Survei KedaiKOPI: Calon Luar Jawa Berpotensi, Calon Dari Jawa Mendominasi

Jakarta, 9 Februari 2022

Pemilu 2024 merupakan ajang yang hangat bagi para putra-putri terbaik bangsa untuk membuktikan dirinya mampu memimpin Indonesia. Lembaga Survei KedaiKOPI melakukan peluncuran survei “Peluang dari Luar Jawa” pada Rabu 9 Februari 2022 secara daring dan disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Total Politik dan Lembaga Survei KedaiKOPI. Salah satu temuan yang mengemuka dari hasil survei ini adalah kombinasi pasangan calon presiden dari Jawa dan wakil presiden dari luar Jawa paling banyak dilirik oleh pemilih dibandingkan dengan jika kedua pasangan calon berasal dari Jawa.

Direktur Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo, Ph.D. mengatakan bahwa “Survei Peluang dari Luar Jawa” adalah lanjutan dari survei yang diadakan oleh KedaiKOPI pada bulan November 2021 yang mendeteksi 61% pemilih ingin memilih calon presiden dari luar Jawa. “Ketika dipertajam melalui survei bulan Januari 2022, pemilih masih 50-50 menilai bahwa peluang capres dari luar Jawa besar, sedangkan 58,3% mengatakan calon dari luar Jawa berpeluang besar untuk menjadi wakil presiden, tutur Kunto dalam presentasi hasil surveinya.

Kunto mengatakan karena calon pemimpin dari luar Jawa didominasi oleh para gubernur maka Lembaga Survei KedaiKOPI mencoba menanyakan kinerja dari para gubernur yang berpotensi menjadi pemimpin Indonesia di 2024. “Kami menanyakan terkait kinerja gubernur, Gubernur NTB, Zulkieflimansyah dipersepsi sebagai gubernur di daerah Indonesia Timur yang paling memiliki kinerja baik, mulai dari penanganan COVID-19, pengentasan kemiskinan, pendidikan, dan keamanan. Sedangkan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi merupakan Gubernur di daerah Indonesia Barat non Pulau Jawa yang dipersepsi punya kinerja yang bagus. Di Pulau Jawa, Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta unggul dalam kinerjanya untuk menangani COVID-19, transportasi umum, pendidikan, dan kesehatan. Sedangkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, pada survei yang dilakukan sebelum terjadinya peristiwa “wadas melawan”, dianggap berkinerja baik dalam mengentaskan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, keamanan, dan pencegahan dan pemberantasan korupsi.”

Menegaskan mengenai elektabilitas capres berdasarkan kelompok gubernur, Kunto menjelaskan bahwa Zulkieflimansyah sebagai salah satu calon potensial yang berasal dari luar Jawa juga unggul di wilayah Indonesia Timur dengan elektabilitas 42,6%. Sedangkan dari wilayah barat non-Jawa nama Edy Rahmayadi mengantongi elektabilitas tertinggi dengan 35,5%. Dan di antara Gubernur di Pulau Jawa, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membukukan elektabilitas 39,2% disusul dengan Anies Baswedan dengan elektabilitas 33,9%.

Dirinya menambahkan, data dari survei menggambarkan kombinasi capres dari Jawa dan cawapres dari luar Jawa akan lebih banyak didukung oleh pemilih dengan beragam alasan. “Alasan responden dalam memilih kombinasi tersebut adalah pemerataan pembangunan, keseimbangan kekuasaan, dan memberi kesempatan bagi mereka yang di luar Jawa. Namun kombinasi pasangan dengan capres dari luar Jawa cenderung lebih sedikit didukung oleh pemilih dibandingkan dengan pasangan yang memiliki capres dari Jawa.”

Berbicara mengenai media sosial, Kunto menyebutkan dari temuan survei sebanyak 80.7% responden menyatakan bahwa kepala daerah harus memiliki akun media sosial namun pada kenyataannya lebih dari 80% responden menyatakan bahwa mereka tidak mengikuti akun media sosial kepala daerah manapun.

Terkait seberapa penting calon pemimpin memanfaatkan media sosial, selebriti Ronal Surapradja mengatakan, “Masyarakat secara umum akan cenderung “membeli” konten media sosial para politisi yang tentunya menggambarkan semua sisi positif kehidupannya saja. Dirinya juga memberi saran bagi para capres – cawapres bagaimana seharusnya menggunakan media sosial, “Don’t use social media to impress people, but to impact people, karena belum tentu mereka yang follow, like, dan comment akan memilih saat pemilihan nanti.”.

Pernyataan Ronal seakan diamini oleh hasil penelitian disertasi Analis Komunikasi Politik, Hendri Satrio (Hensat). Hensat menegaskan bahwa popularitas di media sosial tidak akan mempengaruhi angka elektabilitas. “Media sosial itu bukanlah wadah yang tepat untuk menaikkan elektabilitas melainkan hanya dapat meningkatkan popularitas.”

Bagi pendakwah, Akmal Sjafril, media sosial selain dapat membuat seseorang menjadi populer, namun juga memilki dampak negatif yaitu “onar”. Dirinya mengatakan “dari perspektif Islam, pemimpin yang baik adalah yang dicintai oleh rakyatnya dan pemimpin juga mencintai rakyatnya. Dan bagaimana pemimpin bisa dicintai oleh rakyatnya? yaitu dengan cara dikenal. Di sini lah salah satu fungsi positif media sosial, yakni untuk mengenalkan.”

Survei Peluang dari Luar Jawa, diselenggarakan pada tanggal 17 – 24 Januari 2022 dengan metode survei Face to Face Interview (Computer Assisted Personal Interviewing), kepada 1201 responden yang berada di 34 provinsi dengan Error Sampling sebesar ± 2.83% pada pada interval kepercayaan 95.0%. *

Narahubung: Kunto Adi Wibowo, Ph.D. (0821-1665-7021)

Unduh hasil survei selengkapnya dengan klik pranala berikut ini:

Laporan Survei Peluang dari Luar Jawa