Jika menelusuri dari sejarahnya, metode dari strategi microtargeting telah digunakan sejak tahun 1992 di California. Namun istilah microtargeting itu sendiri baru muncul di tahun 2002 oleh seorang konsultan politik Amerika Serikat Alexander P. Gage. Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Balazs Bodo, Natali Helberger, dan Claes H. de Vreese, political microtargeting merupakan penggunaan cara yang berbeda dalam komunikasi untuk membangun hubungan antara kandidat dengan target pemilih.
Jika dilihat dari kampanye politik pada umumnya, strategi ini menggunakan alat-alat dan metode yang khusus. Kampanye dengan menggunakan strategi microtargeting ini dilakukan dengan cara mengirim surat, surel, telepon, hingga media sosial para pemilih secara langsung. Kandidat akan lebih terbantu dan fokus dalam memberi perhatian pada isu-isu yang mendapat sorotan khusus para target pemilih.
Pesan yang dikirimkan di dalam kampanye tersebut menyesuaikan dengan kelompok atau individu dari keseluruhan pemilih (tailored message). Ini dapat meningkatkan peluang kandidat untuk menang dengan menarik perhatian dari target pemilih. Hal ini dianggap lebih efektif dibandingkan dengan kampanye secara umum yang pesannya tidak tertarget.
Untuk melaksanakan strategi microtargeting, dilakukan sebuah penambangan data (data mining). Data mining ini dilakukan karena kandidat membutuhkan informasi tentang preferensi politik para target pemilih. Sebelumnya, informasi tersebut hanya dapat diperoleh melalui polling opini. Data mining ini akan membuat pesan yang diarahkan akan lebih akurat karena langsung manargetkan pada pemilih tiap individu secara pribadi.
Penggunaan data untuk political microtargeting mirip dengan perusahaan-perusahaan keuangan yang melacak pengeluaran konsumen mereka. Data untuk microtargeting seperti ini dapat diperoleh dari perusahaan penyedia big data.