Jakarta, 25 Juni 2018-Pembatasan agama di seluruh dunia dewasa ini terus meningkat hingga pada tahun 2016 berdasarkan laporan dari penelitian yang dilakukan oleh Pew Research Center’s ninth annual study of global restrictions on religion. Pembatasan agama ini dilihat melalui dua indikator, yakni pembatasan dari pemerintah dan perselisihan sosial–baik oleh individu, maupun kelompok organisasi di masyarakat–yang dilihat terhadap 198 negara. Pembatasan pemerintah itu sendiri mengalami peningkatan dari 25% menjadi 28%. Pembatasan tersebut dapat berupa hukum dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah bersifat menekan suatu agama tertentu. Sementara perselisihan sosial tidak mengalami peningkatan yakni tetap berada di posisi 27%. Secara keseluruhan, sekitar 83 negara (42%) memiliki pembatasan agama dengan tingkat yang cukup tinggi, yakin dengan jumlah 80 negara (40%) pada tahun 2015 dan 58 negara (29%) pada tahun 2007.
Pada dasarnya, pembatasan agama yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun kelompok dan individu memiliki tujuan untuk mengurangi imigrasi agama dan etnis minoritas, atau secara lebih tegas untuk menekan atau bahkan menghilangkan kelompok agama tertentu. Hal ini dilakukan dengan latar belakang untuk melindungi etnis atau agama dominan dari ancaman etnis atau agama pendatang tersebut. Agama yang sering kali menjadi target dalam hal ini adalah agama Islam. Selain Islam, agama lain yang kerap menjadi target adalah Yahudi dan Kristen.
Sekitar tiga perempat populasi di dunia (lebih dari 5 miliar) tersebar di 25 negara yang memiliki tingkat populasi yang tinggi. Di antara 25 negara tersebut, negara Mesir, Rusia, India, Indonesia, dan Turki memiliki peringkat yang cukup tinggi terhadap pembatasan agama tersebut baik dilihat dari indikator pembatasan agama maupun dari perselisihan sosial. Sedangkan negara yang memiliki peringkat cukup rendah adalah Jepang, Brazil, Filipina, Republik Kongo, dan Amerika Serikat.