Persepsi Publik: Abraham Samad, Susi Pudjiastuti, Rizal Ramli, dan TGB Zainul Majdi Teratas Cawapres Anti Korupsi
Jakarta, 26 Juli 2018 – Setelah OTT KPK terhadap Kalapas Sukamiskin di Bandung akhir pekan lalu, publik semakin berharap pemerintahan memperkuat komitmen anti korupsi. Menurut hasil sigi KedaiKOPI, Korupsi berada di empat besar permasalahan utama yang dihadapi Indonesia saat ini. Publik juga menginginkan cawapres yang memiliki integritas dan komitmen anti korupsi.
Peneliti Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo, memaparkan bahwa korupsi masih menempati empat besar permasalahan utama di Indonesia menurut sigi KedaiKOPI yang dilakukan pada 3-7 Juli 2018 pada 1148 responden di 10 propinsi dengan jumlah pemilih terbesar. Lebih lanjut, hasil sigi tersebut juga mengungkapkan bahwa mayoritas pemilih (90,7%) tidak menyetujui jika eks napi tipikor untuk menyalonkan diri sebagai anggota legislatif. Warga juga masih menaruh asa agar pemerintahan ke depan memiliki komitmen anti korupsi yang tercermin dari jawaban responden tentang latar belakang calon wakil presiden yang didominasi dengan jawaban pegiat anti korupsi (90,2%).
Lembaga Survei KedaiKOPI melakukan serangkaian FGD pada tanggal 23 Juli 2018 untuk mendapatkan gambaran keinginan publik setelah pemberitaan OTT Kalapas Sukamiskin oleh KPK. “Terdapat beberapa nama tokoh nasional yang muncul di FGD karena dipersepsi memiliki integritas dan komitmen anti korupsi. Antara lain Abraham Samad, Susi Pudjiastuti, Rizal Ramli, TGB Zainul Majdi, dan Anies Baswedan” kata Kunto dalam “Ngopi Bareng dari Sebrang Istana” dengan topik “Benarkah Indonesia Surga Bagi Koruptor?” pada Kamis, 26 Juli 2018 pukul 10.00 WIB bertempat di Upnormal Coffee Roaster Raden Saleh di kawasan Cikini, Jakarta.
Dari hasil FGD tersebut juga terungkap bahwa publik menganggap hukuman penjara seumur hidup (21%) adalah hukuman yang sesuai untuk napi tipikor yang disusul dengan hukuman yang seberat-beratnya (17%), penjara (15%), hukuman mati (14%) dan dimiskinkan (13%). “bahkan beberapa peserta FGD mengusulkan hukuman potong tangan atau dipermalukan di muka umum kepada napi koruptor.” tukas Kunto menambahkan.
Hanya 45% peserta FGD menganggap pemerintahan Joko Widodo lebih baik dalam menangani korupsi jika dibanding pemerintahan sebelumnya. Sementara 17% menganggap lebih buruk dan 38% memandang bahwa penanganan korupsi di rezim ini dan yang lalu sama saja. “Mayoritas peserta FGD menyatakan pemerintahan ini tidak lebih baik dari pemerintahan yang lalu dalam penanganan korupsi, hal ini merupakan lampu kuning bagi Pak Jokowi. Perlu terobosan untuk mengembalikan kepercayaan publik bahwa pemerintah bersungguh-sungguh memberantas korupsi.” kata Kunto. *
Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia Juni 2018
Jakarta, 25 Juli 2018 – Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan berita resmi statistik mengenai perkembangan ekspor dan impor Indonesia. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan pada pada 16 Juli 2018 tersebut, dapat dilihat penurunan nilai ekspor sebesar 19,80% pada bulan Juni 2018 yakni mencapai US$13,00 Miliar dibandingkan dengan bulan Mei 2018 yakni sebesar US$16,21.
Nilai ekspor pada bulan Juni 2018 terdiri dari ekspor nonmigas (US$11,28 miliar) dan ekspor migas (US$1,72 miliar). Ekspor nonmigas menjadi penyumbang paling tinggi (86,76%) dengan struktur yakni industri (65,73%), tambang (19,49%), dan pertanian (1,54%).
Pangsa pasar ekspor Indonesia adalah tiga negara tujuan ekspor terbesar yakni Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang (36,48%), serta 10 negara utama lainnya yakni Singapura, Malaysia, Thailand, Jerman, Belanda, Italia, India, Australia, Korea Selatan, dan Taiwan (34,89%), dan negara lainnya selain dari 13 negara utama (28,63%).
Bagaimana dengan Perkembangan Impor Indonesia?
Perkembangan impor Indonesia juga mengalami penurunan yakni mencapai US$11,26 miliar, lebih kecil 36,27% dibanding dengan bulan Mei 2018. Nilai impor Indonesia menurut penggunaan terdiri dari konsumsi (8,94%), bahan baku/penolong (75,58%), serta barang modal (15,48%). Pangsa impor nonmigas terdiri dari Tiongkok (27,43%), ASEAN (20,66%), Jepang (11,51%), Uni Eropa (9,20%).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Ini dia Partai dengan Prosentase Bacaleg Perempuan Tertinggi dan Bacaleg Terbanyak
Jakarta, 24 Juli 2018 – Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) adalah partai memiliki prosentase jumlah bakal calon legislatif perempuan yang paling tinggi dibanding partai lain. Ini terlihat dari hasil olah data yang dilakukan KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) dari data KPU per tanggal 24 Juli 2018. Olah data itu juga menunjukkan jika prosentase calon perempuan terendah terdapat di Partai Gerindra. Sementara seluruh partai telah memenuhi syarat kuota prosentase caleg perempuan 30%.
PKPI mendaftarkan 297 Bacaleg ke KPU, dengan rincian 136 orang laki-laki dan 161 perempuan atau 54,2% adalah perempuan. Diikuti oleh Partai Garuda dengan prosentase Bacaleg perempuan 48,1%, lalu PSI (45,4%), PBB (41,8%) dan Hanura (41,7%). Partai dengan prosentase Bacaleg perempuan terendah adalah Partai Gerindra (36,9%).
Selengkapnya bisa dilihat pada grafik berikut ini:
Bacaleg Terbanyak
Partai Amanat Nasional (PAN) mencalonkan Bacaleg terbanyak ke KPU. Partai ini mendaftarkan 936 Bacaleg dengan 584 laki-laki dan 352 perempuan. PDI Perjuangan menempati posisi kedua dengan 917 Bacaleg, Demokrat (826 bacaleg), Hanura (823 bacaleg) dan Berkarya (819 bacaleg).
Berikut data bacaleg menurut data KPU 24 Juli 2018:
Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan verifikasi terhadap bacaleg yang didaftarkan parpol. Pada tahap awal adalah pemeriksaan berkas administrasi. Daftar Caleg Tetap akan diumumkan pada September mendatang.
Anda bisa mengunduh olah data KPU oleh KedaiKOPI di sini.
Manuver Merebut Posisi Cawapres
Jakarta, 19 Juli 2018 – Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) menggelar diskusi publik “Manuver Merebut Posisi Cawapres” pada Rabu (18/07/18). Diskusi menghadirkan empat orang narasumber yaitu Mahfudz Siddiq (Politisi PKS), Masinton Pasaribu (Politisi PDI Perjuangan), Pangi Syarwi Chaniago (Pengamat Politik) dan Hendri Satrio (Founder KedaiKOPI). Acara dipandu oleh Abraham Silaban (Jurnalis). Diskusi ini membahas isu-isu seputar manuver calon Wakil Presiden yang akan berlaga pada pemilu 2019 mendatang.
Politisi PKS Mahfudz Siddiq menilai media di Indonesia telah melakukan framming terhadap sejumlah nama yang beredar dan disebutkan sebagai calon Wakil Presiden pada 2019. Padahal menurut dia, politik Indonesia terkadang tidak terduga dan tidak bisa ditebak. “Tidak seharusnya media menggiring opini publik yang padahal belum pasti kebenarannya,” kata Mahfud.
Politisi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu berpendapat siapa saja dan darimana saja, baik itu berasal dari partai maupun nonpartai dapat mencalonkan presiden dan wakilnya. Asalkan memenuhi syarat elektoral, memiliki visi yang kuat dan dapat memahami kondisi Indonesia saat ini dengan baik.
Sementara itu mengenai kesiapan oposisi pemerintahan saat ini dalam pencalonan untuk 2019, menurut pengamat politik Pangi Syarwi, oposisi terkesan tidak siap.
Founder KedaiKOPI Hendri Satrio mengatakan tim oposisi (Gerindra) terkesan sangat tidak ingin kalah dua kali dalam pemilihan presiden seperti pada 2014 lalu. Mereka terlihat berambisi dengan melakukan pertemuan dengan beberapa anggota partai yang justru berseberangan dengan mereka. Bahkan sampai terkesan tidak menghargai keberadaan tim koalisinya dalam menyiapkan strateginya.
Politisi PKS, Mahfudz Siddiq berharap partainya bisa menempatkan nama salah satu kadernya dalam pemilihan presiden. Tidak hanya menjadi partai pendukung seperti pada pemilihan sebelumnya.
Mahfudz Siddiq juga berharap pada pemilihan presiden 2019 nanti tidak hanya terdapat dua pasangan calon. Alasanya, menurut dia, bisa membelah masyarakat menjadi dua kubu, memunculkan konflik horizontal dan politik identitas seperti pada 2014 lalu.
Hendri Satrio menambahkan bahwa, saat ini banyak nama calon yang sudah disebut sebagai calon presiden dan juga wakil presiden oleh publik. Mulai dari yang belatarbelakang militer, ulama, teknorat/ekonom hingga mewakili kelompok perempuan.
Sementara Pangi Syarwi juga mengingatkan jangan ada lagi seorang Gubernur yang masih dalam masa jabatannya kemudian berpindah mencalonkan sebagai calon Presiden ataupun Wakil Presiden. Ia menyebut soal rencana partai mencalonkan Anies Baswedan yang saat ini Gubernur Jakarta dalam kontestasi 2019. Bagi Pangi, tindakan Jokowi pada masa lalu yang tak menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur tak baik diikuti Anies. “Mereka harus menyelesaikan masa jabatannya hingga akhir terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan politiknya, karena hal tersebut dapat merusak citra demokrasi negeri ini yang akan menimbulkan kesan pragmatis dalam berpolitik,” tutup Pangi.
Arena Adu Opini: Ekonomi, Hukum dan Politik
Jakarta, 13 Juli 2018-Pada hari Kamis tanggal 12 Juli 2018, Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) mengadakan diskusi publik “Arena Adu Opini: Ekonomi, Hukum, dan Politik” yang dihadiri oleh 6 orang anggota DPR RI sebagai narasumber, dan Ustadz Yusuf Mansur sebagai moderator. Narasumber tersebut terdiri dari Arwani Thomafi (PPP), Faisol Reza (PKB), Ahmad Riza Patria (Partai Gerindra), Dave Laksono (Partai Golkar), Mardani Ali Sera (PKS), dan Roy Suryo (Partai Demokrat). Tiga topik yang diperbincangkan dalam diskusi tersebut berasal dari hasil Survei Nasional KedaiKOPI.
Menurut survei nasional yang dilakukan KedaiKOPI di 34 propinsi pada 12– 27 Maret 2018, lalu sebanyak 50,4% responden menyebut masalah ekonomi sebagai salah satu masalah bangsa saat ini. Dalam penjelasan responden, masalah ini muncul dari kenaikan sembako, kenaikan tarif listrik serta kebutuhan hidup lainnya.
Masalah lainnya, adalah lapangan kerja yang kurang (12,4%), lalu korupsi (7,7%), kemiskinan (4,2%) dan narkoba (3,3). Sisanya menyebutkan masalah pendidikan, politik, pembangunan infrastruktur, masalah keamanan dan lainnya.
Melalui survei lanjutan pada 13 April – 16 April 2018, KedaiKOPI menggali lebih dalam soal permasalah bangsa dalam pandangan publik. Lewat telesurvei terhadap responden di 34 propinsi, masalah ekonomi itu menurut responden itu juga berupa banyaknya pengangguran, kemiskinan, kesejahteraan kurang merata dan banyak utang luar negeri.
Roy Suryo mengatakan bahwa ekonomi Indonesia saat ini sedang turun, yakni dengan melemahnya rupiah dan dollar menguat. Walau pemerintah sudah berusaha keras untuk mengatasi masalah tersebut namun ini tak terlihat di media luar biasa. Roy Suryo menilai bahwa media dibuat semanis mungkin dan menutupi permasalahan yang ada.
Sedangkan menurut Dave Laksono, media memang tidak bisa seutuhnya dikontrol pemerintah. Dengan era reformasi yang terbuka memberikan semua orang kebebasan menyampaikan pandangan masing-masing. Bagaimana kita melihat kejelekan pemerintah tergantung dari masyarakat. Sekarang adalah bagaimana kita mengawal reformasi yang telah bergulir ini sehingga terwujud keterbukaan di masyarakat. Ini semua tergantung dari masing-masing elemen di masyarakat untuk mewujudkan reformasi hukum, ekonomi, dan politik berjalan dan menuju Indonesia yang lebih sejahtera.
Ahmad Riza Patria berpendapat bahwa masalah ekonomi di negeri ini adalah suatu permasalahan yang pelik. Permasalahan ekonomi diantaranya adalah daya beli masyarakat yang rendah, dimana daya beli yang rendah ini tidak hanya dirasakan oleh kelas menengah ke bawah, namun juga oleh kelas menengah ke atas. Saat rupiah melemah dan dollar naik, ini akan memberikan dampak dan akibat pada seluruh sektor, termasuk utang negara yang semakin tinggi. Lapangan pekerjaan juga dinilai semakin sulit bagi masyarakat. Pemerintah seharusnya membantu masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan, namun yang dilakukan justru sebaliknya. Tenaga kerja asing seharusnya dipersulit bukan dipermudah. Pemerintah seharusnya lebih mengutamakan tenaga kerja Indonesia. Pemerintah dinilai lebih mementingkan untuk membangun infrastruktur yang pada kenyataannya masalah “perut” yang lebih prioritas justru dikesampingkan.
Sedangkan dari PPP yang direpresentasikan oleh Arwani Thomavi, pemerintah patut diapresiasi karena telah mencapai inflasi yang paling rendah di tahun ini, yakni 0,59% berdasarkan data dari BPS, dibandingkan dengan lima lebaran sebelumnya yakni pada masa pemerintaha Soesilo Bambang Yudhoyono.
Rezim WTO (World Trade Organization) dinilai mulai hancur oleh Faisol Reza (PKB). Ini merupakan suatu agenda besar bagi Indonesia apakah Indonesia akan memilih untuk tetap bersama dengan rezim pasar bebas atau mengikuti arus besar perubahan tatanan di dunia baik di bidang politik maupun di bidang ekonomi. Faisol Reza menilai bahwa tenaga kerja asing bisa saja diperbolehkan di Indonesia namun hal ini seharusnya dilakukan untuk transfer knowledge, dengan kata lain tenaga kerja asing yang dapat dipekerjakan adalah tenaga kerja yang terampil, bukan tenaga kerja kasar.
Sedangkan Mardani Ali Sera (PKS) cukup berbeda melihat permasalahan bagi masyarakat Indonesia. Beliau berpendapat bahwa akar permasalahan Indonesia sesungguhnya adalah pendidikan, namun pendidikan masih luput dari perhatian. Memang sembako bisa dijadikan strategi sebagai penyelesaian masalah Indonesia namun hanya sebagai “aspirin” jangka pendek. Sedangkan untuk penyelesaian jangka panjang adalah dengan pendidikan. Sebagai contoh adalah Indonesia merupakan negara maritim, namun sektor maritim memberikan kontribusi yang sangat kecil untuk PDB Indonesia. Akan lebih baik jika masyarakatnya diberikan edukasi untuk menangkap ikan yang benar, untuk menanam rumput laut, dan lain sebagainya.
Beralih ke masalah hukum, Ahmad Riza Patria (Gerindra) berpendapat bahwa di Indonesia yang paling cepat ditangkap adalah teroris. Ini sangat disayangkan mengingat kriminalisasi lainnya masih terbengkalai, contohnya adalah kriminalisasi ustadz, mafia tanah dimana banyak merugikan rakyat, dan lain sebagainya. Titik dari permasalahan ini adalah keberpihakan.
Sedangkan Faisol Reza menilai bahwa kasus HAM (Hak Asasi Manusia) memang banyak tidak terselesaikan karena belum adanya kehendak dari aparat hukum untuk menyelesaikannya. Hukum di Indonesia dinilai masih sangat dikendalikan oleh politik. Hukum belum menjadi satu entitas yang bisa berdiri untuk keadilan yakni masih dikendalikan oleh keputusan politik.
Survei KedaiKOPI: Rizal Ramli, Susi Pudjiastuti dan Hari Tanoe Bisa Bersaing di Pilpres 2019
Jakarta, 12 Juli 2018 – Hasil survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) mengungkap bahwa 39,8% publik mempersepsi ekonomi sebagai masalah utama yang dihadapi Indonesia saat ini. Persepsi tentang siapa yang mampu menyelesaikan permasalahan ekonomi akan dijadikan rujukan warga dalam memutuskan pilihannya di pilpres 2019.
“Terdapat nama-nama seperti Rizal Ramli, Hari Tanoesudibjo yang konsisten berada di dalam bursa dukungan warga untuk calon presiden yang menantang Jokowi,” kata Direktur KedaiKOPI, Vivi Zabkie. Dalam hasil survei dari pertanyaan terbuka elektabilitas calon presiden, keduanya cukup mendapatkan pemilih. Terlebih dari pertanyaan jika Prabowo Subianto tidak menyalonkan diri, Rizal Ramli didukung oleh 4,1% pemilih sedangkan Hary Tanoesudibjo mendapatkan elektabilitas sebesar 3,8%.
“Yang menarik adalah nama Susi Pudjiastuti sebagai srikandi di dalam kabinet yang didukung publik sebesar 6,7% untuk menjadi wakil pak Jokowi dan 3,4% untuk mendampingi pak Prabowo Subianto,” Vivi menambahkan.
“Rizal Ramli dan Susi Pudjiastuti akan menjadi penarik suara bagi pemilih rasional, yang di survei kami terdapat sekitar 22,4% pemilih mengaku menjadikan program kerja capres-cawapres sebagai pertimbangan memilih Presiden dan wakilnya. Apalagi jika permasalahan ekonomi mengemuka dalam pemilu mendatang, maka 3 tokoh di atas bisa unjuk gigi,” ujar Vivi.
Kedua teknokrat dan ekonom tersebut dikenal memiliki perspektif berbeda untuk memberikan solusi bagi permasalahan ekonomi bangsa. Bahkan beberapa waktu yang lalu, Rizal Ramli secara terbuka kerap memberikan solusi secara terbuka di muka publik sebagai jalan keluar isu perekonomian Indonesia.
“Jika kita memasukkan popularitas kedalam kalkulasi, Rizal Ramli mengikuti dua kandidat lain tersebut. Susi Pudjiastuti yang dikenal 66,3% responden dan Hary Tanoesudibjo dengan popularitas sebesar 59,1% berpeluang meramaikan bursa pemimpin nasional dari perspektif perekonomian,” kata Direktur KedaiKOPI, Vivi Zabkie.
Survei ini dilakukan pada 3-7 Juli 2018 di 10 propinsi dengan jumlah pemilih terbesar yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera Selatan dan Riau. Jumlah responden 1148 orang dengan MoE (Margin of Error) 2,89% pada interval kepercayaan 95%. Survei ini di danai oleh dana internal Lembaga Survei KedaiKOPI.
Kicauan KedaiKOPI
Afiliasi
Lokasi
Alamat
Jl. Tebet Timur III No. 11 RT 002 RW 007
Kecamatan Tebet
Kelurahan Tebet Timur, Jakarta Selatan
12820
Contact
info@kedaikopi.co
021-57954022