
Pemilihan umum adalah aspek yang cukup mendasar dalam demokrasi. Penting halnya bahwa pemilihan umum dilakukan secara akurat dan dapat mencerminkan kehendak rakyat. Kemudian yang menjadi pertanyaannya adalah, akankah setiap suara terdaftar secara akurat, serta apakah sistem pemungutan suara rentan terhadap gangguan. Ilmu psikologi menunjukan bahwa masalah yang lebih besar mungkin terjadi dalam sistem pemungutan suara adala desain yang buruk pada surat suara.
Peneliti Psikologi Universitas Rice Philip Kortum dan rekannya Michael D. Byrne menganalisa proses pemungutan suara melalui kacamata perilaku pemilih dengan menitikberatkan fokus penelitian pada bagaimana desain dari surat suara memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perilaku pemilih.
Pemungutan suara pada pemilihan presiden “Butterfly Ballot” di Florida pada tahun 2000 adalah kasus yang paling menonjol dari desain surat suara yang salah dari sekian banyak kasus. Kortum dan Byrne mencatat bahwa desain surat suara yang buruk dapat menghasilkan suara yang ambigu dan membuat pilihan pemilih menjadi tidak jelas.
Dalam kasus lainnya, desain surat suara yang buruk dapat membuat pemilih menjadi sulit untuk memahami surat suara sehingga pemilih dapat memilih lebih dari satu kandidat, atau tidak memilih satu kandidat sama sekali, yang akan kemudian menjadikan surat suara tersebut menjadi tidak sah dan berpotensi untuk disalahgunakan.
Berdasarkan kasus tersebut, dapat dilihat bahwa tidak semua pihak mengetahui bagaimana menjalankan sistem pemungutan suara dilihat dari perspektif ilmu psikologi. Ini dapat menimbulkan konsekuensi terhadap hasil dari pemungutan suara itu sendiri.
Berpindah menggunakan surat suara elektronik bukan merupakan suatu solusi yang terbaik untuk mengatasi permasalahan desain surat suara ini. Menurut Kortum, penyebaran luas mesin pemungutan suara elektronik selama 10 tahun terakhir telah gagal mengatasi masalah ini – kadang-kadang bahkan membuatnya lebih buruk – karena sistem ini tidak memasukkan apa yang kita ketahui tentang psikologi desain dan kesalahan manusia.
Alasan lainnya adalah karena sistem pemungutan suara cenderung untuk berganti-ganti sehingga pemilih tidak memiliki kesempatan untuk mempelajari sistem tersebut sebelum akhirnya digantikan dengan sistem yang baru.
Hal yang terpenting dalam membuat desain surat suara, baik menggunakan kertas maupun eletronik, surat suara harus didesain dengan menggunakan cara berpikir pemilih. Proses psikologis seperti ingatan, sorotan, serta persepsi pemilih kemudian harus digunakan dalam desain surat suara agar pemilih dapat memahami surat suara dan tidak ada hasil suara ambigu.
Sumber:
APS (Association for Psychological Science)