Memahami Metode Konversi Suara Undang-Undang Pemilu

Salah satu isu yang penting namun “terkalahkan” oleh polemik ambang batas pencalonan presiden dalam pembahasan rancangan undang-undang pemilihan umum akhir Juli 2017 lalu adalah terkait metode konversi suara.

Mengapa hal ini penting? Karena metode konversi suara adalah variabel utama dari sistem pemilu yang kita pilih. Jantung dari sistem pemilu ada pada metode konversi suara ini.

Metode penghitungan suara adalah cara mengkonversi suara menjadi kursi. Metode ini berpengaruh setidaknya pada tiga hal, yakni sistem kepartaian, derajat proporsionalitas, dan jumlah perolehan kursi.

Jika dilihat perbincangannya, metode konversi memang terkait hal teknis cara menghitung. Namun, di balik hitung-hitungan teknis matematis, ternyata akan menentukan nasib partai politik sebagai peserta pemilu legislatif dan sebagai institusi demokrasi itu sendiri.

Dalam konteks pemilu, dikenal dua metode konversi suara. Pilihan ke dalam dua metode ini didasarkan pada sistem pemilu apa yang kita pilih. Dalam sistem pemilu yang mayoritarian atau mayoritas, dikenal metode mayoritas mutlak dan mayoritas pluralis.

Ini metode sederhana karena sistem ini memungkinkan pemenang merebut semua kursi yang ada (the winners takes all). Sistem ini memungkinkan kandidat yang memperoleh suara terbanyak dapat menguasai atau mengontrol sebagian besar kursi dalam parlemen dan pemerintahan.

Namun, sistem ini memiliki beberapa kelemahan, yakni kecenderungan kaum mayoritas yang akan memenangkan kontestasi. Sementara kaum minoritas sulit memenangkan perwakilannya. Sistem ini dikenal juga dengan nama sistem distrik.

Sementara Indonesia sendiri menggunakan sistem pemilu proporsional. Salah satu alasan terbesarnya adalah karena pluralitas di Indonesia membutuhkan satu sistem yang memungkinkan semua pihak berkesempatan yang sama meraih posisi di sistem politik kita.

Dalam sistem pemilu proporsional dikenal dua metode konversi suara. Keduanya adalah Kuota dan Divisor. Metode Kuota dibagi lagi dalam dua cara, yakni Kuota Hare dan Kuota Droop. Kuota Hare dipahami sebagai sistem konversi suara menjadi kursi yang tidak asing bagi kita karena sudah digunakan dari pemilu ke pemilu.

Metode Kuota Hare ditemukan oleh Sir Thomas Hare (1806-1891), seorang ahli hukum Inggris Raya. Tujuan Hare adalah sistem pemilihan yang dapat menciptakan hasil yang proporsional bagi setiap kalangan. Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) menjadi kata kunci dalam metode Kuota Hare.

BPP sendiri diperoleh dari membagi jumlah suara sah di suatu daerah pemilihan (dapil) dengan jumlah kursi yang diperebutkan di dapil tersebut. Hasil dari penghitungan itu disebut sebagai BPP atau harga kursi di dapil itu. Penentuan siapa yang mendapat kursi tergantung seberapa besar perolehan suara partai politik terhadap BPP.

Dalam undang-undang pemilu yang digunakan di pemilu 2014 dan sebelumnya, jika sudah tidak ada suara partai mencapai BPP atau setelah dikenakan BPP di tahap pertama, masih ada sisa kursi yang diperebutkan di tahap kedua, maka suara partai politik yang terbesar dipastikan meraih kursi yang ada.

Dalam kasus ini, metode konversi suara Kuota Hare cenderung dinilai kurang dalam hal derajat proporsionalnya. Lihat saja dalam simulasi, Partai F yang meraih suara hampir tiga kali lipat dari Partai B, dan nilainya 143 persen dari BPP, meraih jumlah kursi yang sama dengan Partai B.

Padahal suara Partai B hanya sepertiga dari suara Partai F. Artinya untuk mendapatkan 1 kursi, Partai F harus mengeluarkan modal 143 persen dari BPP, sedangkan Partai B cukup 44 persen dari BPP dan sama-sama mendapatkan 1 kursi seperti Partai F.

Dari situasi ini ada “diskon” 56 persen bagi Partai B untuk mendapatkan 1 kursi dari BPP. Faktor inilah yang kemudian dilihat metode kuota “kurang adil” dan proporsional dalam menentukan kursi dari perolehan suara partai.

Derajat proporsionalnya masih dianggap belum kuat. Alasan memperkuat derajat proporsionalitas inilah sehingga kemudian dalam Undang-Undang Pemilu yang disahkan pada 20 Juli 2017 cenderung memilih metode divisor. Metode ini dinilai memiliki derajat proporsionalitas yang lebih kuat dibandingkan metode kuota.

Metode Divisor
—————

Metode divisor melakukan konversi suara menjadi kursi dengan cara membagi perolehan suara masing-masing partai politik dengan angka-angka tertentu. Hasil pembagian dari angka-angka tersebut kemudian dirangking, dari yang angka terbesar sampai terkecil sesuai dengan jumlah kursi yang diperebutkan dalam dapil tersebut.

Angka rangking pertama mendapatkan kursi pertama, angka rangking kedua mendapatkan kursi kedua, angka rangking ketiga mendapatkan kursi ketiga, dan seterusnya, sesuai jumlah kursi yg tersedia. Angka-angka yang dipakai patokan untuk membagi suara tersebut terbagi dalam tiga jenis, yakni Divisor d’Hond (1/2/3/4,5,…), Divisor Sainte Lague (1/3/5/7,9,..), dan Divisor Sainte Lague Modifikasi (1,4/3/5/7,..).

Undang-Undang Pemilu yang baru disahkan 20 Juli lalu memilih angka pembagi 1,3,5,7 atau Divisor Sainte Lague. Nama Sainte-Lague diambil dari nama ahli matematika Perancis Andre Sainte-Lague yang memperkenalkannya dalam artikel yang ditulis tahun 1910. Jika pada metode kuota diperlukan bilangan pembagi pemilih, di metode divisor tidak diperlukan BPP karena angka pembaginya sudah ditentukan sejak awal.

Untuk menggunakan metode Divisor Sainte Lague, langkah pertama adalah membagi semua perolehan suara partai dengan angka pembagi pertama (1), kemudian dilanjutkan dengan membaginya dengan angka pembagi kedua (3) dan seterusnya, disesuaikan dengan jumlah kursi yang diperebutkan di dapil tersebut.

Hasil pembagian dari angka pembagi pertama dan seterusnya kemudian dirangking. Rangking pertama meraih kursi pertama, rangking kedua peraih kursi kedua, dan seterusnya sampai jumlah kursi yang terakhir di dapil tersebut habis.

Jika kita simulasikan pada contoh kasus yang sama yang sebelumnya diperhitungkan dengan metode kuota, terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Partai F sebagai partai yang meraih suara terbanyak di dapil tersebut mendapatkan dua kursi dengan metode sainte lague. Padahal di metode kuota, partai ini hanya meraih 1 kursi.

Sementara Partai B yang sebelumnya di penghitungan metode kuota mendapatkan satu kursi, dengan Sainte Lague, partai ini gagal mendapatkan kursi. Dari dua metode penghitungan konversi suara menjadi kursi ini terlihat metode Sainte Lague memiliki derajat proporsionalitas lebih tinggi dibandingkan metode kuota.

Dalam rilisnya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebutkan, metode divisor lebih menjamin kesetaraan antara persentase perolehan suara dan persentase perolehan kursi. Dengan demikian, lebih ada kesetaraan atau proporsionalitas bagi parpol.

Perludem tidak melihat metode ini dalam konteks soal menguntungkan partai besar atau merugikan partai kecil, namun menghitung menggunakan rumus agar sesuai dengan asas pemilu yang dianut, yakni adil dan demokratis.

Lebih penting juga metode konversi suara ini tentu akan menjadi indikator sejauh mana partai-partai besar dan tentu partai partai menengah dan sekaligus partai-partai baru berhitung di dapil mana mereka akan bisa bermain dan berpeluang mendapatkan kursi.

Tentu saja dengan penghitungan kursi yang habis di tingkat dapil, tidak menjamin sebuah partai besar menguasai di satu dapil tertentu, bahkan bisa sebaliknya. Partai yang kuat di suatu dapil berpeluang memenangi banyak kursi di dapil tersebut, meskipun secara nasional partai tersebut tidak termasuk partai besar.

 

Sumber: https://kompas.id/baca/riset/2017/07/31/memahami-metode-konversi-suara-undang-undang-pemilu/

TGB: Konstelasi Ekonomi Lebih Positif Jika Pusat Pemerintahan Dipindah

Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), TGH Muhammad Zainul Majdi menilai pemindahan pusat pemerintahan dari ibukota DKI Jakarta akan mengubah kondisi konstelasi ekonomi secara drastis.

Perubahan tersebut mencakup interkoneksi transportasi khususnya angkutan udara, sistem perbankan, dan efisiensi kerja aparatur negara.

“Efisiensi kerja yang saya maksudkan adalah menjadi fokus mengurus urusan dinasnya saja,” jelas gubernur yang biasa dipanggil TGB (Tuan Guru Bajang) ini ketika dihubungi dari Mataram.

TGB juga melihat, dampak perubahan lainnya adalah interkoneksi logistik nasional, seperti angkutan udara.

Saat ini misalnya, rute angkutan udara terkonsentrasi di DKI Jakarta, sehingga masyarakat Indonesia Tengah maupun Timur yang ingin berpergian ke kota-kota di Sumatera atau Kalimantan harus transit dulu ke Jakarta.

“Misalnya jadi pindah ke Kalimantan, kan inerkoneksinya harus diubah sebab bila tidak ini memakan waktu yang lama. Bayangkan saat ini penduduk NTB harus transit di Jakarta 3-4 jam baru bisa terbang ke Kalimantan. Jika berangkat pagi lalu ada delay, maka tiba di Kalimantan bisa sore. Ini memakan waktu satu hari sudah namanya. Demikian juga penduduk dari kota-kota di Sumatera harus transit dulu di Jakarta untuk bisa terbang ke Indonesia Tengah dan Timur,” urai TGB.

Dengan adanya pemindahan pusat pemerintahan, rute penerbangan diyakini TGB akan otomatis bisa berubah. Masyarakat bisa memiliki alternatif rute penerbangan apakah transit terlebih dahulu di kota pusat pemerintahan atau transit di kota pusat bisnis DKI Jakarta.

“Paling tidak ini akan membuat perekonomian semakin dinamis dan aktif,” jelas dia.

Hal lainnya yang bisa berdampak adalah perubahan sistem perbankan. Jika selama ini kantor pusat bank-bank berada di DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara, maka terbuka kemungkinan perpindahan beberapa kantor pusat bank ke Kalimantan. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan bank-bank pembangunan daerah di Kalimantan bisa semakin berkembang.

“Dana pihak ketiga perbankan juga bisa semakin tersebar, tidak terkonsentrasi di DKI Jakarta saja. Penyaluran kredit di kota-kota sekitar pusat pemerintahan juga akan berkembang,” kata TGB.

Di luar hal-hal tersebut, TGB menilai wacana pemindahan pusat pemerintahan harus dikaji secara mendalam, termasuk sejauh mana dampaknya bagi perekonomian di Indonesia Tengah dan Timur.

“Apakah bisa turut menggerakkan perekonomian di Indonesia Tengah dan Timur atau tidak. Saya sangat berharap ini bisa turut menggerakkan perekonomian di Indonesia Tengah dan Timur, termasuk Nusa Tenggara Barat. Aspek ini yang sangat penting,” tambah TGB.[wid]

 

Sumber: http://politik.rmol.co/read/2017/07/24/300190/TGB:-Konstelasi-Ekonomi-Lebih-Positif-Jika-Pusat-Pemerintahan-Dipindah-

Heru Budi Hartono Jadi Kepala Setpres, Begini Perjalanan Karirnya

Heru Budi Hartono akan dilantik menjadi Kepala Sekretariat Presiden yang baru, hari ini, Kamis, 20 Juli 2017. Dia menggantikan posisi Dharmansjah Djumala yang kini menjadi Duta Besar RI di Wina, Austria.

Heru membantah bila penunjukkan dirinya sebagai Kepala Setpres karena kedekatannya dengan Presiden Joko Widodo. Ia mengaku mendaftar sendiri lowongan posisi tersebut melalui internet, tak ada arahan dari Presiden Jokowi yang dulu pernah menjadi atasannya kala menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Selanjutnya, ia mengikuti serangkaian proses secara resmi. Dia mengaku telah menjalani proses seleksi sejak dua bulan lalu. “Saya mau coba berkarir di tempat lain saja,” ujarnya, Rabu, 19 Juli 2017.

Heru Budi merupakan pegawai pemerintah provinsi DKI Jakarta. Pria kelahiran Medan, 13 Desember 1965 ini menjabat sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah (BPKAD) DKI.

Heru memiliki pengalaman di birokrasi selama 24 tahun. Ia mengawali karirnya sebagai Staf Khusus Wali Kota Jakarta Utara pada 1993. Dua tahun berikutnya, Heru menjadi Staf Bagian Penyusunan Program Kota Jakarta Utara.

Heru kemudian ditunjuk menjadi Kepala Sub Bagian Pengendalian Pelaporan Kota Jakarta Utara pada 1999. Pada 2002, dia dipindahkan menjadi Kepala Sub Bagian Sarana dan Prasarana Kota Jakarta Utara.

Karirnya di Jakarta Utara berlanjut hingga 2008. Dalam periode tersebut dia menjabat Kepala Bagian Umum sebelum menjadi Kepala Bagian Prasarana dan Sarana Perkotaan.

Pada 2013, Heru berpindah ke Balai Kota. Dia ditunjuk menjadi Kepala Biro Kepala Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri (KDH dan KLN) Provinsi DKI Jakarta.

Setahun berikutnya, alumnus Universitas Krisna Dwipayana itu dilantik Gubernur DKI Joko Widodo menjadi Wali Kota Jakarta Utara. Heru bertugas selama setahun sebelum kembali ke Balai Kota sebagai Kepala BPKAD.

Heru Budi Hartono sempat digandeng Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk menjadi calon wakil Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2017. Saat itu keduanya berencana maju lewat jalur independen. Namun, dalam perjalanan selanjutnya, Ahok memutuskan maju bersama Djarot Syaiful Hidayat dengan dukungan partai politik.

 

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/news/2017/07/20/078892883/heru-budi-hartono-jadi-kepala-setpres-begini-perjalanan-karirnya?BeritaUtama&campaign=BeritaUtama_Click_2

Anggota DPR dukung pemerintah bersihkan dunia maya

“… mendukung langkah pemerintah mengambil tindakan tegas membersihkan dunia maya dari konten radikalisme dan terorisme…

Jakarta (ANTARA News) – Wakil Ketua Komisi I DPR, Meutha Hafid, mendukung pemerintah membersihkan dunia maya dari berbagai konten berbau berita dan informasi bohong dan penyebaran berbagai bentuk radikalisme di sejumlah media sosial.

“Kami mendukung langkah pemerintah mengambil tindakan tegas membersihkan dunia maya dari konten radikalisme dan terorisme,” kata dia, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.

Untuk itu, ujar dia, berbagai perusahaan media sosial juga seharusnya kooperatif dan mendukung langkah pemerintah dalam menangkal berbagai berita yang menyesatkan di masyarakat.

Apalagi terorisme semakin mengancam dan membahayakan seluruh orang, serta perekrutan kerap dilakukan melalui media sosial dan berbagai berita menyesatkan.

Politikus Partai Golkar itu menegaskan, masyarakat seharusnya mendapatkan informasi yang benar dan bukan informasi yang provokatif.

Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga diharapkan dapat membuat program literasi media agar masyarakat memahami sumber berita yang jelas validitasnya.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR, Sukamta, menegaskan, penting sekali ada regulasi pemerintah yang spesifik mengenai pemblokiran situs atau aplikasi berbasis elektronik.

Pemerintah, kata dia, sebaiknya menempuh pembinaan mengingat cara kerja pemblokiran belum jelas dan baku. 

Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu mengemukakan, pemblokiran bisa menjadi jalan terakhir setelah pembinaan dan peringatan sudah dilakukan tapi ternyata tidak membawa hasil.

“Pemerintah kan sudah mengamati lama dan kita kan negara yang mementingkan keamanan negara, keamanan masyarakat,” kata Presiden Jokowi, kepada wartawan usai memberikan kuliah umum, di Akademi Bela Negara Partai NasDem, di Jakarta, Minggu (16/7).

Jokowi menyebutkan di media sosial itu ditemukan ribuan yang dikategorikan dapat mengganggu keamanan negara dan keamanan masyarakat.

Sebelumnya Pemerintah Indonesia terhitung mulai Jumat (14/7) resmi memblokir layanan percakapan instan Telegram dengan alasan Telegram “dapat membahayakan keamanan negara karena tidak menyediakan SOP dalam penanganan kasus terorisme”.

 

Sumber: http://www.antaranews.com/berita/640739/anggota-dpr-dukung-pemerintah-bersihkan-dunia-maya

Demi 2 Periode, Jokowi Harus Rombak Tim Ekonomi

Saat ini menjadi momen paling tepat bagi Presiden Joko Widodo untuk melakukan perombakan kabinet atau reshuffle. Alasannya, demi mencapai kepuasan publik atas kinerja Jokowi, sehingga bisa mulus melaju di Pilpres 2019.

 

“Alasannya satu saja, demi dua periode. Jadi ini seperti pembentukan tim sukses pamungkas,” ujar pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (12/7).

Hendri menjelaskan bahwa ada dua tugas utama yang harus diemban oleh menteri-menteri hasil reshuffle. Pertama, mengembalikan citra presiden yang saat ini diçitrakan tergerus hebat pasca Pilkada Jakarta.

 

“Sementara tugas kedua adalah mempercepàt terwujudnya janji-janji kampanye,” lanjut founder Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) itu.

 

Lebih lanjut, Hendri mengatakan bahwa tim ekonomi harus menjadi fokus pembenahan Jokowi dalam perombakan kali ini. Kata dia, pujian presiden terhadap tim ekonomi saat jelang Lebaran lalu bukan berarti tim ekonomi aman dari perombakan.

 

“Tim ekonomi tetap menjadi perhatian utama presiden. Sebab bagi presiden, perut rakyat adalah yang utama. Oleh karena itu, sangat mungkin semua menteri yang berada di sektor ekonomi dievaluasi,” jelasnya.

 

Tidak hanya itu, sektor hukum, persatuan rakyat, dan toleransi juga akan jadi bagian dari kelompok menteri yang akan turut dievaluasi. Termasuk, pejabat setingkat menteri seperti Kepala Staf Kepresidenan

“Tapi secara garis besar semua menteri berpeluang diganti. Kemungkinan ada 7 sampai 9 posisi yang dirombak,” pungkas Hendri.

 

Sumber: http://politik.rmol.co/read/2017/07/12/298751/Demi-2-Periode,-Jokowi-Harus-Rombak-Tim-Ekonomi-

400 Dosen UGM Tolak Hak Angket ke KPK

Para dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ramai-ramai menolak hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat ini sudah dikonsolidasikan, semua dosen universitas ini menolak. UGM akan mendeklarasikan gerakan kampus berintegritas, 17 Juli 2017.

“Saya mendukung apa yang dilakukan oleh para dosen di UGM (menolak hak angket KPK),” kata Panut Mulyono, Rektor UGM, di Balairung, Senin, 10 Juli 2017.

Sedikitnya sudah ada 400-an dosen secara tertulis menyatakan penolakan itu. Konsolidasi terus berlanjut hingga ada seribuan dosen yang menyatakan sikap penolakan terhadap angket ke KPK.

Sigit Riyanto, Dekan Fakultas Hukum UGM, menyatakan saat ini sudah dikonsolidasikan soal penolakan ini. Proses mengumpulkan dukungan hingga saat ini masih berlangsung. 

Menurut dia, karena panitia khusus hak angket KPK saat ini sudah bergerilya, para dosen dan guru besar mencermati dan akan menganalisis substansinya. Analisis dilakukan dengan meminta pendapat ahli dari UGM sampai dengan 16 Juli 2017. UGM, kata dia, dengan gerakan seperti ini menunjukkan keberpihakan kepada gerakan anti-korupsi.  

Kunjungan ke  koruptor di penjara secara sosial, dan hubungan kemanusiaan  wajar dan tidak ad masalah. Tetapi, kata Sigit Riyanto, kalau itu dimaknai sebagai sebuah tindakan politik dan bernuansa politis dan akan menjadi bahan keputusan politik harus disikapi dengan kritis. 

Menurut dia, banyak fakta pansus ini secara legal maupun moral tidak memiliki legitimasi. Itu juga menjadi sikap dari UGM. Universitas ini ingin menempatkan pada gerakan yang lebih luas, yaitu UGM yang berintegritas. 

“Bahwa pemberantasan korupsi, pembangunan integritas itu sebagai proses yang berkelanjutan dan ini merupakan gerakan awal dan kemudian menemukan momentum adanya gerakan angket itu,” kata dia.

Mantan, rektor UGM, Dwikorita Karnawati menyatakan, meskipun dia adalah lulusan Teknik Geologi yang bukan pakar hukum, apapun bidang yang digeluti oleh para dosen dan guru besar mereka punya nurani.  “Sehingga kami bertekad untuk peduli terhadap upaya untuk memegang teguh integritas, antara lain untuk gerakan anti korupsi,” kata perempuan berhijab itu.

Koenjtoro, guru besar Fakultas Psikologi UGM, menyatakan, kepedulian para dosen terhadap pemberantasan korupsi sangat dibutuhkan. Sebab korupsi akan mempengaruhi dunia pendidikan. “Korupsi melemahkan kualitas pendidikan,” kata dia.

KOentjoro mengatakan pernyataan sikap ini bukan membabi buta. Yag dilihat saat ini adalah pelemahan KPK, bukan justru memperkuat. Bahkan hak angket itu tidak tahu sasarannya. 

“Ada yang mengatakan, ketua KPK diganti, mengunjungi koruptor di penjara Sukuamiskin. Kok yang sudah inkrah diobrak-abrik sehingga tidak jelas tujuan mereka (pansus),” kata dia.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM Hifdzil Alim menyatakan, kunjungan panitia khusus ke koruptor di Sukamiskin merupakan cara gila dan aneh untuk ukuran angket atau penyelidikan.
“Bagaimana mungkin ingin mendapatkan informasi dari seorang terpidana korupsi untuk angket demi menguatkan KPK? Tentu jawaban terpidana korupsi akan semakin melemahkan posisi KPK, bukan menguatkan KPK,” kata dia.

Sampai saat ini, kata Hifdzil, pansus hak angket juga tak mengupdate apa informasi yang peroleh dari Sukamiskin. Ini menandakan bahwa pansus tidak punya desain untuk menguatkan KPK. Sebelumnya, Wakil Ketua Pansus Hak Angket, Risa Mariska, mengatakan pihaknya siap menerima kritik yang mungkin muncul dari masyarakat.

 

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/news/2017/07/10/078890125/400-dosen-ugm-tolak-hak-angket-ke-kpk

Pelapor Kaesang Ternyata Berstatus Tersangka Kasus Hate Speech

Pria yang melaporkan putra buingsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, atas dugaan penodaan agama dan ujaran kebencian ternyata berstatus tersangka kasus hate speech. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, pria bernama Muhammad Hidayat ini merupakan tersangka kasus serupa.

“Ya informasinya seperti itu. Dia pernah dilaporkan terkait ujaran kebencian.,” kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Rabu, 5 Juli 2017.

Argo menuturkan, meski Hidayat tersangka ia tetap bisa melaporkan seseorang. Ditanya soal stastus dia yang tak ditahan, Argo menyatakan, Hidayat memang sempat ditahan namun kini telah ditangguhkan. “Sebenarnya ditahan. Cuma ditangguhkan, tapi proses perkaranya masih berlanjut,” katanya.

Kaesang dilaporkan oleh warga Bekasi bernama Muhammad Hidayat ke Polres Bekasi Kota, Ahad, 2 Juli 2017. Dalam laporan itu Kaesang dinilai telah mengunggah video dengan penodaan agama dan ujaran kebencian.

Dalam salinan laporan bernomor LP/1049/K/VI/2017/Restro Bekasi Kota ini pelapor menuding Kaesang melakukan hate speech dalam videonya dengan kata-kata ‘mengadu-adu domba dan mengkafir-kafirkan’, ‘enggak mau mengikatkan padahal sesama muslim karena perbedaan dalam memilih pemimpin’, ‘Apaan coba? Dasar ndeso’.

Kaesang Pangarep, anak bungsu Jokowi memang diketahui memiliki channel youtube bernama Kaesang. Kaesanv kerap mengunggah vlognya ke akun tersebut. Diduga video yang dilaporkan Hidayat merupakan milik Kaesang Pangarep yang diunggah pada 27 mei 2017 berjudul #BapakMintaProyek.

Polisi juga berencana memanggil Kaesang untuk dimintai keterangan. Namun, pemanggilan itu belum dijadwalkan dalam waktu dekat.

Pasalnya pihak kepolisian masih perlu mengkonfirmasi dan mengklarifikasi barang bukti rekaman video yang menjadi barang bukti pelapor. “Insya Allah ya (dipanggil), kami klarifikasi dulu Kaesang Pangarep yang dimaksud dalam youtube itu siapa,” kata Kapolres Bekasi Kota Komisaris Besar Hero Hendriatno di Mapolda Metro Jaya, Rabu, 5 Juli 2017.

 

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/news/2017/07/05/063889126/pelapor-kaesang-ternyata-berstatus-tersangka-kasus-hate-speech

Kurs Rupiah Menguat Pascalibur Lebaran

Setelah libur panjang lebaran, kurs rupiah kembali beroperasi. Mata uang Indonesia itu menguat sekitar 19 poin atau 0,14 persen ke level Rp 13.329 per dolar AS pada awal perdagangan, Senin (3/7).

 

Pergerakan rupiah pagi ini tidak terlalu buruk. Meski hingga pukul 09.00 WIB mencapai lebih dari Rp 13.300 per dolar AS.

 

Sebelumnya, pengamat memang telah memprediksi kurs rupiah akan dibuka menguat pada perdagangan setelah libur lebaran. Bahkah kemungkinan menguat sepanjang pekan ini.  Hal tersebut menyusul jatuhnya dolar terhadap mata uang utama seperti euro dan yen.

 

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan kurs dolar melemah. “Di antaranya berakhirnya stimulus moneter yang dilakukan oleh Bank Sentral Eropa (ECB) serta Bank Sentral Amerika Serikat (Fed),” jelasnya kepada Republika.

 

Maka, ia memperkirakan paska lebaran nilai rupiah akan berada di Kisaran Rp 13.280 sampai Rp 13.320 per dolar AS. “Sampai satu minggu setelah aktif, kondisi baru kembali normal,” kata Bhima.

 

Sementara itu, Ekonom SKHA Institute for global Competitiveness Eric Sugandi memperkirakan, kurs rupiah masih akan berfluktuasi setelah libur lebaran. “Pada pekan depan saya expect rupiah di Kisaran Rp 13.300 sampai Rp 13.400,” ujarnya.

 

Sumber: http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/17/07/03/oshvuu383-kurs-rupiah-menguat-pascalibur-lebaran