Survei KedaiKOPI : Model Dan Body Motor Matic Kelas 150-160 CC Menarik Minat Calon Pembeli

Siaran Pers

Jakarta – Model dan body yang terdapat di motor kelas 150-160cc merupakan daya tarik utama bagi calon pembeli untuk membeli motor di kelas tersebut. Hal tersebut terlihat di dalam Telesurvei Peluncuran Honda PCX 160 yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI di lima kota besar Indonesia.

Responden yang memiliki preferensi terhadap Honda PCX 160, sebanyak 22,5% di antaranya memilih karena model dan fitur motor tersebut. Sedangkan yang memilih Honda ADV 150, 20,5% memilih karena body dan mesin yang bagus dari motor tersebut. Sama halnya dengan responden yang memilih Yamaha Aerox 155, 20,4% di antaranya memilih karena body dan mesinnya yang bagus. Sedangkan untuk yang memilih Yamaha NMax 155, 12,6% responden memilih karena model dan fiturnya di motor tersebut.

Direktur Lembaga Survei KedaiKOPI, Latifani Halim menyatakan, “Model dan body khas yang dihasilkan oleh motor matic di kelas 150-160cc memang menjadi daya tarik utama bagi masyarakat untuk memilih motor di kelas tersebut sebagai tunggangannya”.

Kesukaan masyarakat tersebut berbanding lurus dengan kesukaan terhadap salah satu produk di kelas tersebut, yaitu Honda PCX 160. Sebanyak 90,6% menyatakan bahwa mereka suka dengan Honda PCX 160. Sedangkan, hanya 9,4% yang menyatakan tidak suka dengan Honda PCX 160 ini.

Perihal harga, 59,8% responden menyatakan bahwa harga jual Honda PCX 160 yang berkisar 30-34 juta rupiah sudah sesuai dengan fitur dan teknologi yang ada. Sedangkan sebanyak 40,1% menyatakan harga jualnya masih mahal, dan 0,1% menyatakan bahwa harga tersebut terlalu murah.

Meski demikian, sebanyak 51,1% menyatakan bahwa belum pasti mereka akan membeli Honda PCX 160. Sedangkan 31,6% menyatakan tidak akan membeli, dan hanya 16,3% yang menyatakan akan membeli di tahun ini. Sisanya, 0,9% menyatakan membeli dalam waktu 6 bulan dan 0,1% akan membeli dalam bulan ini.

Untuk responden yang menjawab tidak akan membeli, sebanyak 18,1% menyatakan bahwa harga terlalu mahal, 16,5% menyatakan belum berminat, dan 14,6% menyatakan ada keperluan penting lainnya. Sedangkan, untuk responden yang menyatakan belum pasti membeli Honda PCX 160 karena ada keperluan yang lebih penting (17,8%), tidak ada uang (17,1%), dan harga terlalu mahal (16,1%).

“Kecenderungan responden yang lebih banyak menyatakan belum pasti dan tidak akan membeli Honda PCX 160 dan motor-motor lain di kelas yang sama disebabkan banyak faktor, terutama faktor pandemi serta waktu yang mendekati Ramadhan dan Lebaran yang di mana saat tersebut kebutuhan rumah tangga akan meningkat dibandingkan waktu-waktu lainnya,” kata Latifani.

Di sisi lain, pengetahuan masyarakat mengenai peluncuran Honda PCX 160 sudah besar. Sebanyak 92,3% menyatakan bahwa mereka mengetahui peluncuran motor keluaran terbaru dari Honda ini. Sedangkan, hanya 7,7% saja yang tidak mengetahui mengenai peluncuran Honda PCX 160.

Namun, besarnya pengetahuan peluncuran Honda PCX 160 tersebut tidak berbanding lurus dengan pengetahuan mengenai arti angka 160 di label Honda PCX 160. Hanya 44,4% yang menjawab benar dengan menyatakan bahwa angka 160 di ambil dari cc mesin, sedangkan 31,9% menyatakan bahwa 160 di ambil dari model yang lebih besar 150, dan sebanyak 23,7% menyatakan tidak tahu.

“Meski masih lebih banyak yang salah dan tidak tahu mengenai arti angka 160, hal ini merupakan kewajaran karena survei ini dilakukan kurang dari sebulan sejak Honda PCX 160 resmi diluncurkan,” kata Latifani.

Apalagi, sebanyak 62,0% responden menyatakan wajar jika Honda memasang angka 160 di dalam nama motor tersebut meski kapasitas motor tersebut hanya 156,9cc.

Telesurvei Peluncuran Honda PCX 160 ini diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI. Survei ini diselenggarakan pada tanggal 1-5 Maret 2021 dengan menggunakan telepon (telesurvei) kepada 800 responden yang berada di daerah Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar. Responden survei berasal dari panel survei Lembaga Survei KedaiKOPI dari Maret 2018-Maret 2021 yang berjumlah 2893 orang. Dengan demikian, tingkat respons (response rate) telesurvei adalah sebesar 27,65%.

Hasil survei selengkapnya dapat di unduh di sini

Survei KedaiKOPI : Perempuan Mendukung Pengesahan RUU P-KS

Siaran Pers

Jakarta, 17 Maret 2021

Dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional, Lembaga Survei KedaiKOPI meminta opini perempuan di lima kota besar Indonesia tentang Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS). Sebanyak 87,8% responden menyatakan bahwa mereka mendukung pengesahan RUU P-KS oleh Pemerintah dan DPR-RI.

Peneliti Senior Lembaga Survei KedaiKOPI, Rizky Anggia Nursanti, mengatakan “tingginya dukungan yang diberikan oleh perempuan terhadap proses pengesahan RUU P-KS merupakan representasi dari harapan perempuan mengenai perlindungan dari kekerasan seksual yang selama ini lebih banyak menyasar kepada perempuan sebagai korban”. Hanya 4,0% responden yang menjawab tidak mendukung pengesahan RUU P-KS, dan 8,2% lainnya menyatakan tidak tahu.

Dukungan yang besar terhadap pengesahan RUU P-KS didasari oleh banyak hal, sebanyak 61,8% responden menjawab adanya jaminan atas perlindungan hukum, 32,8% responden menyatakan bahwa RUU P-KS ini mendukung adanya kesetaraan gender. Sedangkan alasan responden yang menyatakan tidak mendukung RUU P-KS di antaranya aturan hukum yang sudah ada sudah cukup sebanyak 93,8% dan agenda liberalisasi di masyarakat sebanyak 6,2%. Rizky menambahkan “besarnya alasan responden yang mendukung RUU P-KS atas dasar alasan perlindungan hukum, menunjukkan bahwa banyaknya perempuan yang masih merasa hukum yang berlaku belum melindungi mereka secara menyeluruh dari kekerasan seksual.”

Menurut Wakil Ketua Komisi VIII DPR-RI, Diah Pitaloka, dalam catatan sejarah gerakan perempuan itu memang tidak pernah mudah, dan disitulah maka harus bertahan. “Memang nggak ada yang otomatis gitu, kita di tengah perjuangan ini, dan sinilah kita mencari dukungan lebih banyak, mencari sumber literasi, kita mencari argumentasi, kita berupaya untuk mematahkan stigmatisasi. Disitulah gitu effort-nya gitu ya, jangan dipahami ini sebagai satu hal yang iya atau tidak. Pahamilah ini sebagai satu perjuangan yang membutuhkan kehadiran kita dan satu catatan saya kekerasan seksual itu bukan hal yang baik, jadi saya pikir di titik itu everybody I agree,” katanya.

Survei ini juga mengungkap mengenai pengalaman kekerasan seksual yang dialami oleh para responden. Sebanyak 91,2% menyatakan tidak pernah mengalami kekerasan seksual di tempat umum, kerja ataupun sekolah. Sedangkan 8,8% menyatakan pernah mengalami kekerasan seksual di tempat tersebut. “hanya 8,8 % responden yang menjawab mereka mengalami kekerasan seksual itu merupakan pertanda masih banyaknya perempuan yang belum memahami pengertian dari kekerasan seksual itu sendiri,” kata Rizky.

Kalis Mardiasih pun mengamini hal tersebut, Ia juga mengungkapkan bahwa tidak semua masyarakat mengerti mengenai kekerasan seksual apalagi mengenai RUU ini, bahkan dari kultur masyarakat yang belum ramah bagi perempuan itu sendiri. “Secara umum kita hidup di dalam masyarakat yang memandang tubuh perempuan itu sebagai fitnah laki-laki, memandang tubuh perempuan itu sebagai ujian laki-laki. Kita ini kan mau mereformasi, baik secara kultural maupun secara struktural gitu, tetapi ada kepala nih yang menganggap dirinya superior yang merasa berhak mempunyai power dan kuasa untuk merendahkan perempuan gitu,” tuturnya

Kemudian, responden yang pernah mengalami tindak kekerasan seksual yang melaporkan kejadian tersebut hanya 65,7%. Mereka melaporkannya ke berbagai pihak seperti orang sekitar (43,5%), aparat (26,1%) orang tua (21,7%), guru (21,7%), keluarga (8,7%), rekan kerja (4,3%), dan atasan (4,3%). Di sisi lain, sebanyak 34,3% yang mengalami tindak kekerasan seksual menyatakan bahwa mereka tidak melaporkan kejadian tersebut. Alasan mereka tidak melaporkan di antaranya merasa tidak perlu melapor (16,7%), pelaku sudah dihakimi massa (16,7%), takut (16,7%), takut dengan pandangan orang, diancam oleh pelaku, merasa percuma dan tidak memberi alasan, masing-masing 8,3%.

Rahayu Saraswati juga mengungkapkan bahwa masih banyak yang tidak mengerti bahwa apa yang mereka alami itu adalah kekerasan seksual, apalagi meliputi kekerasan seksual secara verbal maupun juga secara psikis, itu banyak yang belum mengerti antara kekerasan seksual dengan hal-hal yang dialami. Jadi memang pendidikan ini masih sangat dibutuhkan. Ia juga mengungkapkan bahwa perlu adanya perlindungan yang terbaik bagi korban, dan tidak hanya hukuman bagi pelaku tetapi rehabilitasi, sehingga ketika kembali ke masyarakat tidak akan terulang kembali.

Untuk kedepannya Iwan merasa optimis dapat memberikan literasi kepada masyarakat dan sudah merupakan tugasnya. “Jadi itu tugas yang bisa kita lakukan masing-masing untuk memberikan dukungan kepada RUU P-KS ini. Bahwa memang masih banyak masyarakat yang kurang memahami apa yang dimaksud dengan kekerasan seksual, saya pikir itu tugas kita bersama. Dengan melakukan itu di lingkungan masing-masing, maka kita juga sudah memberikan dukungan kepada Ibu Diah dan teman-teman mengesahkan RUU P-KS ini,” pungkasnya.

Survei Opini Perempuan ini diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional 2021. Survei ini diselenggarakan pada tanggal 06-08 Maret 2021 dengan menggunakan telepon (telesurvei) kepada 400 responden perempuan yang berada di daerah Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar. Responden survei berasal dari panel survei Lembaga Survei KedaiKOPI dari Maret 2018 – Maret 2021 yang berjumlah 1360 orang, dengan kriteria berjenis kelamin perempuan. Dengan demikian, tingkat respons (response rate) telesurvei adalah sebesar 29,4%.

Hasil Survei Selengkapanya hanya di sini

Survei KedaiKOPI : Kata Perempuan, Peran Pemerintah Masih Kurang Dalam Perubahan Iklim

Siaran Pers

Jakarta, 15 Maret 2021 – Perempuan Indonesia berpendapat bahwa peranan pemerintah dalam menanggulangi perubahan iklim masih kecil. Sebanyak 55,7% responden menyatakan peran pemerintah kecil, sedangkan 39,0% menyatakan sedang, dan 5,3% lainnya menyatakan peran pemerintah sudah besar. Hal tersebut terungkap di dalam Survei Opini Perempuan yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI di lima kota besar Indonesia dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional.

Direktur Lembaga Survei KedaiKOPI, Latifani Halim mengatakan “Opini perempuan yang menyatakan peran pemerintah masih kecil di dalam penanggulangan perubahan iklim merupakan peringatan untuk pemerintah agar lebih berperan proaktif dalam menangani masalah iklim ini”.

Terlebih, hanya 12,7% responden saja yang merasa UU Omnibus Law Cipta Kerja akan mengurangi dampak dari perubahan iklim. Padahal salah satu poin utama yang di bahas UU tersebut adalah penanggulangan perubahan iklim. Sedangkan, 56,0% responden lainnya merasa akan sama saja, dan 31,3% justru merasa UU tersebut akan memperburuk.

Di sisi lain, sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka percaya dengan adanya perubahan iklim. Hal tersebut dapat terlihat dari 67,5 % menyatakan percaya dan hanya 32,5% lainnya yang menyatakan tidak percaya. “Hal tersebut merupakan sebuah hal positif karena masyarakat sudah sadar bahwa perubahan iklim benar terjadi” Kata Latifani.

Responden yang percaya perubahan iklim melihat hal tersebut dari adanya perubahan pada cuaca yang berubah-ubah (60,7%), lalu percaya saja karena memang terjadi (9,3%), terjadi cuaca ekstrem (8,1%), dan terjadi bencana alam seperti banjir, longsor, gunung Meletus (6,3%).

Sedangkan bagi mereka yang tidak percaya beralasan bahwa masih sama seperti yang dahulu (35,7%), iklim Indonesia yang hanya dua saja (24,8%), cuaca susah ditebak (15,5%), dan karena merasa tidak perubahan (8,5%).

Namun, di sisi lain, sebagian besar responden justru percaya bahwa perubahan iklim disebabkan oleh fenomena alam. Sebanyak 57,0% menyatakan demikian. “Sedangkan hanya 35,0% responden saja yang menjawab bahwa perubahan iklim disebabkan oleh manusia, dan 8,0% lainnya menyatakan tidak tahu.” tutur Latifani.

Di samping itu, sebanyak 74,9% responden merasa tidak akan merasakan langsung dampak dari perubahan iklim yang terjadi di Indonesia. Untuk 25,1% lainnya, menjawab akan merasakan secara langsung karena mereka sudah melihat banjir karena curah hujan yang tinggi (27,0%), menghambat aktivitas sehari-hari (24,0%), harus beradaptasi dengan lingkungan (12,0%), lingkungan jadi tercemar (10,0%), terjadi penurunan Kesehatan (8,0%), dan cuaca yang berubah-ubah (8,0%).

Hasil survei di atas menunjukkan bahwa penanggulangan perubahan iklim merupakan kerja bersama. “Pemerintah harus lebih proaktif dalam menggencarkan kebijakan-kebijakan yang bertujuan melindungi lingkungan, dan untuk masyarakat harus lebih menyadari bahwa kerusakan dan perubahan iklim ini disebabkan oleh manusia, bukan alam.” tutur Latifani.

Oleh karena itu, peran perempuan di dalam usaha menjaga lingkungan pun semakin besar. “Perempuan Indonesia bisa menjadi garda terdepan untuk menyelamatkan iklim kita dengan menyuarakan kepedulian kepada masyarakat untuk menjaga iklim kita demi masa kini dan yang akan datang”. kata Latifani.

Survei Opini Perempuan ini diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional 2021. Survei ini diselenggarakan pada tanggal 6-8 Maret 2021 dengan menggunakan telepon (telesurvei) kepada 400 responden perempuan yang berada di daerah Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar. Responden survei berasal dari panel survei Lembaga Survei KedaiKOPI dari Maret 2018-Maret 2021 yang berjumlah 1360 orang, dengan kriteria berjenis kelamin perempuan. Dengan demikian, tingkat respons (response rate) telesurvei adalah sebesar 29,4%.

Dapatkan hasil lengkapnya di sini

 

Tentang Kebijakan Bebas PPNBM, Survei KedaiKOPI: Adil Menurut Publik Walau Belum Mau Beli Mobil

Siaran Pers

Jakarta, 12 Maret 2021 – Hasil survei Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia) mengungkapkan bahwa kebijakan Relaksasi Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM ) sudah adil. Sebanyak 74,9% menyatakan kebijakan Relaksasi PPnBM ini sudah adil. Sebaliknya, 7,1% menyatakan tidak adil, dan 18% lainnya dinyatakan tidak tahu. Namun, meski menganggap kebijakan ini adil, hal tersebut tidak serta merta membuat masyarakat ingin membeli mobil. Hasil survei ini juga memperlihatkan bahwa 99,2% responden menyatakan tidak akan membeli mobil baru dalam masa Relaksasi PPnBM ini.

Direktur Lembaga Survei KedaiKOPI, Latifani Halim mengatakan “Publik melihat bahwa ini sebuah kebijakan yang adil sebagai upaya mendukung geliat industri otomotif, namun di satu sisi, karena pandemi pula publik cenderung menahan diri untuk mengeluarkan uang mereka untuk membeli mobil baru meski ada kebijakan Relaksasi PPnBM ini. ”

Di sisi lain, sebanyak 0,8% responden lainnya yang menyatakan akan membeli mobil saat Relaksasi PPnBM memilih membeli mobil saat periode Juni hingga Agustus (33,3%) dan September hingga Desember (66,7%). “Hal ini wajar karena tren pembelian mobil akan lebih bergeliat pasca bulan Ramadhan dan Lebaran. Meningkatnya konsumsi rumah tangga di Ramadhan dan Lebaran membuat masyarakat memiliki kecendrungan menunda pembelian mobil hingga periode Ramadhan dan Lebaran usai” kata Staf Khusus Menteri Keuangan RI yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univ. Brawijaya, Prof. Candra Fajri Ananda, Ph.D.

Kemudian, 59,1% responden menyatakan bahwa kebijakan Relaksasi PPnBM juga harus berlaku untuk kendaraan bermotor jenis motor, 22,5% mengatakan tidak perlu, dan 18,4 % lainnya tidak tahu. Survei ini juga mencoba mengeksplorasi tentang Relaksasi PPnBM bagi mobil dan motor sekaligus sebagai sebuah kebijakan yang adil. Sebanyak 59% menyatakan adil, 22,8% menyatakan tidak, dan sisanya sebanyak 18,2% menyatakan tidak tahu.

Selain itu, publik juga menyetujui adanya kebijakan Relaksasi PPnBM. Hal tersebut terlihat sebanyak 77,6% responden menyatakan kesetujuaanya terhadap Relaksasi PPnBM ini. “Dukungan yang tinggi dari masyarakat terhadap kebijakan Relaksasi PPnBM memperlihatkan bahwa kebijakan insentif seperti ini mendapat dukungan dari masyarakat terlebih di masa pandemi seperti saat ini.” kata Latifani.

Latar belakang pemerintah mengeluarkan kebijakan ini untuk menggenjot perekonomian nasional terutama di bidang otomotif agar dapat bangkit kembali setelah jatuh selama masa pandemi. “Keberhasilan kebijakan PPnBM ini akan membuka dan mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor-sektor lainnya karena hal tersebut akan meningkatkan konsumsi rumah tangga masyarakat” kata Prof. Candra.

Hal tersebut diamini oleh Pengamat Otomotif Billy Riestianto “Industri otomotif sangat berdampak oleh pandemi ini contohnya adalah penjualan pada bulan Maret 2020 yang biasanya mencapai 90.000 unit di tahun-tahun sebelumnya, namun hanya terjual 17.000 unit saja”. Oleh karena itu, kebijakan Relaksasi PPnBM ini merupakan langkah yang positif untuk mendorong industri otomotif kembali bergeliat di saat maupun pasca pandemi nanti.

Namun, hal berbeda di alami oleh Mobil Bekas Hobi. Andrie Nuandra, Pemilik Beberes Garasi Store mengatakan “Adanya pandemi justru meningkatkan geliat industri mobil hobi karena ketiadaan atau berkurangnya aktivitas selama masa pandemi membuat para pemilik mobil justru ingin memperbaiki atau mempercantik mobil yang mereka miliki”.

Survei Persepsi Relaksasi PPnBM diselenggarakan pada tanggal 1-5 Maret 2021 dengan menggunakan telepon (telesurvei) kepada 800 responden yang berada di daerah Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar. Responden survei berasal dari panel survei Lembaga Survei KedaiKOPI dari Maret 2018-Maret 2021 yang berjumlah 2893 orang. Dengan demikian, tingkat respons (response rate) telesurvei adalah sebesar 27,65%.

Dapatkan hasil survei selengkapnya di sini