Tag Archive for: elektabilitas

Terlalu Dini Bila Dikatakan Data Ekstrapolasi Dapat Memprediksi Potensi Kemenangan Bakal Capres Satu Putaran

Jakarta, 23 Desember 2024. Beredar pemberitaan tentang prediksi potensi kemenangan salah satu Bakal Calon Presiden (Bacapres) satu putaran saja dalam Pemilu 2024. Prediksi potensi kemenangan ini dikabarkan menggunakan data ekstrapolasi. Apa sebenarnya data ekstrapolasi itu? Apa kelebihan dan kekurangannya? Apakah cukup kuat untuk memprediksi potensi kemenangan bakal calon Presiden? Ini penjelasan CEO Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo, Ph.D menjawab pertanyaan di atas.

Melakukan analisis lanjutan dari data deskriptif seperti elektabilitas presiden merupakan sebuah keharusan untuk mendapatkan wawasan lebih dalam tentang sesuatu. Misal melakukan penyaringan atau tabulasi silang antara elektabilitas presiden dan popularitas presiden untuk mengetahui seberapa efektif keterkenalan seseorang dikonversi menjadi suara.

Jika efektivitasnya rendah maka perlu dicari lagi dari data yang tersedia penjelasan atau potensi yang bisa mengerek efektivitas popularitas terhadap elektabilitas.

Selain itu tersedia juga alat analisis yang disebut sebagai ekstrapolasi yang secara sederhana berusaha untuk mengetahui yang tidak diketahui dari data yang kita ketahui. Contoh paling sederhana adalah menggunakan data elektabilitas yang ada dari beberapa survei di masa lampau untuk memprediksi elektabilitas setahun kedepan.

Harus dibedakan secara mendasar antara ekstrapolasi dan penyaringan data.

Ekstrapolasi menggunakan data historis untuk beberapa waktu kebelakang untuk memprediksi nilai di masa depan. Penyaringan di sisi lain melihat bagaimana nilai atau parameter pada sub-bagian populasi yang kita teliti.

Sebuah lembaga Survei seperti diberitakan oleh media online nasional, mengklaim melakukan ekstrapolasi, namun yang dilakukan hanyalah penyaringan data, tentu jauh dari prinsip transparan. Apalagi menggunakan hasil penyaringan data sebagai landasan prediksi yang jelas mengabaikan satu variabel penting dalam prediksi yaitu waktu.

Lembaga survei ini yang melakukan penyaringan hasil elektabilitas berdasarkan mereka (responden) yang mengenal 3 tokoh nasional yang akan bertarung di 2024. Metode penyaringan ini adalah wajar jika hasilnya diinterpretasikan sebagai efektivitas popularitas terhadap elektabilitas, dalam kata lain semakin banyak orang yang kenal yang juga memilih Tokoh tersebut.

Namun Lembaga survei tersebut secara semena-mena menginterpretasikan bahwa hasil elektabilitas dari penyaringan di atas memprediksi pemilu akan hanya berlangsung satu putaran dalam artian salah satu calon akan mendapatkan suara mayoritas atau diatas 50%. Tentu klaim ini sama sekali tidak berdasar baik secara metodologi maupun secara asumsi ilmu politik.

Secara metodologi telah dijabarkan bahwa penyaringan bukanlah ekstrapolasi sehingga hasilnya tidak bisa digunakan untuk memprediksi elektabilitas apalagi putaran pemilu nanti di 2024. Apalagi tingkat keterkenalan seseorang tidak statis sifatnya, sehingga tidak bisa dijadikan patokan untuk memprediksi sesuatu di masa depan. Secara ilmu politik tidak ada asumsi bahwa hanya mereka yang mengenal Tokoh yang akan bertarung di pemilu yang akan menjadi pemilih di pemilu.

Kemungkinan akan semakin banyak lagi warga yang mengenali Tokoh Bacapres, apalagi di masa Kampanye. Hal ini akan meruntuhkan asumsi bahwa elektabilitas Tokoh tertentu di 2024 akan ditentukan oleh keterkenalan tokoh-tokoh kuat hari ini.

Praktik penggunaan jargon teknis yang menyilaukan seperti ekstrapolasi untuk menyembunyikan kebenaran biasanya dilakukan oleh tukang sulap, apalagi ternyata klaim ekstrapolasi yang dijargonkan ternyata hanya penyaringan data belaka dengan mengabaikan variabel prediksi yang penting yaitu waktu. Praktik seperti ini harus menjadi bendera merah (red flag) untuk publik Ketika membaca Laporan ataupun hasil dari Lembaga survei yang juga besar dalam jargon, besar dalam klaim tapi miskin data dan metodologi statistik.

*