedang memasuki tahap pemutakhiran data daftar pemilik tetap (DPT).

Idham menegaskan, pemungutan suara akan dilakukan serentak pada 14 Februari 2024. Kepastian jadwal tersebut sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“Demokrasi kita demokrasi konstitusional, UUD menjadi arah dalam demokrasi. Jadi, penundaan pemilu itu hanya isu liar,” ujar Idham dalam diskusi dublik yang diinisiasi Lembaga Survei KedaiKOPI bertajuk OTW 2024: Setahun Jelang Pemilu, Mata Rakyat Tertuju ke KPU dan Bawaslu, di Jakarta, Minggu (19/2/2024).

Ia menjelaskan, KPU sudah melakukan tahapan demi tahapan menuju Pemilu 2024 dengan lancar. Dengan demikian, kata dia, secara aturan dan fakta obyektif, Pemilu 2024 tidak mungkin ditunda.

“Karena perintah UU, pemilu kita tinggal setahun kurang menuju hari H. Artinya sudah di depan. Tahapan ini on the track,” katanya.

Idham menyatakan, sistem Pemilu 2024 akan menerapkan proporsional terbuka. Hal itu sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kami tegaskan, sistem pemilu proporsional terbuka itu sesuai dengan aturan yang berlaku. Pasal 168 tentang sistem legislatif terbuka,” katanya.

Kendati demikian, kekhawatiran tentang penundaan pemilu masih kental dirasakan masyarakat. Pasalnya, para elite partai gencar mengembuskan isu tersebut secara masif dan sistematis.

“Wacana penundaan pemilu itu nyata dirasakan masyarakat. Kami mahasiswa pun merasakan kegelisahan itu. Kami berharap, KPU dan Bawaslu bisa memberikan keyakinan kepada kami dengan cara menjaga transparansi,” kata Ketua BEM Univeristas Indonesia, Melki Sedek.

Melki menuturkan, KPU dan Bawaslu, sebagai penyelenggara pemilu harus menjaga independensi. Menurut dia, beri penjelasan yang masuk akal dan sesuai aturan kepada masyarakat jika memang pemilu terpaksa ditunda.

“Masyarakat harus tahu kenapa harus ditunda, itu dijelaskan kepada publik. Karena masyarakat ingin pemimpin baru dengan langkah dan proses yang benar. Itu yang menjadi konsen dari kami sebagai mahasiswa,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua BEM UPN Veteran Jakarta, Rifqi Adyatma menegaskan, narasi penundaan pemilu hanya datang dari elite partai dan pihak tertentu termasuk segelintir pejabat negara. Menurut dia, hal tersebut sangat mencederai demokrasi.

“Bisa saja nanti, ada narasi sistemnya belum siap sehingga harus diundur pemilu. Ini yang menjadi siasat-siasat politis. Kecurigaan kami adalah ini nanti akan disiasati oleh perangkat pemilu. Maka dari itu, kami mengajak mahasiswa untuk mengawal kinerja KPU dan Bawaslu,” kata Rifqi.

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Rahmat Bagja menyatakan, penundaan pemilu hanya bisa terjadi jika terjadi perang dan bencana alam. “Saat pilkada saja terus berlangsung padahal negara sedang pandemi,” katanya.

Sepakat dengan mahasiswa, Rahmat meminta KPU berdiri tegak di tengah gempuran isu liar yang menggerogoti marwah demokrasi. “KPU dan Bawaslu harus diawasi, dikritik dan kami tidak masalah. Pemilu ditunda itu hanya hembusan isu dari pihak-pihak tertentu,” ucapnya.

Pengamat Politik, Siti Zuhro menilai, keresahan yang dirasakan mahasiswa timbul akibat perilaku elite partai dan pejabat negara yang terus mengembuskan isu tak bertanggungjawab. Menurut dia, KPU dan Bawaslu sudah bekerja sesuai aturan.

“Elite dan aktor penghambat proses demokrasi kita itu datang dari elite. Apa yang disampaikan mahasiswa itu benar, was-was kekhawatiran dari mahasiswa itu ada. Karena elite kita main-main. Melakukan wacana-wacana yang korelasinya negatif,” kata Siti Zuhro.

Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini menambahkan, komitmen dari para elite untuk menjaga demokrasi semakin memudar. Hal itu bertolak belakang dengan cita-cita reformasi 1998.

“Yang kami cermati hari ini, memudarnya komitmen elite kita terhadap demokrasi. Kita masih mendebatkan pemilu jadi atau tidak? Itu isu yang muncul dari elite, yang seharusnya memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa Pemilu 2024 digelar sesuai jadwal,” katanya.

Direktur Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo berharap, serial diskusi OTW 2024 dapat memberikan kesadaran kepada publik bahwa demokrasi adalah pesta dari dan untuk rakyat. Oleh karena itu, partisipasi publik dalam menjaga penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil menjadi sangat penting.

“Kita percaya, kinerja KPU dan Bawaslu harus terus dikawal demi menjaga marwah demokrasi. Dan pemilu harus membuat rakyat gembira,” kata Kunto.

Terlalu Dini Bila Dikatakan Data Ekstrapolasi Dapat Memprediksi Potensi Kemenangan Bakal Capres Satu Putaran

Jakarta, 23 Desember 2024. Beredar pemberitaan tentang prediksi potensi kemenangan salah satu Bakal Calon Presiden (Bacapres) satu putaran saja dalam Pemilu 2024. Prediksi potensi kemenangan ini dikabarkan menggunakan data ekstrapolasi. Apa sebenarnya data ekstrapolasi itu? Apa kelebihan dan kekurangannya? Apakah cukup kuat untuk memprediksi potensi kemenangan bakal calon Presiden? Ini penjelasan CEO Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo, Ph.D menjawab pertanyaan di atas.

Melakukan analisis lanjutan dari data deskriptif seperti elektabilitas presiden merupakan sebuah keharusan untuk mendapatkan wawasan lebih dalam tentang sesuatu. Misal melakukan penyaringan atau tabulasi silang antara elektabilitas presiden dan popularitas presiden untuk mengetahui seberapa efektif keterkenalan seseorang dikonversi menjadi suara.

Jika efektivitasnya rendah maka perlu dicari lagi dari data yang tersedia penjelasan atau potensi yang bisa mengerek efektivitas popularitas terhadap elektabilitas.

Selain itu tersedia juga alat analisis yang disebut sebagai ekstrapolasi yang secara sederhana berusaha untuk mengetahui yang tidak diketahui dari data yang kita ketahui. Contoh paling sederhana adalah menggunakan data elektabilitas yang ada dari beberapa survei di masa lampau untuk memprediksi elektabilitas setahun kedepan.

Harus dibedakan secara mendasar antara ekstrapolasi dan penyaringan data.

Ekstrapolasi menggunakan data historis untuk beberapa waktu kebelakang untuk memprediksi nilai di masa depan. Penyaringan di sisi lain melihat bagaimana nilai atau parameter pada sub-bagian populasi yang kita teliti.

Sebuah lembaga Survei seperti diberitakan oleh media online nasional, mengklaim melakukan ekstrapolasi, namun yang dilakukan hanyalah penyaringan data, tentu jauh dari prinsip transparan. Apalagi menggunakan hasil penyaringan data sebagai landasan prediksi yang jelas mengabaikan satu variabel penting dalam prediksi yaitu waktu.

Lembaga survei ini yang melakukan penyaringan hasil elektabilitas berdasarkan mereka (responden) yang mengenal 3 tokoh nasional yang akan bertarung di 2024. Metode penyaringan ini adalah wajar jika hasilnya diinterpretasikan sebagai efektivitas popularitas terhadap elektabilitas, dalam kata lain semakin banyak orang yang kenal yang juga memilih Tokoh tersebut.

Namun Lembaga survei tersebut secara semena-mena menginterpretasikan bahwa hasil elektabilitas dari penyaringan di atas memprediksi pemilu akan hanya berlangsung satu putaran dalam artian salah satu calon akan mendapatkan suara mayoritas atau diatas 50%. Tentu klaim ini sama sekali tidak berdasar baik secara metodologi maupun secara asumsi ilmu politik.

Secara metodologi telah dijabarkan bahwa penyaringan bukanlah ekstrapolasi sehingga hasilnya tidak bisa digunakan untuk memprediksi elektabilitas apalagi putaran pemilu nanti di 2024. Apalagi tingkat keterkenalan seseorang tidak statis sifatnya, sehingga tidak bisa dijadikan patokan untuk memprediksi sesuatu di masa depan. Secara ilmu politik tidak ada asumsi bahwa hanya mereka yang mengenal Tokoh yang akan bertarung di pemilu yang akan menjadi pemilih di pemilu.

Kemungkinan akan semakin banyak lagi warga yang mengenali Tokoh Bacapres, apalagi di masa Kampanye. Hal ini akan meruntuhkan asumsi bahwa elektabilitas Tokoh tertentu di 2024 akan ditentukan oleh keterkenalan tokoh-tokoh kuat hari ini.

Praktik penggunaan jargon teknis yang menyilaukan seperti ekstrapolasi untuk menyembunyikan kebenaran biasanya dilakukan oleh tukang sulap, apalagi ternyata klaim ekstrapolasi yang dijargonkan ternyata hanya penyaringan data belaka dengan mengabaikan variabel prediksi yang penting yaitu waktu. Praktik seperti ini harus menjadi bendera merah (red flag) untuk publik Ketika membaca Laporan ataupun hasil dari Lembaga survei yang juga besar dalam jargon, besar dalam klaim tapi miskin data dan metodologi statistik.

*