KedaiKOPI Ungkap Alasan Publik Setuju dan Tidak Setuju Soeharto Serta Gus Dur Jadi Pahlawan Nasional

KedaiKOPI Ungkap Alasan Publik Setuju dan Tidak Setuju Soeharto Serta Gus Dur Jadi Pahlawan Nasional

Hasil survei lengkap dapat diakses di sini

Tayangan ulang launching survei juga dapat diakses di sini

JAKARTA – Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) merilis hasil survei terbarunya mengenai persepsi publik terhadap wacana pengangkatan Presiden RI ke-2, Soeharto, dan Presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), sebagai Pahlawan Nasional. Survei dilaksanakan dengan metode CASI (Computer Assisted Self Interviewing) pada 5-7 November 2025 dengan melibatkan 1213 responden.

Founder Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio (Hensa) menjelaskan bahwa tujuan survei ini bukan hanya sekedar mengetahui besaran angka persepsi publik terhadap wacana pengangkatan Soeharto dan Gus Dur sebagai pahlawan nasional, namun juga mendapatkan gambaran publik terhadap alasan dibaliknya.

“Survei ini tidak hanya mengungkapkan berapa persen publik setuju atau tidak setuju, namun juga kami ingin menyampaikan alasan publik dibalik itu semua sehingga bisa juga menjadi pertimbangan pemerintah untuk pengangkatan kedua tokoh itu sebagai pahlawan nasional,” kata Hensa terkait dengan survei ini.

Persepsi Publik terhadap Wacana Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

Ada pun hasil survei KedaiKOPI menunjukkan 80,7 persen responden menyatakan mendukung Soeharto dijadikan Pahlawan Nasional.

Hensa menjelaskan alasan utama publik mendukung Soeharto adalah karena keberhasilannya dalam program swasembada pangan (78 persen) dan Pembangunan Indonesia (77,9 persen).

Selain itu, memori akan sekolah dan sembako murah (63,2 persen) serta stabilitas politik yang baik (59,1 persen) juga menjadi pertimbangan penting bagi responden yang mendukung.

“Yang terbanyak karena berhasil membawa Indonesia swasembada pangan, kemudian berhasil melakukan pembangunan di Indonesia, karena sekolah murah dan sembako murah, karena stabilitas politik yang baik, lainnya macam-macam ada perjuangan kemerdekaan dan militer,” kata Hensa.

Namun, Hensa menjelaskan, terdapat responden yang menolak pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional (15,7 persen).

Ia mengatakan, mayoritas yang tidak setuju pengangkatan Soeharto menjadi presiden karena adanya kasus korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) (88 persen), isu pembungkaman kebebasan berpendapat dan pers (82,7 persen), dan isu pelanggaran HAM (79,6 persen).

“Ini adalah poin krusial. Dukungan pada Soeharto didasarkan pada aspek pembangunan dan kesejahteraan ekonomi, namun penolakan didominasi oleh isu KKN, pelanggaran HAM, dan kebebasan sipil. Ini adalah hal yang harus dipertimbangkan oleh Dewan Gelar,” jelas Hensa.

“Jadi kita tidak bisa menyampingkan faktor kenapa ada masyarakat yang tidak mendukung Pak Harto sebagai pahlawan nasional. Dan memang dari alasan-alasan mereka, ini adalah alasan-alasan yang sangat krusial dan penting bagi sejarah Indonesia, dan ini harusnya juga bisa menjadi pertimbangan dari pemerintah dalam kemudian memutuskan nantinya,” kata Hensa.

Persepsi Publik terhadap Wacana Gus Dur Jadi Pahlawan Nasional

Sementara itu, Hensa menjelaskan dukungan untuk Gus Dur juga mencapai angka mayoritas yang tinggi, yakni 78 persen responden menyatakan mendukung beliau menjadi Pahlawan Nasional.

Alasan utama dukungan untuk Gus Dur adalah karena berhasil mengawal toleransi dan demokrasi Indonesia (89,1 persen). Ada pun alasan lainnya adalah karena menjadi presiden yang sederhana (57,1 persen), diplomasi Gus Dur (38,2 persen), dan kinerjanya saat menjadi presiden dirayakan.

“Mayoritas mendukung Abdurrahman Wahid sebagai pahlawan nasional karena berhasil mengawal toleransi dan demokrasi Indonesia, kemudian karena menjadi Presiden yang sederhana dan keluarganya tidak memanfaatkan jabatan, menjadi Presiden yang dihormati kepada negara lain dengan diplomasinya, kemudian kinerja saat menjadi Presiden dirayakan,” kata Hensa.

Namun, Hensa pun mengungkapkan alasan publik tidak mendukung Abdurrahman Wahid menjadi pahlawan nasional.

Berdasarkan hasil survei, publik menilai kinerja Gus Dur sebagai presiden tidak terasa (54,8 persen), karena belum waktunya masih ada tokoh lain yang seharusnya lebih dahulu menjadi pahlawan nasional (47,8 persen), dan hanya mewakili atau representasi kelompok tertentu (39,2 persen).

“Yang mendukung Gus Dur ini memang datang dari kelompok milenial dan gen-X yang memang merasakan sepak terjang Gus Dur sebagai Presiden maupun sebagai aktivis ataupun sebagai tokoh agama,” ujar Hensa.

Sumber Publik Peroleh Informasi Soeharto dan Gus Dur

Selain itu, survei KedaiKOPI mengungkapkan ada perbedaan publik dalam mendapatkan informasi tentang Soeharto dan Gus Dur.

Hensa mengatakan, mayoritas publik memperoleh informasi tentang Soeharto dari buku sejarah atau akademik (24,7 persen). Selain buku, publik juga mendapatkan informasi soal Soeharto dari kurikulum pendidikan formal (21,7 persen), cerita atau kesaksian langsung dari korban mau pun keluarga korban (19,6 persen), diskusi di media sosial atau internet (17,2 persen), dan media massa (16,8 persen).

“Memang sumber informasinya cukup beragam dari buku sejarah, pendidikan formal, atau cerita langsung, sementara tidak banyak yang mendapatkan informasi dari media massa soal Pak Harto,” kata Hensa.

Sementara itu, berbeda dengan Soeharto, survei mengungkapkan bahwa publik memperoleh informasi tentang Gus Dur mayoritas dari media massa (31,2 persen). Sumber lainnya, kata Hensa, adalah diskusi di media sosial atau internet (24,2 persen), buku sejarah atau akademik (17,8 persen), cerita atau kesaksian langsung dari korban mau pun keluarga korban (15,2 persen), dan kurikulum pendidikan formal (11,6 persen).

“Jadi kalau Pak Harto itu lebih di dalam buku sejarah atau akademik, kurikulum pendidikan formal, tapi kalau untuk Pak Gus Dur paling banyak informasinya didapat dari media massa atau berita mainstream,” kata Hensa.

Kesimpulan

Berdasarkan temuan survei KedaiKOPI tersebut, Hensa berharap bahwa publik bisa menemukan alasan-alasan terkait setuju atau tidak setujunya kedua tokoh tersebut diangkat sebagai pahlawan nasional.

Selain itu, Hensa berharap Presiden Prabowo Subianto juga menyikapi pendapat-pendapat publik baik pro mau pun kontra terkait pengangkatan Soeharto dan Gus Dur sebagai pahlawan nasional.

“Jadi jangan hanya dilihat hanya angkanya saja, tapi juga dilihat kenapa mereka tidak setuju, sebab hal-hal ini merupakan sebuah poin-poin penting sekali untuk dipertimbangkan dan dipertimbangkan, serta dipertimbangkan lagi,” kata Hensa.

“KedaiKOPI di sini menyajikan data, silahkan didiskusikan dan apa pun yang hadir di sini memang dari opini pendapat masyarakat yang tentu saja tidak sempurna, tapi setidaknya kami menyajikan opini yang terjadi atau yang ada di masyarakat,” pungkasnya.(*)

Facebook
WhatsApp
X
Telegram

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *