Polling Mobil Ide Rakyat: 64,1 Persen Responden Minta DPR Perlu Lanjutkan Hak Angket

JAKARTA – Lembaga survei KedaiKOPI menggelar kegiatan Mobil Ide Rakyat di tiga provinsi di pulau Jawa bagian Barat yang tersebar di lima titik lokasi dalam kurun waktu 18-25 November 2023.

 

Mobil Ide Rakyat adalah kegiatan edukasi politik yang bertujuan menangkap aspirasi masyarakat khususnya generasi muda dalam menyambut Pemilu 2024.

 

Ada berbagai pertanyaan yang diajukan saat polling, seperti diantaranya money politics, privilege dalam dunia politik, hak angket DPR terkait putusan kontroversial MK, faktor penentu dalam memilih presiden dan kriteria calon presiden yang pro anak muda.

 

Sebanyak 1269 orang menyampaikan aspirasinya atas isu-isu yang menjadi bahan perbincangan nasional.

 

Secara demografi jumlah pengunjung Mobil Ide rakyat berjenis kelamin laki laki 54,6% dan perempuan 42,7%, usia gen z sebanyak 78,1% dan 52,3% berstatus pelajar/mahasiswa.

 

Beberapa hasil polling mengungkapkan, sebanyak 75,8% responden menyatakan suara mereka tidak bisa dibeli meskipun diberi sesuatu oleh kandidat.

 

Pada pertanyaan privilege di karir politik, 58,6% mengungkapkan pandangannya bahwa anak muda dapat memiliki karir politik yang cepat dengan bermodalkan kecerdasan dan kompetensi yang dimiliki.

 

Namun 39,2% responden berpendapat sulit bagi anak muda untuk memiliki karir cepat di dunia politik bila tidak disokong oleh pengaruh orang dalam yang kuat.

 

Kepala program Mobil Ide Rakyat Rifqi Islami mengatakan, “responden gen z saat ditanya keinginan mengenai politisi muda dalam pertanyaan terbuka, ada dua jawaban teratas yakni pro rakyat dan kerja nyata”.

 

Ia menyebutkan ada hal menarik, “pada pertanyaan keinginan politisi muda berdasarkan gender, kriteria seperti sederhana dan tegas, berada di urutan bawah”.

 

Rifqi mengatakan pada pertanyaan apakah DPR perlu melayangkan hak angket guna melakukan penyelidikan dan menginvestigasi hasil putusan MK, sebanyak 64,1% menjawab perlu dilakukan.

 

“Saat ditanya hal apa yang menjadi prioritas dalam memilih presiden, visi misi berada di urutan teratas sangat penting oleh 39,5% responden dan janji kampanye di urutan buncit sebesar 8,3%,” paparnya.

 

Responden yang merasa tidak puas menganggap tugas presiden lima tahun mendatang harus menyelesaikan hal hal yang menjadi keresahan, seperti diantaranya masih adanya korupsi (21,4%), kondisi ekonomi yang tidak stabil (21,2%) serta kemiskinan (19,2%).

 

Founder Lembaga Survei KedaiKOPI Hendri Satrio menyoroti hasil polling yang menyebutkan masyarakat khususnya gen z lebih mementingkan visi misi ketimbang gimmick politik, “hal ini membuktikan pemilih muda cerdas dalam memilih calon pemimpinnya.”

 

Hensat mengatakan aspirasi dari rakyat sudah seharusnya didengarkan oleh setiap insan yang terlibat dalam pemilu, bukan hanya KPU, Bawaslu, Partai Politik, Paslon Pilpres. Melainkan juga penguasa saat ini yang akan menyerahkan tongkat estafet pada pemimpin baru.

 

“Kehadiran MIR (Mobil Ide Rakyat) ini diharapkan bisa jadi inspirasi kelompok lain untuk meniru hal yang sama. Tidak harus mobil, bisa kendaraan lain yang penting bisa menangkap aspirasi rakyat dan hasilnya diinformasikan kembali ke rakyat, disuarakan kepada seluruh elemen yang terlibat dalam Pemilu 2024,” tutupnya. ***

 

Hasil Polling Mobil Ide Rakyat dapat diunduh dengan meng-klik pranala berikut ini: Launching Hasil Polling Mobil Ide Rakyat (5122023)

Terlalu Dini Bila Dikatakan Data Ekstrapolasi Dapat Memprediksi Potensi Kemenangan Bakal Capres Satu Putaran

Jakarta, 23 Desember 2024. Beredar pemberitaan tentang prediksi potensi kemenangan salah satu Bakal Calon Presiden (Bacapres) satu putaran saja dalam Pemilu 2024. Prediksi potensi kemenangan ini dikabarkan menggunakan data ekstrapolasi. Apa sebenarnya data ekstrapolasi itu? Apa kelebihan dan kekurangannya? Apakah cukup kuat untuk memprediksi potensi kemenangan bakal calon Presiden? Ini penjelasan CEO Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo, Ph.D menjawab pertanyaan di atas.

Melakukan analisis lanjutan dari data deskriptif seperti elektabilitas presiden merupakan sebuah keharusan untuk mendapatkan wawasan lebih dalam tentang sesuatu. Misal melakukan penyaringan atau tabulasi silang antara elektabilitas presiden dan popularitas presiden untuk mengetahui seberapa efektif keterkenalan seseorang dikonversi menjadi suara.

Jika efektivitasnya rendah maka perlu dicari lagi dari data yang tersedia penjelasan atau potensi yang bisa mengerek efektivitas popularitas terhadap elektabilitas.

Selain itu tersedia juga alat analisis yang disebut sebagai ekstrapolasi yang secara sederhana berusaha untuk mengetahui yang tidak diketahui dari data yang kita ketahui. Contoh paling sederhana adalah menggunakan data elektabilitas yang ada dari beberapa survei di masa lampau untuk memprediksi elektabilitas setahun kedepan.

Harus dibedakan secara mendasar antara ekstrapolasi dan penyaringan data.

Ekstrapolasi menggunakan data historis untuk beberapa waktu kebelakang untuk memprediksi nilai di masa depan. Penyaringan di sisi lain melihat bagaimana nilai atau parameter pada sub-bagian populasi yang kita teliti.

Sebuah lembaga Survei seperti diberitakan oleh media online nasional, mengklaim melakukan ekstrapolasi, namun yang dilakukan hanyalah penyaringan data, tentu jauh dari prinsip transparan. Apalagi menggunakan hasil penyaringan data sebagai landasan prediksi yang jelas mengabaikan satu variabel penting dalam prediksi yaitu waktu.

Lembaga survei ini yang melakukan penyaringan hasil elektabilitas berdasarkan mereka (responden) yang mengenal 3 tokoh nasional yang akan bertarung di 2024. Metode penyaringan ini adalah wajar jika hasilnya diinterpretasikan sebagai efektivitas popularitas terhadap elektabilitas, dalam kata lain semakin banyak orang yang kenal yang juga memilih Tokoh tersebut.

Namun Lembaga survei tersebut secara semena-mena menginterpretasikan bahwa hasil elektabilitas dari penyaringan di atas memprediksi pemilu akan hanya berlangsung satu putaran dalam artian salah satu calon akan mendapatkan suara mayoritas atau diatas 50%. Tentu klaim ini sama sekali tidak berdasar baik secara metodologi maupun secara asumsi ilmu politik.

Secara metodologi telah dijabarkan bahwa penyaringan bukanlah ekstrapolasi sehingga hasilnya tidak bisa digunakan untuk memprediksi elektabilitas apalagi putaran pemilu nanti di 2024. Apalagi tingkat keterkenalan seseorang tidak statis sifatnya, sehingga tidak bisa dijadikan patokan untuk memprediksi sesuatu di masa depan. Secara ilmu politik tidak ada asumsi bahwa hanya mereka yang mengenal Tokoh yang akan bertarung di pemilu yang akan menjadi pemilih di pemilu.

Kemungkinan akan semakin banyak lagi warga yang mengenali Tokoh Bacapres, apalagi di masa Kampanye. Hal ini akan meruntuhkan asumsi bahwa elektabilitas Tokoh tertentu di 2024 akan ditentukan oleh keterkenalan tokoh-tokoh kuat hari ini.

Praktik penggunaan jargon teknis yang menyilaukan seperti ekstrapolasi untuk menyembunyikan kebenaran biasanya dilakukan oleh tukang sulap, apalagi ternyata klaim ekstrapolasi yang dijargonkan ternyata hanya penyaringan data belaka dengan mengabaikan variabel prediksi yang penting yaitu waktu. Praktik seperti ini harus menjadi bendera merah (red flag) untuk publik Ketika membaca Laporan ataupun hasil dari Lembaga survei yang juga besar dalam jargon, besar dalam klaim tapi miskin data dan metodologi statistik.

*

Peristiwa Desa Wadas, Refleksi Tujuan Pembangunan Pemerintah

Siaran Pers

Jakarta, 15 Februari 2022

Peristiwa di Desa Wadas dapat menjadi refleksi mengenai tujuan pembangunan yang mengedepankan asas-asas kemanusiaan, keadilan, kejujuran, dan melindungi sesama. Hal ini disampaikan oleh Sudirman Said selaku Koordinator Nasional Forum Solidaritas Kemanusiaan Di dalam diskusi publik “Wadas: Panggilan Kemanusiaan dalam Pembangunan” yang diselenggarakan oleh Forum Solidaritas Kemanusiaan yang didukung oleh Lembaga Survei KedaiKOPI dan Institut Harkat Negeri (IHN) bersama Kemanusiaan pada Selasa, 15 Februari 2022 secara daring.

Sudirman mengatakan bahwa kita harus kembali mengalibrasi bagaimana cara mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, karena itu tujuan utama dari bernegara, terutama dengan sila ke empat yakni bermusyawarah dan berdemokrasi.

“Tujuan bernegara kita ingin mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, itu tujuan utama dari bernegara, caranya dengan sila ke empat, dengan bermusyawarah, berdemokrasi, kemudian musyawarah tidak mungkin dilakukan tanpa semangat bersatu. Maka kita pegang teguh persatuan Indonesia, kemudian persatuan hanya mungkin apabila di antara kita, saling menghargai aspek kemanusiaan, karena itu sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab,” imbuh Sudirman.

Anggota Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengungkapkan bahwa masalah tambang batu andesit di desa Wadas membuat warga terpecah belah menjadi dua sisi, antara pro dan kontra. Selain itu, di sisi lain, warga Desa Wadas juga menurutnya sedikit trauma dan banyak yang tidak berani pulang ke rumah mereka.

“Concern saya adalah soal relasi sosial, ini warga terpecah belah, di sisi lain warga ada trauma segala macam yang itu juga harus segera disikapi. Saya tidak melihat mana yang lebih besar, mana yang lebih sedikit, tetapi bagaimana kemudian suara-suara warga kita didengar kemudian kita lindungi haknya,” ungkap Beka.

Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menyatakan bahwa pihaknya sudah meminta ke Gubernur, bahwa hak kepemilikan harus diakui, walaupun dalam UU Agraria Pasal 18 sudah diatur mengenai kepentingan bangsa negara dan masyarakat. “Hak kepemilikan itu bisa dicabut, tapi harus diingat, hak kepemilikan tidak hanya kepemilikan semata, tapi di situ ada unsur psikologis emosional di dalamnya, sehingga tidak bisa pendekatannya sok kuasa,” jelasnya.

Nasir Djamil juga sudah mengingatkan kepada pemerintah mengenai aspek psikologis emosional yang sebelumnya diabaikan oleh pemerintah. “Karena itu saya katakan kepada pemerintah, terkait dengan Bendungan Bener di Purworejo itu segeralah tunaikan hak rakyat dan bayarlah kompensasi kepada rakyat yang telah memberikan lahan mereka untuk pembangunan Bendungan Bener yang merupakan proyek strategis nasional,” katanya.

Nasir juga menyarankan pemerintah untuk mencari alternatif lain, dan untuk menghormati hak masyarakat yang ada di Wadas tersebut. “Kalau warga sudah menolak, alihkan ke tempat lain, hormati kemauan rakyat karena mereka ingin menjaga alam mereka,” tegas Nasir.

Di kesempatan ini, Miing Gumelar menyatakan bahwa orang-orang di Desa Wadas saat ini tidak dijaga rasa amannya. Menurutnya rasa aman adalah hak dasar dari warga negara Indonesia (WNI yang harus dilindungi. “Kalau sekarang mereka takut, berarti pemeritahan dari level bawah sampai atas melakukan tindakan pelanggaran terhadap konstitusi,” katanya.

Menurut Beka Ulung, apabila warga sudah ingin memutuskan apakah mereka menerimanya, hal ini harus berada di kondisi bebas tekanan dan intimidasi. “Ketika mereka memutuskan juga, memutuskannya dalam situasi kondisi bebas dari tekanan, bebas dari intimidasi, atau bebas dari provokasi. Itu yang penting yang perlu kita dorong bersama, sehingga nantinya Wadas punya solusi,” katanya.

Sementara itu Okky dan Miing juga menyarankan bahwa pemerintah saat ini harus merumuskan bagaimana pembangunan berjalan, tanpa mengganggu warga Wadas. “Ketika mereka menolak, ya sudah, gunakan kecerdasan pemerintah untuk mencari alternatif lain, pembangunan tetap jalan tanpa harus merusak tatanan sosial, adat istiadat penduduk lokal,” kata Miing.

Dari peristiwa ini Sudirman Said juga melihat ada beberapa hal yang keliru di sisi pemerintah, terutama dalam pengelolaan krisis. Bahkan, ia menyayangkan dialog dan komunikasi yang dilakukan pemerintah, seperti Menko Polhukam Mahfud MD dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang tidak mendinginkan publik, malah cenderung menutupi keadaan dan menyimplifikasi situasi seolah tidak ada hal yang rumit, sehingga letupan masalah terjadi di masyarakat.

“Padahal dalam krisis manajemen itu prinsip-prinsip mengelola krisis yang pertama-tama kita mesti menjelaskan apa adanya, karena semakin ditutupi, letupan-letupan berikutnya semakin kredibilitas dari pengelola krisis, semakin turun,” katanya.

Sudirman mengatakan bahwa kita harus kembali mengalibrasi bagaimana cara mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, karena itu tujuan utama dari bernegara, terutama dengan sila ke empat yakni bermusyawarah dan berdemokrasi.

Diskusi publik “Wadas: Panggilan Kemanusiaan dalam Pembangunan” yang diselenggarakan oleh Forum Solidaritas Kemanusiaan yang didukung oleh Lembaga Survei KedaiKOPI dan Institut Harkat Negeri (IHN) bersama Kemanusiaan. Diskusi ini dihadiri oleh Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil, Kornas Forum Solidaritas Kemanusiaan Sudirman Said, Anggota Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, Budayawan Dedy Miing Gumelar, dan Penulis Okky Madasari sebagai pembicara.

Sudirman Said: Solidaritas Sosial Warga Perlu Dikuatkan Dengan Kepemimpinan Instrinsik

Siaran Pers

Jakarta, 22 Juli 2021

Pandemi COVID-19 membuat masyarakat Indonesia semakin dermawan dan memunculkan Festival Tolong Menolong yang dilakukan oleh warga ungkap tokoh kemanusiaan Sudirman Said di dalam diskusi Gerakan Solidaritas Masyarakat yang diselenggarakan oleh Forum 2045 berkolaborasi dengan Lembaga Survei KedaiKOPI pada hari Kamis, 22 Juli 2021 secara daring. Hadir dalam diskusi tersebut Karlina Oktaviani dari BTS ARMY Indonesia, Muhammad Anshori dari Peduli Klaten, Wahyu Aji yang merupakan CEO Good News From Indonesia, Ni Kadek Dwi dari Karang Taruna Bali, dan Sudirman Said yang merupakan Sekjen PMI.

Muhammad Anshori yang merupakan aktivis pemuda dari Peduli Klaten mengungkapkan bahwa masyarakat nusantara sejatinya sudah siap untuk saling membantu dan gotong royong. Peduli Klaten yang berdiri sejak 2014 memiliki motto “Ora usah nyalahne sopo sopo, awak’e dhewe iso opo, ayo tumandang opo”(Tidak usah menyalahkan siapa-siapa, kita bisa apa, ayo kita kerjakan). Dengan motto tersebut Anshori melakukan gerakan pangan di desa-desa di Klaten untuk membantu meringankan beban warga di desa karena pandemi COVID-19.

Pemuda di dalam organisasi Karang Taruna juga tidak ketinggalan dalam gerakan solidaritas warga demi membantu sesama dalam pandemi COVID-19 yang dituturkan oleh Ni Kadek Dwi yang merupakan anggota Karang Taruna dari Bali. Ni Kadek mencontohkan kegiatan barbagi bahan pangan dan masker yang dilakukan oleh Karang Taruna di Bali. Lebih Lanjut edukasi kepada masyarakat tentang penggunaan masker dan partisipasi vaksinasi juga dilakukan secara intensif oleh anggota Karang Taruna di Bali. “Dengan vaksinasi kita berharap pariwisata di Bali bisa dibuka kembali, karena hampir 80% perekonomian di Bali tergantung dari pariwisata”, ujar Ni Kadek Dwi.

Solidaritas sosial yang sama didemonstrasikan oleh BTS ARMY Indonesia yang membantu makanan untuk ojek daring yang sedang isolasi mandiri serta membantu perempuan korban kekerasan yang angkanya meningkat sejak Pandemi COVID-19. Good News from Indonesia membantu dengan mengabarkan inisiatif solidaritas sosial warga di berbagai daerah yang pada akhirnya dapat menginspirasi dan dapat ditiru oleh masyarakat di daerah yang membutuhkan.

Sudirman Said mengapresiasi solidaritas sosial yang telah ditunjukkan oleh beragam komunitas di Indonesia di dalam bersama-sama menghadapi pandemi COVID-19. Solidaritas sosial warga perlu dikuatkan dengan kepemimpinan bangsa yang mengedepankan sisi intrinsik, yaitu sisi kerendah-hatian, layanan, dan kejujuran. “Hasil dari kepemimpinan dengan sisi intrinsik adalah penghormatan dan kerelaan untuk bergerak bersama,” tambah Sudirman Said. “Para pemimpin formal dan informal, di publik, dan di privat serta di masyarakat sipil harus berlomba-lomba menimbulkan keluhuran budi, kejujuran, kepedulian pada sesama dan keikhlasan untuk membangun kesediaan berkorban untuk tumbuh bersama, ” ujar tokoh kemanusiaan yang juga Sekretaris Jendral PMI.
***

Narahubung: Yoga Setyo Wibowo (0877-3880-6407)

Bergerak Membantu Sesama

Menyusuri jalanan sekitar Jakarta Selatan di pagi hari, terlihat beberapa masyarakat yang sudah memulai harinya. Di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ini, tidak dapat dipungkiri bahwa banyak masyarakat yang terdampak, karena jam kerja dan aktivitas yang terbatas.

Terbatasnya aktivitas di masa pandemi ini berdampak pada masyarakat secara langsung, dapat dilihat, bahwa angka pengangguran naik 2,67 juta orang dibandingkan periode yang sama pada tahun 2019. Pemutusan Hak Kerja (PHK) diramalkan akan terjadi terus menerus apabila keadaan Indonesia tidak kunjung membaik dari pandemi ini.

Oleh karena itu, di masa sulit seperti ini, Lembaga Survei KedaiKOPI menilai perlu adanya bantuan bagi masyarakat yang sedang berada di masa sulit ini. Lembaga survei KedaiKOPI mengadakan acara dengan tema “Uluran Tangan KedaiKOPI” dengan membagikan paket bahan-bahan pokok yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mempermudah mereka di masa sulit ini.

Koordinator acara Uluran tangan Lembaga Survei KedaiKOPI, Latifani Halim menjelaskan bahwa banyak masyarakat yang terdampak dan perlu dibantu. “Tidak dapat dipungkiri, masyarakat saat ini membutuhkan bantuan dari sesama, mereka bekerja keras di tengah pandemi untuk tetap bertahan hidup. Kami hanya ingin sedikit meringankan beban masyarakat saat ini,” tutur Latifani, Jumat (15/1/2021).

Sejak pukul 6 pagi, tim Lembaga Survei KedaiKOPI membagikan sebanyak 50 paket sembako yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Latifani berharap sedikit bantuan dari Lembaga Survei KedaiKOPI dapat dimanfaatkan dengan baik untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat.

Selain itu, Lembaga Survei KedaiKOPI berharap masa sulit yang dialami oleh masyarakat Indonesia dapat segera berlalu, karena hal ini cukup berdampak bagi ekonomi masyarakat secara umum. “Kami berharap, pandemi dapat segera berakhir, karena kita tahu sendiri, bahwa kesehatan dan perekonomian masyarakat cukup terancam pada pandemi ini,” kata Latifani.

Diskusi KedaiKOPI – COVID-19 Mendidik Kita Agar Lebih Peka Terhadap Etika dan Kemanusiaan

Siaran Pers

Rangkuman Diskusi Virtual Ngopi Bareng Spesial Ramadhan: Kita Dididik Corona, bersama Hendri Satrio, Rocky Gerung dan Prof. Firmanzah, Ph.D. (Rektor Universitas Paramadina)

Rocky Gerung menuturkan “Jadi sebetulnya ekonomi dan etika itu ada dalam satu napas. Nah COVID-19 ini mengajarkan kita untuk mengembalikan etika kepada kehidupan keseharian manusia. Hal tersebut justru itu yang tidak dihargai oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah mempertahankan politik infrastruktur tanpa melihat aspek lain.”

Kritik terhadap pemerintah tersebut disampaikan oleh Rocky dalam Ngopi Bareng Spesial Ramadhan: Kita Dididik Corona, bersama Sandiaga Uno, Hendri Satrio dan Prof. Firmanzah, Ph.D., Rektor Universitas Paramadina. Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) Kamis, 14 Mei 2020 pukul 16.00.

“COVID-19 ini memberi kita pelajaran agar lebih peka terhadap etika. Keakraban justru tumbuh di dalam masyarakat, tetapi di istana justru muncul arogansi. Keputusan Mahkamah Agung terkait BPJS misalnya dibatalkan oleh lembaga eksekutif.” Ujar Rocky.

Padahal menurut Rocky, “COVID-19 semestinya bisa mendidik kita untuk mempertahankan dimensi sosial dalam masyarakat.”

Senada dengan Rocky, Sandiaga Uno mengatakan, “COVID-19 ini telah mendidik kita, paling tidak dari segi kesehatan kita harus bisa jaga. Pertama kesehatan publik banyak yang kurang, banyak fasilitas kesehatan yang kurang. Kedua mengenai ekonomi, ternyata ekonomi kita belum bisa menghadapi extra shock. Ketiga mengenai lapangan kerja yang banyak sekali terdampak. Berikutnya data. Sebenarnya kalau kita punya data yang kuat dan mempunyai kemampuan analisa maka kebijakan-kebijakan akan berdasarkan data.”

Sayang menurut Sandiaga, kita tidak banyak belajar dari wabah ini. Terutama karena kordinasi pengambil kebijakan yang lemah.

“Kebijakan sekarang lack coordination, sehingga kebijakan-kebijakan menjadi kurang tepat. Belum lagi penyakit ini baru dikenal dan dampaknya baru terasa. Harga bahan pokok mulai naik. Ketersediaan pasokan mulai tersendat dan harga mulai naik. Tanpa kordinasi, sulit untuk membayangkan masalah multidimensi ini dapat tertangani”, tutur Sandi.

Menurut Sandi, seharusnya pemerintah fokus pada kesehatan, “Kita harus dahulukan sisi kesehatan dan kemanusiaan. Jika kita patuh terhadap kebijakan, maka akan mudah untuk keluar dari pandemi. Jadi kita harus pastikan dulu kesehatan, baru kita keluar dari pertarungan COVID ini baru kita relaksasi ekonomi.”

Prof. Firmanzah sebagai menambahkan, “Ada dua pilar ekonomi yang dihantam oleh COVID-19, yaitu people mobility dan people gathering. People mobility mungkin tidak begitu mengganggu ekonomi, masih bisa mobile banking. Celakanya COVID-19 sangat mengganggu people gathering sehingga ekonomi terganggu juga.”

“Tantangan ini, dirasakan oleh semua pihak. Tahun ini ekonomi, baik di negara maju dan berkembang, mengalami pertumbuhan negatif. COVID-19 melukai semua pihak”, ujar Prof. Firmanzah.

Prof. Firmanzah mengatakan, “Ekonomi Indonesia diprediksi masih bisa tumbuh di angka 1 persen apabila penangangan pandemi ini bisa selesai di bulan Juni/Juli. Apabila selesai di luar Juni/Juli diperkirakan pertumbuhan Indonesia di bawah 1 persen. Tentu kita bisa menilai sendiri prediksi tersebut”

Prof. Firmanzah menjelaskan, satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah ekonomi adalah fokus pada penanganan kesehatan-nya terlebih dahlu. Sehingga wabah tidak semakin dalam melukai banyak sektor kehidupan ekonomi dan sosial kita.

“Kalau ingin menyelamatkan ekonomi, pandemi harus diselesaikan. Dari sejak awal seharusnya itu dipetakan”, pungkas Prof. Firmanzah.

Hendri Satrio, menutup diskusi dengan mengatakan, “Beberapa kali saya mendengarkan kata hurting, artinya banyak sekali COVID-19 yang membuat kita terluka. Namun dari sana, banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil, seperti lebih menghargai apa yang dimiliki di rumah dan hal-hal kecil lain.”

Selengkapnya hanya di laman YouTube Lembaga Survei KedaiKOPI dengan klik pranala ini

Spesial Ramadhan: Ngopi Bareng Bang Sandi, Bung Rocky, Bang Hensat Edisi Ketiga ft. Prof. Firmanzah

Narahubung: Iqbal Ramadhan (+62 856-9562-4490)

Diskusi KedaiKOPI – Prof. Firmanzah dan Sandiaga Uno: COVID-19 Seharusnya Mendidik Pemerintah untuk Fokus pada Kesehatan

Siaran Pers

Rangkuman Diskusi Virtual Ngopi Bareng Spesial Ramadhan: Kita Dididik Corona, bersama Hendri Satrio, Rocky Gerung dan Prof. Firmanzah, Ph.D. (Rektor Universitas Paramadina)

Prof. Firmanzah, Rektor Universitas Paramadina menuturkan “Kita hanya bisa menyelamatkan ekonomi kita kalau pandemi ini bisa tertangani. Kalau pandemi ini masih ada, sampai kapanpun sampai berapapun defisit yang kita gelontorkan. Jadi kalau mau menyelamatkan ekonomi, pandemi harus diselesaikan. Dalam menyelesaikan pandemi tentu ada cost-nya yang harus ditangani bersama-sama. Dari sejak awal seharusnya itu harus dipetakan.”

Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Firmanzah dalam Ngopi Bareng Spesial Ramadhan: Kita Dididik Corona, bersama Sandiaga Uno, Hendri Satrio dan Rocky Gerung. Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) Kamis, 14 Mei 2020 pukul 16.00.

Banyak kalangan yang sepakat bahwa apa yang terjadi di dunia saat ini jauh lebih parah dibandingkan dengan apa yang terjadi sepuluh tahun lalu, crisis apromore case. Terakhir IMF merilis publikasi bahwa global economy akan terkontraksi 3 persen, jadi minus 3 persen ekonomi dunia. Kalau dibandingkan dengan krisis finansial global 2009, global economy _terkontrasi minus 0,1 persen, tetapi tahun ini diperkirakan minus 3 persen. Dan kalau kita lihat total lost, mudah-mudahan bentuknya adalah sementara saja, jadi 2020 kita akan turun lalu pada 2020 ke 2021 kita akan _recovery.

Sandiaga Uno, menambahkan “Banyak sekali lapangan kerja yang sekarang terdampak. Sebetulnyaperusahaan-perusahaan ini memiliki banyak opsi, tapi opsinya akhirnya harus melakukan PHK karena mereka tidak memiliki cadangan dana tunai yang cukup. Jadi selama ini bisnis yang kita kelola yang selama ini kita minimize cas_e kita, kita _maximize non-current assets kita. Ini ternyata harus punya satu pemikiran ke depan bahwa bisnis itu dikelola bukan me-maximize margin dan keuntungan yang harus dibagi, tetapi juga sustainability.

Bagi Sandi, pemerintah dapat memulihkan ekonomi bila pemerintah secara serius memperhatikan aspek kesehatan. Termasuk untuk ke depannya, dunia kesehatan harus mendapatkan perhatian serius.

“COVID-19 ini sedang mendidik kita, paling tidak dari segi kesehatan kita banyak belajar yang luar biasa ya ilmu-ilmu tentang bagaimana kita public health itu selama ini underinfested. Bahwa kita di dunia usaha kita ga terlalu melihat sisi kesehatan masyarakat ini sebagai hal yang harus kita lakukan investasi secara besar-besaran. Sekarang kita bisa melihat fasilitas kesehatan kita kurang, juga kita lihat alat-alat kesehatan, obat-obatan masih banyak yang kita belum memiliki kemampuan”, tutur Sandi.

Hal tersebut menurut Sandi harus dimulai dengan prediksi yang akurat, serta data yang kuat. Dengan kepemilikan data yang baik, pemerintah bisa mengambil kebijakan tidak hanya untuk menangani COVID-19, tetapi juga untuk mengantisipasi bencana ke depannya.

“Sebetulnya kalau kita punya data yang kuat dan kita bisa punya kemampuan menganalisa data tersebut. Kebijakan-kebijakan yang akan diambil akhirnya semua berbasis data”, tutur Sandi.

Rocky Gerung menambahkan, penanganan yang buruk disebabkan oleh minimnya kepemimpinan.

“Publik merasa bahwa tidak ada leadership sebetulnya untuk mempercepat kita keluar dari jebakan COVID-19 ini. Jadi COVID mungkin tidak bisa berakhir karena masih dikuasai these stupid. COVID vs stupid. Dan ke-stupid-an itu yang justru kita saksikan melalui leadership yang compang-camping”, tutur Rocky.

Menurut Rocky, kita tidak bolek jatuh pada apa yang disebut sebagai frustasi sosial. Karena akan menggerus aspek psiko-sosial masyarakat.

“Frustrasi sosial menyebabkan kondisi psikis bangsa ini terganggu dan itu adalah ongkos ekonomi yang panjang. Dan pemerintah tidak memasukkan dimensi itu, seolah-olah herd imunity akan berlangsung dengan sendirinya. Tetapi dalam menunggu herd imunity itu, masalah-masalah psiko-sosial ini tumbuh terus-menerus.” Ujar Rocky.

Hendri Satrio melengkapi, “Tekanan-tekanan kepada pemerintah, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah dari publik terhadap jawaban dari pertanyaan publik, “kapan kita bisa melalui ini?” Ternyata justru membuat mereka itu berpolemik yang justru membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah itu turun terus-menerus. Tekanan-tekanan ini justru harus diperbaiki pemerintah supaya kepercayaan perlahan tumbuh.”

“Pelajaran tentang leadership, adalah hal yang penting dalam penanganan COVID-19. Hingga hari ini memang pemerintah Indonesia sudah melakukan beberapa hal yang baik, tapi beberapa hal juga yang mengejutkan”, pungkas Hendri.

Saksikan selengkapnya hanya di laman YouTube Lembaga Survei KedaiKOPI dengan klik pranala ini
Spesial Ramadhan: Ngopi Bareng Bang Sandi, Bung Rocky, Bang Hensat Edisi Ketiga ft. Prof. Firmanzah

Narahubung: Iqbal Ramadhan (+62 856-9562-4490)

Diskusi KedaiKOPI – Rocky Gerung: Dokter Meninggal Karena Kebijakan yang Buruk, Bukan karena Covid-19

Siaran pers

Rangkuman Diskusi Virtual Ngopi Bareng Spesial Ramadhan: Ngabuburit Lawan Covid-19 bersama Hendri Satrio, Rocky Gerung dan Dr. Daeng M. Faqih, SH., MH. (Ketua Ikatan Dokter Indonesia)

Rocky Gerung menuturkan ”Saya menganggap virus ini di Indonesia tidak ditularkan secara alami seperti pada gagang pintu, dll. Virus ini ditularkan oleh kebijakan pemerintah yag buruk, sehingga mempercepat penyebaran virus. Kebijakan buruk ini berlanjut sampai sekarang. Asumsi-asumsi yang dilakukan pemerintah juga tidak berlandaskan data yang kuat.”

Kritik terhadap pemerintah tersebut disampaikan oleh Rocky dalam Ngopi Bareng Spesial Ramadhan: Ngabuburit Lawan Covid-19 bersama Sandiaga Uno, Hendri Satrio dan Dr. Daeng M. Faqih, SH., MH, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) Selasa, 5 Mei 2020 pukul 16.00.

Rocky juga mengkritik pelonggaran PSBB, “turunnya pasien virus bisa terjadi kalau rakyat di-freeze. Logikanya ini pemerintah ini ngaco, dia mendatangkan alat deteksi tapi melakukan relaksasi atau memperlonggar peluang penyebaran virus.”

Dr. Daeng Faqih menuturkan, kesalahan kebijakan akan mempersulit keadaan, “Memang angka testing kita berada pada titik rendah. Target sebenarnya 10.000 per hari. Tetapi memang betul mobilitas itu sangat berpengaruh, kalau mobilitas itu tinggi tindakan tracing dan treat akan sulit.”

Dr. Daeng Faqih melengkapai bahwa tantangan menghadapi virus Covid-19 diperberat dengan lemahnya industri kesehatan Indonesia.

“Dengan corona virus ini sebenarnya kita sudah sadar betul industri kesehatan sangat lemah. Masalah obat, masalah kesehatan, dll. Alat juga begitu, kita belum bisa membuat alat canggih. Setelah Covid-19 ini kita sadar bahwa industri kesehatan kita belum siap. Semoga setelah ini kita tidak impor semua lagi”, tutur Dr. Daeng Faqih.

Strategi yang tepat menurut Dr. Daeng adalah dengan fokus pada social distancing dan penjagaan kesehatan yang difasilitasi oleh pemerintah. “Saya berharap pemerintah tetap fokus pada, yang pertama orang yang sakit tidak menularkan kepada yang sehat. Kedua strateginya adalah yang sehat jangan sampai ketularan. Tetap lakukan distancing dan jaga kesehatan”, tutur Dr Daeng Faqih.

Sandiaga Uno, kemudian menuturkan bahwa pemerintah harus mulai memikirkan kebijakan untuk menghadapi new normal. Sandiaga Uno mengambil contoh industri pariwisata.

“Pariwisata akan sedikit berubah dengan pendekatan berbeda. Naik pesawat bisa ngantre 3 jam. Bisnis terkait pencegahan ini akan meroket luar biasa. Restoran akan lebih banyak yang outdoor karena indoor itu berisiko. Aktivitas olahraga juga bisa meningkat terkait upaya meningkatkan imunitas. Setelah Covid-19 ini orang-orang akan sangat hati-hati” ujar Sandiaga.

Sandiaga juga mengatakan bahwa wabah ini mengungkap kelemahan Indonesia, yaitu di sektor pendidikan, “Sektor pendidikan belum terdistribusi secara fundamental. Sistem pendidikan kita seperti ini tidak adil, karena tidak semua orang memiliki akses internet yang baik.”

Sandi kemudian mengajukan pertanyaan retorik, “Sebetulnya common sense, hal-hal yang menjadi perdebatan. Apakah mau melonggarkan PSBB sementara kasus masih naik?”

Menurut Sandi, pemerintah seharusnya benar-benar berfokus pada penanganan kesehatan terkait Covid-19 karena akan selalu ada kesempatan ekonomi berikutnya. “Peluang-peluang bisa muncul setelah Covid-19. Hari-hari yang cerah itu biasa kita dapatkan setelah badai berlalu.”

Hendri Satrio menutup diskusi dengan pernyataan, “Pemerintah semestinya mengeluarkan kebijakan yang cerdas dan konsisten, kalau sulit membuat kebijakan cerdas minimal buatlah kebijakan yang konsisten! Agar tidak membingungkan”.

Saksikan selengkapnya hanya di laman YouTube Lembaga Survei KedaiKOPI.

Narahubung: Iqbal Ramadhan (+62 856-9562-4490)

Diskusi KedaiKOPI – Sandiaga Uno: Kebijakan Pemerintah harus Berbasis Sains dan Data

Siaran pers

Rangkuman Diskusi Virtual Ngopi Bareng Spesial Ramadhan: Ngabuburit Lawan Covid-19 bersama Hendri Satrio, Rocky Gerung dan Dr. Daeng M. Faqih, SH., MH. (Ketua Ikatan Dokter Indonesia)

Sandiaga Uno menuturkan, “Sepertinya ada trial baloon untuk mendapatkan tanggapan publik, cek sound-lah. Harusnya kebijakan pemerintah berbasis sains apakah kita sudah aman atau belum, jangan terlalu cepat, jangan terlalu lemah” Hal tersebut disampaikan untuk menanggapi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan oleh pemerintah yang terasa mengendur setiap harinya.

Kritik terhadap PSBB tersebut disampaikan oleh Sandiaga dalam Ngopi Bareng Spesial Ramadhan: Ngabuburit Lawan Covid-19 bersama Hendri Satrio, Rocky Gerung dan Dr. Daeng M. Faqih, SH., MH, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) Selasa, 5 Mei 2020 pukul 16.00.

Menurut Sandiaga, “Semestinya ada tanggung jawab pemerintah untuk memastikan saudara-saudara tidak kelaparan, kekurangan kebutuhannya. Indonesia harus mendahulukan aspek kesehatan, insya Allah ekonomi juga akan balik.”

Bagi Sandi, tanpa pengetesan kita yang masif Indonesia tidak akan memiliki data yang kuat. “Kita tidak tahu kita ada di kurva mana – menanjak, melandai atau turun, jadi sulit untuk mengambil tindakan 3T (Test, Trace, Treat). Kita belum ada testing yang tinggi sehingga kita tidak tahu dimana kita berada”, tutur Sandi.

Dr. Daeng Faqih melengkapi pernyataan Sandi, bahwa walaupun jumlah pasien turun, namun secara statistik jumlah pertambahan kasus masih konsisten.

“Di DKI ini pertambahan kasus memang turun sebanyak 30 persen. Namun secara nasional pertambahan kasus masih 200-400 orang per hari. Ini masih normal. Beberapa daerah seperti Jawa Timur pertambahan kasus masih sangat gencar.” Ujar Dr. Daeng Faqih.

Dr. Daeng Faqih juga menjelaskan bahwa, “Hingga saat ini angka ODP (Orang dalam Pantauan) cukup tinggi, secara total berjumlah 230 ribu orang. Sekarang ada istilah OTG (Orang Tanpa Gejala), menurut para ahli sejumlah 40 persen dari keseluruhan kasus. Apakah dengan angka ini betul ada pelonggaran atau terus dijelaskan secara disiplin.”

Dr. Daeng Faqih mengatakan bahwa intervensi ketat harus terus dipertahankan dan bahkan ditingkatkan.

Dr. Daeng Faqih menjelaskan, “Kita optimis cepat atau melambat tergantung intervensi kita. Puncak kapan dan berapa lama infeksi tergantung kita agresif atau tidak. Caranya pertama, sumber penularan tidak boleh menularkan (quick detection). Ini harus agresif, kalau tidak kurva penularan bisa tinggi. Kedua, yang sehat ini supaya tidak tertular. Langkah sederhana adalah yang sehat tidak kontak dengan yang lain. Jadi stay at home dan social distancing itu perlu dilakukan.”

Rocky Gerung mengritik pemerintah bahwa intensi untuk pelonggaran PSBB dilakukan dengan ketiadaan data.

Rocky Gerung menuturkan, “Apa yang ajaib adalah dengan ketiadaan data karena lemahnya test dan kordinasi, pemerintah malah melakukan pelonggaran PSBB”.

“Data adalah sumber kebijakan. Dari awal pemerintah menyampaikan data ini secara samar-samar. Bagaimana mungkin data inteligen dapat dipakai oleh medis” ujar Rocky.

Menurut Rocky, bahkan masyarakat dapat mandiri dalam bertahan dan memutuskan langkah yang mereka ambil mengesampingkan data yang diberikan oleh pemerintah apabila data tersebut tidak cukup valid. “Rakyat sekarang tau apa yang perlu dilakukan. Tidak perlu lagi pemerintah bicara terus-menerus, karena rakyat sudah mencari data sendiri sehingga bisa berbuat sendiri”, pungkas Rocky.

Sandiaga Uno menutup, “Hari ini langkah dan kebijakan pemerintah harus didasarkan pada data, data driven policy. Tanpa hal tersebut wabah ini sulit untuk kita sudahi”.

Saksikan selengkapnya hanya di laman YouTube Lembaga Survei KedaiKOPI.

Narahubung: Iqbal Ramadhan (+62 856-9562-4490)

Diskusi KedaiKOPI: Leadership adalah Jurus Jitu Penyelamatan Ekonomi Indonesia

Siaran Pers

Rangkuman Diskusi Virtual Ngopi Bareng Spesial Ramadhan: Misteri Jurus Jitu Ekonomi bersama Sandiaga Uno, Rocky Gerung, Hendri Satrio dan Ir. H. Kamrussamad, M.Si

Sandiaga Uno menjelaskan bahwa, “Indonesia saat ini sebenarnya sedang looking for leadership. Setiap kali ada satu peperangan, harus ada satu kepemimpinan yang membawa sisi kemanusiaan terbaik dengan menyampingkan perbedaan.” Faktor kepemimpinan adalah hal paling vital menurut Sandi untuk menangani COVID-19, khususnya di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Sandi dalam Ngopi Bareng Spesial Ramadhan: Misteri Jurus Jitu Ekonomi bersama Rocky Gerung dan Hendri Satrio, dengan panelis Ir. H. Kamrussamad, S.T., M.Si, Anggota Komisi XI DPR RI. Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia), Senin, 27 April 2020 pukul 20.30.

Sandiaga mengungkapkan, “Arah baru politik COVID-19 seharusnya mengubah suatu cara pikir kita, bagaimana politik ini bisa menjadi kendaraan untuk membangun bangsa. Kali ini para pejabat publik harusnya mengedepankan akal sehat untuk menyelamatkan kemanusiaan.”

Di mana cara untuk menghadapi sekaligus mempersiapkan diri pada kondisi setelahnya menurut Sandiaga, adalah dengan melakukan test sebanyak-banyaknya. besar tantangan yang kita hadapi.

“Kalau kita tidak melakukan testing dan pelacakan atau rapid rest/SWAB test/PCR. Kita tidak mungkin punya data yang
cukup untuk mengambil kebijakan”, tutur Sandi.

Kegamangan pengambilan kebijakan menurut Sandi didasarkan pada situasi ketidakpastian yang mendera Indonesia.

“Saya melihat COVID-19 ini menimbulkan ketidakpastian yang maha dahsyat. Salah satu kekhawatiran utama tentunya ekonomi. Pertama, tentunya gunakan kesempatan ini untuk kelola keuangan dengan metode agar dapat bertahan hidup. Kedua adaptasi dalam kondisi new normal yang memunculkan realita baru. Tetaplah optimis, badai pasti berlalu,” tutur Sandiaga.

Bagi Sandiaga, new normal adalah situasi yang takkan mungkin terelakkan, dan harus disikapi dengan persiapan yang maksimal

Rocky Gerung melengkapi penjelasan Sandiaga bahwa, “COVID-19 ini menimbulkan semacam kegemparan kultural, kegemparan ekonomi, kegemparan sosial. Di dalam kegemparan itu orang sebetulnya mau tau arah kebijakan.”

Bagi Rocky, semestinya kepemimpinan dapat memantapkan kebijakan dengan visi kerakyatan.
Permasalahannya menurut Rocky, “Tidak ada konsistensi dalam kebijakan. Ketiadaan konsistensi itulah yang menyebabkan suara publik itu diperdengarkan dengan sangat emosional.”

Rocky melengkapi dengan membandingkan Indonesia dengan negara lain, “Negara yang sukses menangani corona, pertama pemimpin yang mempunyai strong leadership tidak ada urusan dengan bentuk pemerintahan. Kedua ditentukan oleh sifat kepemimpinan yang berbasis pada ethics of care.”

Kamrussamad menimpali bahwa, “Presiden Jokowi punya leadership sehingga bisa mengendalikan negara di mana situasi semua negara tidak siap.”

“Hampir semua stakeholder dunia usaha sudah bertemu dengan Komisi XI. Kita mendapatkan kesimpulan yang sama, situasi ini bukan lagi berat tetapi maha dahsyat akan lahir sebuah ekosistem baru dalam tatanan ekonomi kita.” Imbuh Kamrussamad.

Kamrussamad juga membuat visi kebijakan jangka panjang, bahwa “Pasca COVID-19, kita harus menyiapkan rumah sakit-rumah sakit untuk menyelamatkan perbankan, perusahaan, debitur sektor usaha. Pekerjaan yang paling berat ke depannya adalah betul-betul menyiapkan diri untuk bisa bertahan dalam situasi sulit ini.”

Hendri Satrio mengakhiri diskusi yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI dengan cuplikan hasil survei bahwa, “60,7% keluarga menyatakan ekonomi atau keuangan mereka itu setelah PSBB menurun jauh.” Angka tersebut menunjukkan tidak hanya visi ekonomi jangka panjang yang harus ditangani, namun juga apa yang di depan mata dan dihadapi rakyat.

Diskusi lengkapnya Anda bisa saksikan melalui laman Youtube Lembaga Survei KedaiKOPI: https://www.youtube.com/watch?v=FkZupnpDZ5M

Narahubung: Iqbal Ramadhan (+62 856-9562-4490)