Jakarta, 13 Juli 2018-Pada hari Kamis tanggal 12 Juli 2018, Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) mengadakan diskusi publik “Arena Adu Opini: Ekonomi, Hukum, dan Politik” yang dihadiri oleh 6 orang anggota DPR RI sebagai narasumber, dan Ustadz Yusuf Mansur sebagai moderator. Narasumber tersebut terdiri dari Arwani Thomafi (PPP), Faisol Reza (PKB), Ahmad Riza Patria (Partai Gerindra), Dave Laksono (Partai Golkar), Mardani Ali Sera (PKS), dan Roy Suryo (Partai Demokrat). Tiga topik yang diperbincangkan dalam diskusi tersebut berasal dari hasil Survei Nasional KedaiKOPI.
Menurut survei nasional yang dilakukan KedaiKOPI di 34 propinsi pada 12– 27 Maret 2018, lalu sebanyak 50,4% responden menyebut masalah ekonomi sebagai salah satu masalah bangsa saat ini. Dalam penjelasan responden, masalah ini muncul dari kenaikan sembako, kenaikan tarif listrik serta kebutuhan hidup lainnya.
Masalah lainnya, adalah lapangan kerja yang kurang (12,4%), lalu korupsi (7,7%), kemiskinan (4,2%) dan narkoba (3,3). Sisanya menyebutkan masalah pendidikan, politik, pembangunan infrastruktur, masalah keamanan dan lainnya.
Melalui survei lanjutan pada 13 April – 16 April 2018, KedaiKOPI menggali lebih dalam soal permasalah bangsa dalam pandangan publik. Lewat telesurvei terhadap responden di 34 propinsi, masalah ekonomi itu menurut responden itu juga berupa banyaknya pengangguran, kemiskinan, kesejahteraan kurang merata dan banyak utang luar negeri.
Roy Suryo mengatakan bahwa ekonomi Indonesia saat ini sedang turun, yakni dengan melemahnya rupiah dan dollar menguat. Walau pemerintah sudah berusaha keras untuk mengatasi masalah tersebut namun ini tak terlihat di media luar biasa. Roy Suryo menilai bahwa media dibuat semanis mungkin dan menutupi permasalahan yang ada.
Sedangkan menurut Dave Laksono, media memang tidak bisa seutuhnya dikontrol pemerintah. Dengan era reformasi yang terbuka memberikan semua orang kebebasan menyampaikan pandangan masing-masing. Bagaimana kita melihat kejelekan pemerintah tergantung dari masyarakat. Sekarang adalah bagaimana kita mengawal reformasi yang telah bergulir ini sehingga terwujud keterbukaan di masyarakat. Ini semua tergantung dari masing-masing elemen di masyarakat untuk mewujudkan reformasi hukum, ekonomi, dan politik berjalan dan menuju Indonesia yang lebih sejahtera.
Ahmad Riza Patria berpendapat bahwa masalah ekonomi di negeri ini adalah suatu permasalahan yang pelik. Permasalahan ekonomi diantaranya adalah daya beli masyarakat yang rendah, dimana daya beli yang rendah ini tidak hanya dirasakan oleh kelas menengah ke bawah, namun juga oleh kelas menengah ke atas. Saat rupiah melemah dan dollar naik, ini akan memberikan dampak dan akibat pada seluruh sektor, termasuk utang negara yang semakin tinggi. Lapangan pekerjaan juga dinilai semakin sulit bagi masyarakat. Pemerintah seharusnya membantu masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan, namun yang dilakukan justru sebaliknya. Tenaga kerja asing seharusnya dipersulit bukan dipermudah. Pemerintah seharusnya lebih mengutamakan tenaga kerja Indonesia. Pemerintah dinilai lebih mementingkan untuk membangun infrastruktur yang pada kenyataannya masalah “perut” yang lebih prioritas justru dikesampingkan.
Sedangkan dari PPP yang direpresentasikan oleh Arwani Thomavi, pemerintah patut diapresiasi karena telah mencapai inflasi yang paling rendah di tahun ini, yakni 0,59% berdasarkan data dari BPS, dibandingkan dengan lima lebaran sebelumnya yakni pada masa pemerintaha Soesilo Bambang Yudhoyono.
Rezim WTO (World Trade Organization) dinilai mulai hancur oleh Faisol Reza (PKB). Ini merupakan suatu agenda besar bagi Indonesia apakah Indonesia akan memilih untuk tetap bersama dengan rezim pasar bebas atau mengikuti arus besar perubahan tatanan di dunia baik di bidang politik maupun di bidang ekonomi. Faisol Reza menilai bahwa tenaga kerja asing bisa saja diperbolehkan di Indonesia namun hal ini seharusnya dilakukan untuk transfer knowledge, dengan kata lain tenaga kerja asing yang dapat dipekerjakan adalah tenaga kerja yang terampil, bukan tenaga kerja kasar.
Sedangkan Mardani Ali Sera (PKS) cukup berbeda melihat permasalahan bagi masyarakat Indonesia. Beliau berpendapat bahwa akar permasalahan Indonesia sesungguhnya adalah pendidikan, namun pendidikan masih luput dari perhatian. Memang sembako bisa dijadikan strategi sebagai penyelesaian masalah Indonesia namun hanya sebagai “aspirin” jangka pendek. Sedangkan untuk penyelesaian jangka panjang adalah dengan pendidikan. Sebagai contoh adalah Indonesia merupakan negara maritim, namun sektor maritim memberikan kontribusi yang sangat kecil untuk PDB Indonesia. Akan lebih baik jika masyarakatnya diberikan edukasi untuk menangkap ikan yang benar, untuk menanam rumput laut, dan lain sebagainya.
Beralih ke masalah hukum, Ahmad Riza Patria (Gerindra) berpendapat bahwa di Indonesia yang paling cepat ditangkap adalah teroris. Ini sangat disayangkan mengingat kriminalisasi lainnya masih terbengkalai, contohnya adalah kriminalisasi ustadz, mafia tanah dimana banyak merugikan rakyat, dan lain sebagainya. Titik dari permasalahan ini adalah keberpihakan.
Sedangkan Faisol Reza menilai bahwa kasus HAM (Hak Asasi Manusia) memang banyak tidak terselesaikan karena belum adanya kehendak dari aparat hukum untuk menyelesaikannya. Hukum di Indonesia dinilai masih sangat dikendalikan oleh politik. Hukum belum menjadi satu entitas yang bisa berdiri untuk keadilan yakni masih dikendalikan oleh keputusan politik.