Mulai Besok, Beli Tiket Kereta Bandara Tak Perlu Ribet Isi Email

PT Railink berjanji bakal mempermudah pembelian tiket kereta bandara Soekarno-Hatta di mesin elektronik atau vending machine. Banyak penumpang mengeluhkan repotnya membeli tiket karena harus mengisi nomor ponsel hingga email.

Rencana tersebut dilakukan setelah menerima keluhan dari masyarakat yang hendak membeli tiket lantaran harus mengisi nama, nomor handphone dan alamat email. Jika salah satunya tidak diisi maka pemesanan tiket tidak bisa dilakukan.

Railink akan mengubah sistem dan menghilangkan persyaratan mengisi alamat email dan nama.

“Insyaallah penerapannya Kamis/Jumat lah karena tim development (pengembangan sistem) kami juga perlu waktu. Dari tadi malam udah kerja. Mudah-mudahan besok sudah bisa,” kata Direktur Utama PT Railink Heru Kuswanto ditemui saat meninjau aktivitas penumpang kereta bandara, Jakarta, Rabu (27/12/2017).

Dia menjelaskan, pencantuman nomor ponsel atau handphone sengaja tidak dihilangkan karena diperkirakan semua orang sudah memiliki ponsel.

“Saya rasa semua orang punya handphone, gunanya pun juga untuk penumpang bahwa kalau nanti tiketnya hilang yang dia beli langsung tadi bisa direprint. gimana caranya? kan harus ada yang nyantol nih. Kalau nama kelamaan, email kelamaan, itu kita buang. Paling nanti nomor handphone aja.

Namun, untuk pembelian tiket lewat aplikasi atau secara online pencatutan alamat email tetap diadakan, guna memudahkan calon penumpang dalam menggunakan layanan kereta bandara, misalnya, dia tidak perlu mencetak tiket.

“Email itu kemarin kita maksudkan untuk sistem yang internet booking, sama mobile apps sehingga kami berkirim tiketnya dalam bentuk QR, ke mana? kan ke email. Sebenernya gitu. Tanpa ngeprint penumpang bisa nge-tap in dan out. Arahnya ke sana jadi dibutuhkan email,” paparnya.

Selain itu, pencantuman alamat email juga diperuntukkan memudahkan pemilik tiket yang hendak membatalkan perjalanan.

“Penumpang udah beli di pemesanan. hari berikutnya batal. Ke mana nih duit mau (dikembalikan) kan harus ada kepastian. Jadi kita pake email itu. Itu tetap kita pertahankan untuk pembelian dengan mobile apps sama internal booking,” jelasnya.

Direktur Jenderal Perkeretapian Kementerian Perhubungan, Zulfikri juga menyatakan hal senada. Saat menggantikan menteri perhubungan meninjau stasiun bersama Dirut Railink, dia mengatakan, untuk pembelian tiket di vending machine tidak perlu mencantumkan email, untuk ke depannya.

“Terkait dengan email sementara ini untuk go show ke stasiun Sudirman Baru, itu bisa tanpa email, ini yang ingin disiapkan,” tambahnya.

Salah satu penumpang kereta bandara bernama Loso mengungkapkan kekecewaannya. Dia naik kereta bandara dari Stasiun Sudirman Baru (BNI City) dengan tujuan Bandara Soekarno Hatta sore tadi. Tapi dia mengaku heran mengapa harus memasukkan data pribadi serinci itu.

“Mengapa beli tiket kereta ini harus mengetikkan nama, nomor HP, dan alamat email ya. jadinya antri pembelian menjadi panjang karena proses pembelian tiket relatif lama,” ujar Loso yang ia curahkan dalam media sosial pribadinya dikutip detikfinance, Selasa (26/12/2017).

 

Symber:https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3786428/mulai-besok-beli-tiket-kereta-bandara-tak-perlu-ribet-isi-email

Sejarah Hari Ibu 22 Desember Berawal dari Yogyakarta

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise pernah menyatakan peringatan Hari Ibu di Indonesia dilakukan untuk mengenang perjuangan kaum perempuan.

“Peringatan Hari Ibu setiap tahunnya diselenggarakan untuk mengenang dan menghargai perjuangan kaum perempuan Indonesia,” ujar Yohana di Kementerian PPPA, Jakarta, seperti dilansir Antara, peringatan Hari Ibu tahun lalu.

Menurut dia, peringatan tersebut ditujukan untuk mengenang kaum perempuan yang telah berjuang bersama laki-laki dalam merebut kemerdekaan Indonesia.

Ia mengatakan, Hari Ibu di Indonesia dilandasi oleh tekad dan perjuangan kaum perempuan untuk mewujudkan kemerdekaan dilandasi oleh cita-cita dan semangat persatuan kesatuan menuju kemerdekaan Indonesia yang aman, tenteram, damai, adil, dan makmur.

Hari Ibu dideklarasikan pertama kali dalam Kongres Perempuan Indonesia pada tanggal 22 Desember 1928, di Yogyakarta, tepatnya di pendopo Dalem Jayadipuran milik Raden Tumenggung Joyodipoero.

Kongres ini dihadiri oleh wakil-wakil dari perkumpulannya Boedi Oetomo, PNI, Pemuda Indonesia, PSI, Walfadjri, Jong Java, Jong Madoera, Muhammadiyah, dan Jong Islamieten Bond. Tokoh-tokoh populer yang datang antara lain Mr. Singgih dan Dr. Soepomo dari Boedi Oetomo, Mr. Soejoedi (PNI), Soekiman Wirjosandjojo (Sarekat Islam), A.D. Haani (Walfadjri).

Sekitar 600 perempuan dari berbagai latar pendidikan dan usia hadir dalam kongres Perempuan Indonesia Pertama ini. Organisasi-organisasi yang terlibat dalam penyelenggaraan itu antara lain: Wanita Utomo, Putri Indonesia, Wanita Katolik, Aisyah, Wanita Mulyo, perempuan-perempuan Sarekat Islam, Darmo Laksmi, perempuan-perempuan Jong Java, Jong Islamten Bond, dan Wanita Taman Siswa, demikian yang dicatat Susan Blackburn dalam Kongres Perempuan Pertama: Tinjauan Ulang (2007).

Hampir seluruh kongres ini membicarakan relasi mengenai perempuan. Hal itu bisa dilihat dari pertemuan hari kedua kongres, dimana Moega Roemah membahas soal perkawinan anak. Perwakilan Poetri Boedi Sedjati (PBS) dari Surabaya juga menyampaikan tentang derajat dan harga diri perempuan Jawa. Kemudian disusul Siti Moendji’ah dengan “Derajat Perempuan” dan Nyi Hajar Dewantara—istri dari Ki Hadjar Dewantara— yang membicarakan soal adab perempuan.

Namun, yang tak kalah pentingnya adalah pidato Djami dari organisasi Darmo Laksmi berjudul “Iboe”. Di awal pidatonya, ia menceritakan pengalaman masa kecilnya yang dipandang rendah karena menjadi seorang perempuan. Pasalnya, di masa kolonial, hanya anak laki-laki yang menjadi prioritas dalam mengakses pendidikan. Sementara perempuan, dianggap tak jauh dari urusan kasur, sumur, dan dapur. Pandangan usang itu mengakar kuat. Pendidikan bagi perempuan juga tak dianggap penting karena selalu berakhir ke dapur.

Tapi, Djami punya pendapat lain soal ini. Ia mengatakan: “Tak seorang akan termasyhur kepandaian dan pengetahuannya yang ibunya atau perempuannya bukan seorang perempuan yang tinggi juga pengetahuan dan budinya.”

Djami melanjutkan: “selama anak ada terkandung oleh ibunya, itulah waktu yang seberat-beratnya, karena itulah pendidikan Ibu yang mula-mula sekali kepada anaknya.”

Itulah kenapa pembangunan sekolah-sekolah untuk memajukan perempuan seperti yang dilakukan Rohana Koedoes, Kartini juga Dewi Sartika memiliki peran penting. Seorang ibu yang pintar dan cerdas akan memiliki modal besar untuk menjadikan anaknya pintar. 

Maka, pada 22 Desember 1953, dalam peringatan kongres ke-25, melalui Dekrit Presiden RI No.316 Tahun 1953, Presiden Sukarno menetapkan setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai: Hari Ibu.

 

Sumber:https://tirto.id/sejarah-hari-ibu-22-desember-berawal-dari-yogyakarta-cB5P

KPK: Meski Ada Nama yang Raib, Dakwaan Setya Novanto Tetap Sah

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tak dicantumkannya sejumlah nama tokoh yang dicurigai menerima dana korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) tak mempengaruhi sah atau tidaknya dakwaan terhadap Setya Novanto.

Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan tak dicantumkannya sejumlah tokoh penerima fulus dalam dakwaan Setya—sebelumnya terungkap dalam dakwaan Irman dan Sugiharto—merupakan bagian dari strategi lembaganya. “Sebab, perbuatan dari setiap terdakwa berbeda-beda. Sehingga dakwaan terhadap terdakwa hanya menjelaskan peran spesifik yang melibatkannya dalam korupsi,” kata Febri kepada Tempo, Ahad, 17 Desember 2017.

Berkas dakwaan terhadap Setya dibacakan pada Rabu pekan lalu, sehingga menggugurkan upayanya menggugat penetapan tersangka oleh KPK lewat praperadilan. Namun tim pengacara Setya mempersoalkan perbedaan isi dakwaan kliennya dengan berkas dakwaan Irman dan Sugiharto, dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, yang telah divonis pada Juli lalu dengan hukuman masing-masing 7 tahun dan 5 tahun penjara dalam perkara yang sama.

Salah satu perbedaan yang dipermasalahkan adalah tak dicantumkannya sejumlah nama yang dicurigai diperkaya akibat korupsi ini. Mereka yang namanya tak lagi disebut di antaranya anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014.

Sebanyak 21 nama tak lagi disebutkan dalam berkas dakwaan Setya. Mereka antara lain bekas Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum; Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey; bekas Wakil Ketua Badan Anggaran DPR, Mirwan Amir; bekas Ketua Komisi Pemerintahan, Chaeruman Harahap; Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo; bekas Ketua DPR, Marzuki Ali; anggota DPR, Agun Gunandjar Sudarsa; serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.

Menurut Febri, dakwaan atas Irman dan Sugiharto hanya menguraikan peran keduanya meloloskan proyek e-KTP di Kementerian. Adapun dakwaan atas Andi Agustinus alias Andi Narogong—kini dituntut 8 tahun penjara—mengungkap perannya sebagai pengusaha kaki tangan Setya dalam pelaksanaan proyek. “Sedangkan dalam dakwaan SN, kami menguraikan perannya sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar saat itu,” tutur Febri.

Secara garis besar, kata Febri, proses korupsi e-KTP dalam tiga dakwaan yang telah dibacakan sama. Nama-nama anggota Dewan bahkan sama sekali tak disebut dalam dakwaan Andi Narogong. Adapun dalam dakwaan Setya, bekas Ketua Umum Partai Golkar itu diduga berperan meloloskan anggaran proyek ini di Senayan pada 2010 sehingga mendapat jatah US$ 7,3 juta atau sekitar Rp 64,97 miliar—dengan kurs rupiah saat itu 8.900 per dolar Amerika, atau kini senilai Rp 99 miliar—dan sebuah jam tangan mewah Richard Mille senilai Rp 1,26 miliar.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief mengatakan penyebutan nama dalam dakwaan bukanlah penentu bagi penyidik mengembangkan kasus ini. “Kami bisa membuat proses penyelidikan dan penyidikan baru terhadap mereka yang telah ataupun belum disebut namanya di dakwaan,” ucap Laode. Ia menegaskan, setiap nama yang pernah disebut dalam dakwaan terindikasi terlibat dalam tindak pidana korupsi.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan siap bertanggung jawab jika terbukti ikut menerima uang proyek e-KTP. Meski demikian, ia tak mau berkomentar panjang mengenai ada-tidaknya penyebutan namanya dalam dakwaan Setya Novanto. “Kan yang menulis dakwaan bukan saya,” katanya.

 

Sumber:https://fokus.tempo.co/read/1043133/kpk-meski-ada-nama-yang-raib-dakwaan-setya-novanto-tetap-sah

 

AS Cabut Aturan Net Neutrality, Kesetaraan di Internet Terancam

Komisi Komunikasi Federal Amerika Serikat (FCC) memutuskan untuk mencabut regulasi tentang internet setara atau net neutrality pada Kamis (14/12). Pencabutan itu memungkinkan para penyedia jasa internet untuk bertindak diskriminatif. 

Keputusan itu disambut dengan respons yang beragam. Pasalnya, internet sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari sehingga ada atau tidaknya aturan bisa mempengaruhi pengalaman berinternet setiap konsumen.

 

1. Net neutrality merujuk pada kondisi di mana internet jadi ruang terbuka dan netral.

Mengapa warga Amerika Serikat sangat memperdebatkan persoalan net neutrality? Alasan utamanya adalah karena net neutrality merupakan kondisi di mana internet menjadi ruang terbuka dan semua konten di dalamnya diperlakukan dengan adil.

Artinya, setiap pengguna internet berhak untuk mengakses informasi apapun tanpa intervensi dari penyedia layanan internet. Intervensi yang dimaksud bisa berupa pemblokiran atau penurunan akses ke situs-situs tertentu atau memprioritaskan konten spesifik yang sesuai dengan kepentingan penyedia layanan internet.

Situs internetnetral.org mengumpakan net neutrality seperti konsumsi listrik masyarakat. “Kita membeli listrik sesuai kapasitas yang ingin kita gunakan, namun listrik tersebut tidak dibeda-bedakan oleh PLN apakah digunakan untuk menyalakan kulkas, lampu, AC, televisi, hair dryer, dan sebagainya,” tulis mereka.

“Internet pun sama, seharusnya penyedia layanan internet tidak bisa melakukan diskriminasi atas akses internet kita berdasarkan tipe konten/website apa yang kita kunjungi. Semua konten di internet, baik itu foto lucu, forum diskusi, website belanja online, video klip, berita politik, harus diperlakukan sama dan dikirimkan ke perangkat kita tanpa diskriminasi,” tambah mereka.

2. Aturan soal net neutrality diresmikan di masa pemerintahan Barack Obama.

Meski istilah net neutrality sudah dimunculkan sejak 2003 oleh seorang profesor hukum dari Columbia University bernama Tim Wu, tapi baru pada Februari 2015 lalu FCC menyetujui regulasi untuk melindungi net neutrality.  Dalam regulasi tersebut internet diatur layaknya barang publik, di mana tidak boleh ada persaingan demi profit yang pada akhirnya akan merugikan pengguna.

3. FCC mencabut regulasi tersebut dengan tiga argumen utama.

Ketua FCC, Ajit Pai, membela keputusan untuk mencabut regulasi itu sejak sebelum voting dimulai. Dikutip dari CNN, menurut Pai pemerintah seharusnya “berhenti melakukan manajemen mikro terhadap internet”. 

Pai juga menegaskan bahwa bisnis yang tak teregulasi pada akhirnya akan melahirkan inovasi dan justru membantu perekonomian. Ia berpendapat bahwa ketiadaan regulasi itu akan menguntungkan pengguna internet itu sendiri.

“Kami sedang membantu para konsumen dan mempromosikan kompetisi. Penyedia layanan broadband akan memiliki lebih banyak insentif untuk membangun jaringan, terutama di area-area yang selama ini kurang dijangkau,” ujar Pai, seperti dilansir dari The New York Times.

4. Pihak yang pro memiliki alasan sendiri tentang net neutrality.

Perdebatan mengenai net neutrality sudah berlangsung cukup lama. Puncaknya terjadi selama setahun belakangan ketika kehidupan digital semakin mengakar. Menurut pihak yang pro, net neutrality penting karena internet kini bersifat sebagai sumber informasi yang sangat vital bagi semua orang.

Mereka juga mencontohkan bahwa perlindungan pemerintah untuk menjaga internet tetap netral diperlukan demi menjaga tumbuhnya inovasi. Misalnya, Facebook. Saat Mark Zuckerberg menciptakan media sosial tersebut ia memanfaatkan internet yang terbuka dan adil.

Dengan kata lain, Zuckerberg tak perlu khawatir apakah produknya akan diprioritaskan atau tidak oleh penyedia layanan internet. Ia juga tak perlu membayar sejumlah uang kepada mereka agar Facebook mudah diakses pengguna.

Ketiadaan regulasi berarti jika ada Zuckerberg lainnya di tahun mendatang, ia akan sulit untuk mempromosikan produknya, terutama jika produk itu dianggap kompetisi oleh penyedia layanan internet. Contoh lain adalah Netflix dan XFINITY.

XFINITY dimiliki oleh konglomerat telekomunikasi besar Amerika Serikat, Comcast. Baik Netflix maupun XFINITY adalah layanan streaming televisi berbasis internet. Jika internet tak netral, Comcast bisa memprioritaskan XFINITY dan menurunkan akses penggunanya terhadap Netflix.

 

Menyusul keputusan FCC, Netflix pun menyuarakan kekecewaannya melalui akun Twitter resmi mereka:

web 1

“Kami kecewa dengan keputusan untuk menghapus perlindungan #NetNeutrality yang diberlakukan di era baru inovasi, kreativitas & keterlibatan sipil. Ini adalah awal dari perang legal yang lebih lama. Netflix berdiri bersama para inovator, besar & kecil, untuk melawan peraturan FCC yang salah kaprah ini.”

 

5. Bagi yang kontra terhadap net neutrality, regulasi pemerintah disebut tak menguntungkan mereka dan konsumen.

Wakil presiden Comcast, David Cohen, yang menyambut baik pencabutan regulasi FCC menulis di sebuah blog bahwa,”Ada banyak misinformasi bahwa ini adalah ‘akhir dari dunia yang kita kenal saat ini’ untuk internet. Layanan internet kita tak akan berubah.”

Deregulasi internet, kata para pihak yang kontra net neutrality, bisa membuat korporasi semakin semangat untuk memberikan produk dan layanan terbaik mereka karena ada insentif berupa keuntungan, terutama bagi yang bersedia menjadi pelanggan premium.

 

Sumber: https://news.idntimes.com/world/rosa-folia/as-cabut-aturan-net-neutrality-kesetaraan-di-internet-terancam/full

Rapat Pleno DPP Golkar Bahas Munaslub Digelar Besok

Rapat pleno Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar terkait pembahasan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) pergantian ketua umum digelar pada Rabu (13/12) esok. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi berharap rapat besok memutuskan waktu penyelenggaraan munas luar biasa tidak melewati tanggal 20 Desember 2017.

“Yang paling penting adalah tidak lebih dari tanggal 20 Desember. Mau tanggal 18, 19 juga bisa, di tanggal 20 itu sudah penetapan,” ujar Dedi saat hadir dalam pembukaan Mukernas Kosgoro 1957 di Hotel Peninsula, Jakarta pada Selasa (12/13).

Dedi juga menilai,  jika ada Munas tidak perlu  terlalu terganggu dengan penyusunan pengurus. Menurutnya tahap pertama, cukup diputuskan Ketua umum, Sekretaris jenderal dan Bendahara umum. Sementara untuk komposisi pengurus lainnya karena terdapat keinginan semangat perubahan di Golkar, maka perlu ada kriteria-kriteria yang harus dibuat.

“Salah satunya kerjasama dengan KPK dengan lembaga hukum untuk dipastikan orang-orang yang masuk ke Golkar tidak ada masalah,” katanya.

Adapun Dedi mengungkapkan calon ketua umum yang mendapat dukungan mayoritas DPD Golkar tingkat satu adalah Ketua Koordinator Bidang Perekonomian Partai Golkar Airlangga Hartanto. Hal ini sesuai semangat melakukan pembaharuan partai Golkar termasuk kaderisasi yang baik.

“Semangat Partai Golkar dinahkodai Airlangga Hartarto, hal itu dibuktikan kan tadi malam ketua DPD I NTT dan Sumatera utara kan sudah sama” menyampaikan dukungan kepada Airlangga Hartarto. Artinya sudah 34 DPD I diseluruh Indonesia,” jelasnya.

Bahkan kata Dedi, Menteri Perindrustrian tersebut juga mengantongi dukungan yang DPD Golkar tingkat dua. “Tinggal menunggu waktu sesuai harapan,” kata Bupati Purwakarta tersebut.

Karenanya, Dedi mengatakan jika mayoritas dukungan sudah kepada Airlangga maka pemilihan dapat dilakukan secara aklamasi. “Nanti tinggal mencalonkan apakah mendapat dukungan atau tidak. Tapi misalkan pengajuan bakal calon, tapi sudah ada bakal calon yang sudah setengag plus otomatis pemilihan tidak dilangsungkan. Langsung aklamasi,” jelasnya.

Sumber: http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/17/12/12/p0umg9354-rapat-pleno-dpp-golkar-bahas-munaslub-digelar-besok

Demokrasi Yang Baik Butuh Masyarakat Yang Cerdas

Demokrasi bisa menciptakan keadilan, keamanan dan kesejahteraan yang baik bagi rakyatnya, hanya jika basis politik masyarakat negaranya matang. Hal itu juga memiliki korelasi dengan tingkat pendapatan serta pendidikan.

Mantan Dubes RI untuk Republik Rakyat China Mayjen (Purn) Sudrajat pada diskusi dengan tema “Transforming the State for Justice and Security: Mission Impossible?” yang diselenggarakan dalam rangka Bali Civil Society and Media Forum di Gading Serpong, Banten, Selasa (5/12), menjelaskan bahwa warga dengan pendapatan dan pendidikan yang rendah memiliki kecenderungan basis politik yang tidak stabil. Mereka akan lebih mudah terperangkap dalam transaksi suara dalam pemilu dan hal tersebut mengarah pada kartel demokrasi.

Dalam kegiatan itu, turut hadir pembicara lain adalah DR. Dicky Sofjan dari Indonesian Consortium for Religious Study dan Eriyanto Nugroho dari Indonesian Center of Law and Policies Studies Foundation serta moderator Teguh Santosa

“Mereka yang memiliki uang akan memenangkan pemilu . Sehingga pada akhirnya, demokrasi hanya akan memproduksi pemimpin dengan kepentingan bak pengusaha dan jauh dari kepentingan masyarakat,” jelas Sudrajat.

“Bisakah kita mengharapkan keadian?” tanyanya.

Ia mengangkat Amerika Serikat dan Inggris sebagai contoh. Amerika Serikat baru memberikan izin bagi wanita untuk memilih di tahun 1920 dan Inggris di tahun 1941.

“Kenapa? Karena banyak orang di Amerika Serikat dan Inggris pada saat itu percaya bahwa perempuan memiliki kecerdasan yang kurang bila harus membuat keputusan politik,” jelasnya sambil menambahkan bahwa alasan yang sama juga diberlakukan pada warga Afrika-Amerika yang baru mendapatkan hak pilih mereka di tahun 1965.

Hal itu dilakukan karena bila demokrasi diproduksi oleh warga yang kurang cerdas, maka hanya akan menghasilkan demokrasi yang juga tidak cerdas

“Apakah kita bisa mengharapkan keadilan untuk disampaikan oleh demokrasi yang kurang cerdas? Kita bisa membayangkan jika calon legislatif dan calon presiden kita yang hanya membutuhkan syarat pendidikan minimum SMA dan pemilih yang bahkan buta huruf,” sambungnya.

Kondisi tersebut jelas akan memiliki dampak pada kualitas pemimpin dan kepemimpinannya.

“Kita saat ini memiliki one men one vote tanpa mempedulikan aspek kecerdasan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Sudrajat menambahkan bahwa demokrasi dengan banyak partai akan hanya mempersulit pelaksanaan check and balaces dan hanya ada dua cara yang memungkinkan untuk melakukan hal itu.

“Pertama adalah dengan cara koalisi dan yang kedua adalah dengan power sharing atau bagi-bagi kekuasaan,” tuturnya.

Berlajar dari pengalaman, kolaisi sedikit tidak stabil karena setiap partai politik selalu menginginkan yang terbaik dari kepentingan mereka.

“Dan untuk mencapai tujuan itu, mereka mungkin berpindah dari satu koalisi ke koalisi lainnya,” ujarnya.

Sedangkan power sharing, atau bagi-bagi kekuasaan jelas akan mengarah pada bagi-bagi koalisi kabinet, bagi-bagi suara dalam parlemen. Hal tersebut jelas tidak menjauhkan mereka dari bagi-bagi korupsi.

“Untuk menyampaikan keadilan, keamanan dan kesejahteraan membutuhkan pemerintah yang kuat dan stabil. Stabilitas politik pada dasarnya fundamental bagi keamanan. Bagi kesejahteraan, kita membutuhkan lebih dari sekedar stabilitas, kita membutuhkan pemerintah yang berkelanjutan,” lanjut Sudrajat.

“Kesimpulan saya, hanya kualitas demokrasi yang bagus yang akan menciptakan pemimpin yang baik dan pemimpin yang baik akan meproduksi kualitas pemerintahan negara yang juga baik yang mampu menyampaikan keadilan, keamanan dan kesejahteraan,” tutupnya.

 

Sumber: http://politik.rmol.co/read/2017/12/06/317191/Demokrasi-Yang-Baik-Butuh-Masyarakat-Yang-Cerdas-