Tag Archive for: hensat

Lembaga Survei KedaiKOPI: Lampu Kuning Kinerja Kejaksaan

Siaran Pers

Jakarta, 12 Agustus 2021.

Beberapa kasus penegakan hukum yang sempat mencuat dan menjadi viral akhir-akhir ini, mendorong Lembaga Survei KedaiKOPI untuk melakukan survei opini publik tentang kinerja lembaga penuntutan di negeri ini. Hasil survei tersebut mengungkapkan bahwa masih terjadi disparitas (ketimpangan perlakuan) penegakan hukum dan penanganan perkara yang dilakukan oleh institusi Kejaksaan pada kasus-kasus tertentu.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo mengatakan, “Sebanyak 59,5 persen dari responden di seluruh Indonesia menganggap disparitas atau ketimpangan perlakuan yang cenderung tidak adil dalam penegakan hukum di kejaksaan sangat besar”. Responden menilai masih ada ketidakadilan hukum yang masih tajam ke bawah, tumpul ke atas. “Disparitas hukum dipersepsi terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia yang harus menjadi perhatian kejaksaan dan pemerintah,” imbuh Kunto.

Selain itu, sebanyak 71,7% responden di seluruh Indonesia menganggap telah terjadi disparitas perlakuan hukum terhadap eks Jaksa Pinangki. Terbukti dengan adanya tuntutan hukuman yang rendah serta tidak diajukannya kasasi atas putusan hakim oleh Jaksa Penuntut Umum adalah alasan utama persepsi warga tentang disparitas hukum tersebut.

Founder KedaiKOPI yang juga analis komunikasi politik, Hendri Satrio mengatakan “71,2% warga Indonesia menganggap tuntutan JPU terhadap Pinangki terlalu ringan, 61,6% tidak setuju terhadap absennya proses kasasi dari JPU, dan 65,6% menganggap ada perlakuan tidak adil dari Kejaksaan dalam kasus Pinangki. Ini karena Kejaksaan dianggap melindungi anggotanya.”

Hendri Satrio menambahkan bahwa di dalam survei ini mayoritas publik, atau 79,6%, memiliki persepsi bahwa telah ada ‘bantuan orang dalam’ sehingga Pinangki kemudian mendapatkan hukuman yang rendah.

Berangkat dari persepsi kasus Pinangki tersebut, masyarakat akhirnya menilai bahwa disparitas hukum atau pidana yang terjadi di tubuh institusi Kejaksaan di seluruh Provinsi di seluruh pelosok negeri ini ternyata sangat tinggi. “Terdapat 59,5% responden yang menganggap disparitas hukum di Provinsi mereka (responden) sangat besar,” tukas Hendri Satrio.

Alasan responden memberikan penilaian adanya disparitas hukum yang besar ini terlihat dari hasil survei mengungkapkan bahwa hukum masih bersifat tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

Efek lain dari skandal kasus Pinangki adalah kesetujuan masyarakat yang tinggi terhadap permintaan Indonesia Corruption Watch (ICW) kepada Presiden Jokowi untuk memberhentikan Jaksa Agung ST. Burhanudin. Terdapat 81,7% responden yang setuju dengan permintaan ICW tersebut dengan alasan menurunnya performa kejaksaan (30,8%), tidak transparan dalam penanganan kasus (22,7%), dan dianggap terlibat dalam kasus Pinangki (9%).

Sedangkan 18,3% responden tidak setuju dengan permintaan ICW tersebut dengan alasan antara lain, belum terbukti terlibat (12%) dan kinerjanya masih baik (10,5%). Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo, mengatakan, “Secara umum, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kepemimpinan ST. Burhanudin di Kejaksaan relatif rendah, hal tersebut terlihat dari 61,8% menyatakan tidak puas akan kinerjanya memimpin institusi Kejaksaan.”

“Dari hasil survei juga tampak bahwa 59,8% lapisan masyarakat menyangsikan komitmen Jaksa Agung ST. Burhanudin dalam melaksanakan reformasi birokrasi di Kejaksaan,” imbuh Kunto.

Di lain sisi, pada penanganan kasus Jiwasraya dan Asabri, yang menarik adalah sebanyak 30,4 persen responden tidak setuju dengan penyitaan aset yang bukan berasal dari hasil korupsi. Mereka memiliki alasan antara lain, merugikan pihak yang tidak bersalah seperti investor (49,9%) dan harus ada pemisahan aset nasabah dan aset perusahaan (12,5%). Sedangkan dari 69,6% responden yang setuju, sebagian beralasan bahwa untuk mengembalikan kerugian negara (23,2%), menimbulkan efek jera (21,6%), dan dikembalikan kepada nasabah (20,3%).

“Yang paling penting adalah bahwa 69,1% publik menganggap pengusutan kasus Jiwasraya dan Asabri ini telah mengganggu roda pasar saham dan investasi di Indonesia,” Hendri Satrio menambahkan.

Kunto mengatakan, “Dalam survei ini, publik juga menyoroti transparansi seleksi CPNS di Kejaksaan, terbukti 52,4% responden menyatakan kurang transparan. Lebih lanjut lagi, 62,4% publik menengarai praktik jual beli lowongan CPNS di Kejaksaan terjadi dalam skala yang besar.”

Permasalahan SDM di tubuh Kejaksaan terpotret dari persepsi responden yang sebagian besar (69,5%) menganggap Jaksa atau penyidik sangat diskriminatif saat melakukan penanganan perkara. Publik juga menyoroti praktik pemaksaan pemberian hadiah dengan janji, atau suap dalam bentuk material maupun non material yang dianggap oleh 71,1% responden sangat sering terjadi. Survei ini juga mengungkapkan bahwa 11% dari responden pernah mengalami atau mengetahui cerita adanya pelecehan seksual ketika berperkara di Kejaksaan.

Hendri Satrio menginterpretasikan,”61,1% responden masih yakin ada penyidik atau jaksa memiliki integritas yang tinggi. Modal integritas ini haruslah didukung dengan institusi dan pemimpin yang kuat dan bersih sehingga bisa menegakkan hukum tanpa tebang pilih.” Hensat menambahkan, “namun secara keseluruhan hasil survei ini merupakan lampu kuning dari masyarakat untuk Kejaksaan.”

Pernyataan Hendri Satrio ini seiring dengan saran responden yang 64,5% di antaranya menghendaki Kejaksaan untuk tidak tebang pilih dan lebih transparan dalam menangani kasus. Disusul dengan 8,3% responden menyarankan peningkatan kualitas SDM.

‘Survei Kata Publik Tentang Kinerja Kejaksaan’ ini dilakukan secara daring oleh Lembaga Survei KedaiKOPI pada tanggal 22-30 Juli 2021 di 34 Provinsi dengan menjaring 1047 responden. Jumlah responden proporsional berdasarkan besaran populasi di setiap provinsi dengan sampel yang cenderung lebih besar laki-laki (55,2%) dari pada perempuan (44,8%), sebagian besar adalah generasi milenial dengan usia 25-40 tahun (45,5%) disusul oleh generasi Z dengan usia 17-24 tahun (31,8%) sebagai pengguna internet terbesar di Indonesia. Tingkat pendidikan sampel survei ini relatif lebih tinggi dari pada rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Indonesia pada umumnya yaitu 40,8% lulusan S1 atau D4 dan 41,5% adalah lulusan SLTA atau sederajat. Survei ini didanai secara internal oleh Lembaga Survei KedaiKOPI. ***

Narahubung: Kunto Adi Wibowo (082116657021)

 

Hasil Survei selengkapnya bisa diakses dengan klik pranala di bawah ini

Survei Kata Publik Tentang Kinerja Kejaksaan

Sudirman Said: Kita Akan Sediakan Outlet Lebih Banyak Untuk Donor Plasma Konvalesen

Sudirman Said, Sekretaris Jenderal PMI menuturkan, “Mudah-mudahan minat dari pendonor yang memenuhi syarat secara kesehatan meningkat dan konsekuensinya kita akan sediakan outlet yang lebih banyak. sekarang ini PMI ada 64 alat yang bisa melakukan pengambilan plasma yang tersebar di 31 UDD (Unit Donor Darah), 18 diantaranya memiliki sertifikasi cara pembuatan obat yang baik (CPOB), sedang dikebut sertifikasinya dengan tidak mengurangi kualitas.” Hal tersebut disampaikan oleh Sudirman Said pada Selasa (19/1/2021) dalam diskusi publik Dapur KedaiKOPI: Darurat Cegah 1 Juta Penderita COVID-19 di Tanah Air yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI.

Pernyataan Sudirman Said ini beriringan dengan sosialisasi Gerakan Nasional Donor Plasma Konvalesen di Daerah, yang dicanangkan oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin. PMI berniat menampung 1000 donor perbulannya agar kebutuhan secara nasional dapat tertutupi. “Jadi kami untuk menampung 1000 pendonor per bulan masih bisa, dan hitungannya itu kalau 20% saja pasien yang sudah sembuh itu bisa mendonorkan maka kebutuhannya akan tertutupi,” tutur Sudirman Said.

Indonesia saat ini membutuhkan plasma konvalesen dikarenakan jumlah kasus aktif yang setiap harinya masih mengalami kenaikan. Donor plasma konvalesen digunakan untuk menyembuhkan pasien yang sudah terkena COVID-19. Plasma konvalesen adalah plasma darah yang diambil dari penyintas COVID-19 yang sudah sembuh untuk memberikan antibodi kepada pasien yang masih terpapar COVID-19. Prof. Zubairi, menambahkan “Salah satu cara pengobatan dengan menerima plasma konvalesen dari penyintas COVID-19. Jadi plasma konvalesen untuk orang yang sudah terinfeksi, sedangkan vaksin untuk orang yang belum terinfeksi.”

Di sisi lain, pencegahan juga dilakukan oleh pemerintah dengan memulai vaksinasi COVID-19 di bulan Januari ini. Vaksinasi dapat membuat tubuh kita menjadi kuat dan dapat mencegah COVID-19 masuk ke dalam tubuh kita. “Vaksin itu untuk mencegah, jadi kita divaksinasi agar kebal sehingga tidak bisa tertular virus corona.” ujar ketua Satgas COVID-19 IDI, Prof Zubairi Djoerban.

Vaksinasi dan terapi plasma konvalesen menjadi hal yang penting di awal tahun 2021 satu terutama karena kenaikan jumlah kasus COVID-19 yang semakin dekat dengan angka satu juta kasus. “Sekarang yang sudah di angka sembilan ratus ribu lebih kasus, dan dengan kecepatan penularan di atas sepuluh ribu kasus baru per harinya, maka dalam sepuluh hari ke depan dapat tembus angka satu juta kasus.” ungkap Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) , dr. Daeng M. Faqih.

Sudirman Said juga mengatakan bahwa ia ingin mengundang sebanyak-banyaknya penyintas COVID-19 yang memenuhi persyaratan kesehatan. Hal ini agar memenuhi kebutuhan dari plasma secara nasional, dan PMI siap untuk menyediakan outlet donor plasma. Ia pun ingin memberikan solusi sebanyak-banyaknya dalam penanganan COVID-19 di Indonesia.

“Tidak ada satu tindakan pun yang bisa menangani COVID sendirian, saya gembira dengan komunikasi awal dari Pak Menteri Kesehatan, beliau mengatakan ketika melaunching vaksin, dikatakan vaksin bukan satu-satunya solusi begitupun plasma, jadi sekarang kita belajar bahwa begitu banyak solusi yang harus kita lakukan,” Sudirman mengakhiri.

Diskusi ini dapat disaksikan secara lengkap melalui video di bawah ini:

Survei Tokoh Alternatif Nasional

Rilis Pers

Survei Tokoh Alternatif Nasional menempatkan tokoh-tokoh politisi nasional yang memiliki persepsi baik di hadapan publik Indonesia serta mempunyai potensi untuk berkontestasi dalam pertarungan politik Indonesia ke depan.

Survei yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi Kajian Opini Publik) menemukan faktor yang disukai masyarakat pada sosok Susi Pudjiastusti, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Tri Risma, Sri Mulyani, Andi Amran Sulaiman, Khofifah, Amran Sulaiman, dan Rizal Ramli.

Direktur Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo menuturkan, “Nama-nama tersebut mula-mula didapatkan melalui FGD (Focus Group Discussion) yang dilakukan dengan perwakilan dari setiap provinsi secara daring sebelum survei dilakukan untuk menyaring nama sekaligus menajamkan isu yang akan ditanyakan pada responden”.

Dari laporan hasil akhir survei terkait tingkat kesukaan publik adalah:

  1. Susi Pudjiastuti (24,6%)
  2. Anies Baswedan (20,1%)
  3. Ridwan Kamil (15,4%)
  4. Tri Rismaharini (14,7%)
  5. Sri Mulyani (10,1%)
  6. Andi Amran Sulaiman (8,7%)
  7. Khofifah Indar Parawansa (4,1%)
  8. Rizal Ramli (2,3%)

Survei yang digelar secara nasional (34 provinsi) pada tanggal 1-10 Juni 2020 dengan melibatkan 1200 responden dengan metode online survey ini secara umum menggambarkan tingkat kesukaan publik terhadap para tokoh alternatif Indonesia.

Kunto mengatakan, “Hal yang menarik dari hasil survei tokoh ini adalah tingginya tingkat kesukaan terhadap Susi Pudjiastuti yang merupakan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan pada periode pemerintahan Jokowi sebelumnya. Susi Pudjiastuti dipersepsikan publik sebagai sosok yang berani (21,3%), walaupun dirinya memiliki kekurangan karena pendidikannya yang tidak formal (2,9%).”

Kunto juga menambahkan, “Selain itu juga muncul nama Andi Amran Sulaiman yang merupakan Mantan Menteri Pertanian sebagai satu-satunya tokoh yang berasal dari Indonesia Timur dan menjadi tokoh yang mewakili Indonesia Timur. Andi dipersepsikan publik memiliki kinerja baik (4,6%), walaupun dirinya kurang dikenal (2,4%)”.

Peneliti Senior Lembaga Survei KedaiKOPI, Justito Adiprasetio, menjelaskan, “Anies Baswedan adalah kepala daerah yang mendapatkan tingkat kesukaan tertinggi, mengungguli RIdwan Kamil, Tri Rismaharini, dan Khofifah Indar Parawansa. Secara keseluruhan bahkan Anies Baswedan menempati peringkat kedua, di bawah Susi Pudjiastuti. Anies Baswedan dianggap berprestasi karena menurut responden telah Memimpin dengan baik (6,5%), walaupun sebagian dari publik menganggap dirinya kurang tegas (7,5%), hal yang menjadi kekurangan dirinya”.

Berdasarkan survei tersebut didapatkan, sosok yang dipersepsikan bersih oleh publik berturut-turut, Susi Pudjiastuti (65,3%), Ridwan Kamil (58,6%), Tri Rismaharini (54,9%), Sri Mulyani (52,3%), Anies Baswedan (49,9%), Khofifah Indar parawansa (48,3%), Andi Amran Sulaiman (44,8%), dan Rizal Ramli (37,8%).

Sosok yang dipersepsikan memerangi korupsi berturut-turut, Susi Pudjiastuti (63,8%), Ridwan Kamil (56,0%), Tri Rismaharini (53,8%), Sri Mulyani (51,2%), Khofifah Indar Parawansa (46,3%), Anies Baswedan (45,9%), Andri Amran Sulaiman (43,6%), dan Rizal Ramli (37,1%).

Sosok yang dipersepsikan berani dalam bertindak berturut-turut, Susi Pudjiastuti (67,8%), Tri Rismaharini (56,7%), Ridwan Kamil (54,7%), Sri Mulyani (53,4%), Anies Baswedan (48,6%), Andri Amran Sulaiman (46,9%), Khofifah Indar Parawansa (46,7%), dan Rizal Ramli (41,2%).

Sedangkan sosok yang dipersepsikan memiliki kinerja baik berturut-turut, Susi Pudjiastuti (66,3%), Ridwan Kamil (61%), Tri Rismaharini (56,5%), Sri Mulyani (53,3%), Khofifah Indar Parawansa (49,2%), Anies Baswedan (46,8%), Andri Amran Sulaiman (44,5%), dan Rizal Ramli (36,3%).

Justito menjelaskan, “Hasil survei juga menunjukkan bila mereka yang berada pada SES D, E1, dan E2 lebih menyukai sosok Rizal Ramli, Andi Amran Sulaiman, dan Khofifah Indar Parawansa. Hal ini menunjukkan sosok ini lebih dikenal oleh masyarakat kelas bawah. Bila dibandingkan dengan Tri Rismaharini dan Sri Mulyani yang sosoknya lebih banyak disukai oleh SES AB dan C1.”

“Berdasarkan kriteria usia kita dapat melihat para Pemilih Pemula (17-21 Tahun) dan Pemilih Usia Muda (22-36 Tahun) cenderung memilih sosok perempuan. Sri Mulyani (14,9% Pemilih Pemula + 55,4% Pemilih Usia Muda), Susi Pudjiastuti (10,8 Pemilih Pemula + 57,1% Pemilih Usia Muda), dan Khofifah Indar Parawansa (24,5% Pemilih Pemula + 42,9% Pemilih Usia Muda) lebih banyak dipilih oleh para pemilih pemula dan usia muda, bila dibandingkan dengan politisi laki-laki”, tutur Justito. “Survei ini menunjukkan bila mereka yang berada di luar pemerintahan seperti Susi Pudjiastuti (24,6%) dan Andi Amran Sulaiman (8,7%), maupun mereka yang menjadi Kepala Daerah seperti Anies Baswedan (20,1%) dan Ridwan Kamil (15,4%) memiliki kans untuk dapat terus disukai dan meningkatkan popularitas mereka di hadapan publik”, pungkas Justito.

 

Contact person:

Justito Adiprasetio (+628179083336)

Diskusi KedaiKOPI – COVID-19 Mendidik Kita Agar Lebih Peka Terhadap Etika dan Kemanusiaan

Siaran Pers

Rangkuman Diskusi Virtual Ngopi Bareng Spesial Ramadhan: Kita Dididik Corona, bersama Hendri Satrio, Rocky Gerung dan Prof. Firmanzah, Ph.D. (Rektor Universitas Paramadina)

Rocky Gerung menuturkan “Jadi sebetulnya ekonomi dan etika itu ada dalam satu napas. Nah COVID-19 ini mengajarkan kita untuk mengembalikan etika kepada kehidupan keseharian manusia. Hal tersebut justru itu yang tidak dihargai oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah mempertahankan politik infrastruktur tanpa melihat aspek lain.”

Kritik terhadap pemerintah tersebut disampaikan oleh Rocky dalam Ngopi Bareng Spesial Ramadhan: Kita Dididik Corona, bersama Sandiaga Uno, Hendri Satrio dan Prof. Firmanzah, Ph.D., Rektor Universitas Paramadina. Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) Kamis, 14 Mei 2020 pukul 16.00.

“COVID-19 ini memberi kita pelajaran agar lebih peka terhadap etika. Keakraban justru tumbuh di dalam masyarakat, tetapi di istana justru muncul arogansi. Keputusan Mahkamah Agung terkait BPJS misalnya dibatalkan oleh lembaga eksekutif.” Ujar Rocky.

Padahal menurut Rocky, “COVID-19 semestinya bisa mendidik kita untuk mempertahankan dimensi sosial dalam masyarakat.”

Senada dengan Rocky, Sandiaga Uno mengatakan, “COVID-19 ini telah mendidik kita, paling tidak dari segi kesehatan kita harus bisa jaga. Pertama kesehatan publik banyak yang kurang, banyak fasilitas kesehatan yang kurang. Kedua mengenai ekonomi, ternyata ekonomi kita belum bisa menghadapi extra shock. Ketiga mengenai lapangan kerja yang banyak sekali terdampak. Berikutnya data. Sebenarnya kalau kita punya data yang kuat dan mempunyai kemampuan analisa maka kebijakan-kebijakan akan berdasarkan data.”

Sayang menurut Sandiaga, kita tidak banyak belajar dari wabah ini. Terutama karena kordinasi pengambil kebijakan yang lemah.

“Kebijakan sekarang lack coordination, sehingga kebijakan-kebijakan menjadi kurang tepat. Belum lagi penyakit ini baru dikenal dan dampaknya baru terasa. Harga bahan pokok mulai naik. Ketersediaan pasokan mulai tersendat dan harga mulai naik. Tanpa kordinasi, sulit untuk membayangkan masalah multidimensi ini dapat tertangani”, tutur Sandi.

Menurut Sandi, seharusnya pemerintah fokus pada kesehatan, “Kita harus dahulukan sisi kesehatan dan kemanusiaan. Jika kita patuh terhadap kebijakan, maka akan mudah untuk keluar dari pandemi. Jadi kita harus pastikan dulu kesehatan, baru kita keluar dari pertarungan COVID ini baru kita relaksasi ekonomi.”

Prof. Firmanzah sebagai menambahkan, “Ada dua pilar ekonomi yang dihantam oleh COVID-19, yaitu people mobility dan people gathering. People mobility mungkin tidak begitu mengganggu ekonomi, masih bisa mobile banking. Celakanya COVID-19 sangat mengganggu people gathering sehingga ekonomi terganggu juga.”

“Tantangan ini, dirasakan oleh semua pihak. Tahun ini ekonomi, baik di negara maju dan berkembang, mengalami pertumbuhan negatif. COVID-19 melukai semua pihak”, ujar Prof. Firmanzah.

Prof. Firmanzah mengatakan, “Ekonomi Indonesia diprediksi masih bisa tumbuh di angka 1 persen apabila penangangan pandemi ini bisa selesai di bulan Juni/Juli. Apabila selesai di luar Juni/Juli diperkirakan pertumbuhan Indonesia di bawah 1 persen. Tentu kita bisa menilai sendiri prediksi tersebut”

Prof. Firmanzah menjelaskan, satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah ekonomi adalah fokus pada penanganan kesehatan-nya terlebih dahlu. Sehingga wabah tidak semakin dalam melukai banyak sektor kehidupan ekonomi dan sosial kita.

“Kalau ingin menyelamatkan ekonomi, pandemi harus diselesaikan. Dari sejak awal seharusnya itu dipetakan”, pungkas Prof. Firmanzah.

Hendri Satrio, menutup diskusi dengan mengatakan, “Beberapa kali saya mendengarkan kata hurting, artinya banyak sekali COVID-19 yang membuat kita terluka. Namun dari sana, banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil, seperti lebih menghargai apa yang dimiliki di rumah dan hal-hal kecil lain.”

Selengkapnya hanya di laman YouTube Lembaga Survei KedaiKOPI dengan klik pranala ini

Spesial Ramadhan: Ngopi Bareng Bang Sandi, Bung Rocky, Bang Hensat Edisi Ketiga ft. Prof. Firmanzah

Narahubung: Iqbal Ramadhan (+62 856-9562-4490)

Diskusi KedaiKOPI – Prof. Firmanzah dan Sandiaga Uno: COVID-19 Seharusnya Mendidik Pemerintah untuk Fokus pada Kesehatan

Siaran Pers

Rangkuman Diskusi Virtual Ngopi Bareng Spesial Ramadhan: Kita Dididik Corona, bersama Hendri Satrio, Rocky Gerung dan Prof. Firmanzah, Ph.D. (Rektor Universitas Paramadina)

Prof. Firmanzah, Rektor Universitas Paramadina menuturkan “Kita hanya bisa menyelamatkan ekonomi kita kalau pandemi ini bisa tertangani. Kalau pandemi ini masih ada, sampai kapanpun sampai berapapun defisit yang kita gelontorkan. Jadi kalau mau menyelamatkan ekonomi, pandemi harus diselesaikan. Dalam menyelesaikan pandemi tentu ada cost-nya yang harus ditangani bersama-sama. Dari sejak awal seharusnya itu harus dipetakan.”

Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Firmanzah dalam Ngopi Bareng Spesial Ramadhan: Kita Dididik Corona, bersama Sandiaga Uno, Hendri Satrio dan Rocky Gerung. Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) Kamis, 14 Mei 2020 pukul 16.00.

Banyak kalangan yang sepakat bahwa apa yang terjadi di dunia saat ini jauh lebih parah dibandingkan dengan apa yang terjadi sepuluh tahun lalu, crisis apromore case. Terakhir IMF merilis publikasi bahwa global economy akan terkontraksi 3 persen, jadi minus 3 persen ekonomi dunia. Kalau dibandingkan dengan krisis finansial global 2009, global economy _terkontrasi minus 0,1 persen, tetapi tahun ini diperkirakan minus 3 persen. Dan kalau kita lihat total lost, mudah-mudahan bentuknya adalah sementara saja, jadi 2020 kita akan turun lalu pada 2020 ke 2021 kita akan _recovery.

Sandiaga Uno, menambahkan “Banyak sekali lapangan kerja yang sekarang terdampak. Sebetulnyaperusahaan-perusahaan ini memiliki banyak opsi, tapi opsinya akhirnya harus melakukan PHK karena mereka tidak memiliki cadangan dana tunai yang cukup. Jadi selama ini bisnis yang kita kelola yang selama ini kita minimize cas_e kita, kita _maximize non-current assets kita. Ini ternyata harus punya satu pemikiran ke depan bahwa bisnis itu dikelola bukan me-maximize margin dan keuntungan yang harus dibagi, tetapi juga sustainability.

Bagi Sandi, pemerintah dapat memulihkan ekonomi bila pemerintah secara serius memperhatikan aspek kesehatan. Termasuk untuk ke depannya, dunia kesehatan harus mendapatkan perhatian serius.

“COVID-19 ini sedang mendidik kita, paling tidak dari segi kesehatan kita banyak belajar yang luar biasa ya ilmu-ilmu tentang bagaimana kita public health itu selama ini underinfested. Bahwa kita di dunia usaha kita ga terlalu melihat sisi kesehatan masyarakat ini sebagai hal yang harus kita lakukan investasi secara besar-besaran. Sekarang kita bisa melihat fasilitas kesehatan kita kurang, juga kita lihat alat-alat kesehatan, obat-obatan masih banyak yang kita belum memiliki kemampuan”, tutur Sandi.

Hal tersebut menurut Sandi harus dimulai dengan prediksi yang akurat, serta data yang kuat. Dengan kepemilikan data yang baik, pemerintah bisa mengambil kebijakan tidak hanya untuk menangani COVID-19, tetapi juga untuk mengantisipasi bencana ke depannya.

“Sebetulnya kalau kita punya data yang kuat dan kita bisa punya kemampuan menganalisa data tersebut. Kebijakan-kebijakan yang akan diambil akhirnya semua berbasis data”, tutur Sandi.

Rocky Gerung menambahkan, penanganan yang buruk disebabkan oleh minimnya kepemimpinan.

“Publik merasa bahwa tidak ada leadership sebetulnya untuk mempercepat kita keluar dari jebakan COVID-19 ini. Jadi COVID mungkin tidak bisa berakhir karena masih dikuasai these stupid. COVID vs stupid. Dan ke-stupid-an itu yang justru kita saksikan melalui leadership yang compang-camping”, tutur Rocky.

Menurut Rocky, kita tidak bolek jatuh pada apa yang disebut sebagai frustasi sosial. Karena akan menggerus aspek psiko-sosial masyarakat.

“Frustrasi sosial menyebabkan kondisi psikis bangsa ini terganggu dan itu adalah ongkos ekonomi yang panjang. Dan pemerintah tidak memasukkan dimensi itu, seolah-olah herd imunity akan berlangsung dengan sendirinya. Tetapi dalam menunggu herd imunity itu, masalah-masalah psiko-sosial ini tumbuh terus-menerus.” Ujar Rocky.

Hendri Satrio melengkapi, “Tekanan-tekanan kepada pemerintah, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah dari publik terhadap jawaban dari pertanyaan publik, “kapan kita bisa melalui ini?” Ternyata justru membuat mereka itu berpolemik yang justru membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah itu turun terus-menerus. Tekanan-tekanan ini justru harus diperbaiki pemerintah supaya kepercayaan perlahan tumbuh.”

“Pelajaran tentang leadership, adalah hal yang penting dalam penanganan COVID-19. Hingga hari ini memang pemerintah Indonesia sudah melakukan beberapa hal yang baik, tapi beberapa hal juga yang mengejutkan”, pungkas Hendri.

Saksikan selengkapnya hanya di laman YouTube Lembaga Survei KedaiKOPI dengan klik pranala ini
Spesial Ramadhan: Ngopi Bareng Bang Sandi, Bung Rocky, Bang Hensat Edisi Ketiga ft. Prof. Firmanzah

Narahubung: Iqbal Ramadhan (+62 856-9562-4490)

Asa Lawan COVID-19: Optimalisasi PSBB Berbasis Komunitas dan Landasan Intervensi yang Saintifik

Rangkuman Diskusi Daring Ngopi Ring-1: Satu Asa Lawan COVID-19, Lembaga Survei KedaiKOPI

“PSBB belum berjalan seperti yang kita kehendaki, kita lihat jalan-jalan masih ramai, kita masih melihat di beberapa tempat macet. Pada saat yang sama kita dibenturkan bahwa warga butuh makan. Padahal PSBB dapat dijalankan dengan baik, kalau kita dorong PSBB berbasis komunitas: RT, RW, Lurah, dapat mengendalikan warganya dengan optimal,” pernyataan tersebut disampaikan oleh Dr. Daeng M. Faqih, S.H., M.H (Ketua Ikatan Dokter Indonesia) dalam diskusi daring Ngopi Ring-1: Satu Asa Lawan COVID-19 yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI.

Selain Dr. Daeng, diskusi daring tersebut diisi oleh pemaparan dan Prof. dr. Amin Soebandrio, Ph.D., SpMK(K). (Direktur Lembaga Eijkman), Dr. Ir. Agus Wibowo, M.Sc. (Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB), Ismail Fahmi, Ph.D. (Pendiri Drone Emprit), Yura Syahrul (Pemimpin Redaksi Katadata), Sudirman Said, (Sekretaris Jenderal PMI), dan Kunto Adi Wibowo, Ph.D. (Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI). Diskusi ini dipandu oleh Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio.

Pernyataan Dr. Daeng pun diamini oleh Kunto Adi Wibowo yang menyatakan, “pesan pemerintah untuk mengedepankan himbauan untuk tidak panik semestinya diubah. Himbauan untuk tidak panik dapat dialihkan ke skema ketahanan dengan melibatkan komunitas”.

Sehingga, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dapat efektif di daerah, khususnya daerah tempat menjadi tujuan pulang kampung. Ketahanan masyarakat akan membuat solidaritas meningkat. Solidaritas akan meningkatkan kemampuan warga untuk saling memberikan peringatan jaga, saling mengawasi bila ada yang perlu melakukan isolasi mandiri, hingga penggalangan makanan dan kebutuhan pokok warga.

Kunto Adi Wibowo dalam presentasi surveinya, menjelaskan bahwa PSBB dipersepsikan efektif oleh warga Jabodetabek, dengan rata-rata menjawab 8.40 dari skala 10. “Namun ketika ditanya upaya antisipasi yang mereka lakukan persentasenya terbilang rendah. Top of Mind ketika mereka ditanyakan menunjuk rajin cuci tangan sebagai aktivitas yang paling mereka lakukan, dan itu-pun hanya 32,6%.”

Sudirman Said melengkapi bahwa, “setidaknya PSBB berbasis komunitas harus dijalankan di Jawa dan Bali, pulau dengan traffic yang besar. Apabila dijalankan dengan baik dan persiapan yang matang, hal ini akan dapat berjalan dengan efektif.”

Selain bersepakat dibutuhkannya pelibatan komunitas dalam penanganan, Ismail Fahmi menuturkan, “bahwa kehadiran tokoh sangat penting dalam penanganan COVID-19. Khususnya di level desa, bagaimana kehadiran Pak RT, Pak RW”. Kepala daerah mungkin tidak dapat turun ke bawah langsung, tapi sosok-sosok yang menjadi pemimpin di bawah harus bisa mendampingi masyarakat menghadapi krisis.

Yura Syahrul, melengkapi bahwa “Bagaimana agar semua pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah, untuk bekerja sama serta berkoordinasi dalam penanganan COVID-19 agar lebih terkoordinir supaya wabah dapat cepat selesai.”

Koordinasi juga harus dilaksanakan dengan koordinasi dan kedisiplinan yang ketat, “Begitu kepala negara bagiannya rileks, masyarakatnya rileks, ya kasusnya naik tajam. Tapi begitu kepala negaranya atau gubernurnya itu stick, disiplin, masyarakatnya ikut disiplin itu cepat terjadi tadi pelandaian atau menjadi flattening. Jadi Indonesia juga sama sebetulnya” dilengkapi oleh Sudirman Said.

Selain kerja-sama dan koordinasi dalam hal kemasyarakatan, diperlukan tracing intervention dan diagnostik yang cepat dan akurat dalam hal medis sehingga kita mengetahui seberapa besar tantangan yang kita hadapi di depan.

“Salah satu faktor untuk mengendalikan virus adalah melalui contact tracing dan dikaitkan dengan kecepatan diagnostik. Saya sangat mendukung sebagai salah satu lembaga laboraturim, yang paling besar dalam jumlah pemeriksaan sampelnya. Namun tentu saja ini membutuhkan dukungan dan komitmen dari semua pihak,” harapan tersebut disampaikan oleh Prof. dr. Amin Soebandrio.

Dr. Daeng menambahkan bahwa permodelan untuk prediksi berkaitan erat dengan kecepatan memperoleh data, “data harus matang, cepat dan luas sehingga data cukup banyak kita dapatkan dan dari beberapa daerah dapat mewakili”.

Agus Wibowo dari BNPB mengatakan “Presiden meminta supaya Gugus Tugas bisa melaksanakan 10.000 test/hari. Ini laboratoriumnya sudah kita siapkan (Mesin PCR BUMN – Roche Swiss, Bio Farma dan Perta Media 18 unit). Kita juga terus berusaha mendatangkan Reagen, 19 April kemarin 50.000 datang dari Korea Selatan, 22 April datang 79,500, 26 April diproyeksikan 400.000 dari Tiongkok dan beberapa ratus ribu akan datang lagi di depan”. Sangat diharapkan pengetesan ini dapat benar-benar optimal sesuai dengan yang direncanakan.

Sudirman Said mengingatkan bahwa Indonesia harus menghadapi krisis ini dengan landasan saintifik yang kuat, “krisis ini akan menghasilkan jamaah ilmuan yang tangguh dan menyelesaikannya bersama dengan otoritas.” Tanpa fondasi sains yang kuat sulit untuk mengharapkan permasalahan ini dapat selesai.

Survei KedaiKOPI: PSBB Efektif, Tapi Kesadaran Cuci Tangan dan Tetap Di Rumah Rendah

Siaran Pers
Lembaga Survei KedaiKOPI

Jakarta, 22 April 2020

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dipersepsikan efektif oleh warga Jabodetabek terutama terkait pembatasan moda transportasi (Commuterline/KRL, TransJakarta, dll). Responden yang berasal dari Jabodetabek menjawab dengan rata-rata 8.40 untuk elemen penerapan PSBB yang telah dilaksanakan di wilayah Jabodetabek.

Hal tersebut terungkap dalam “Survei Opini Publik Jabodetabek tentang PSBB dan Mudik di Masa Darurat COVID-19” yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia). Survei diselenggarakan pada 14-19 April 2020, dengan mewawancarai 405 responden yang merespon dari 2324 data panel responden di Jabodetabek Lembaga Survei KedaiKOPI (response rate: 17.4%).

Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo mengatakan, “Publik Jabodetabek mempersepsi penerapan PSBB sebagai hal yang efektif, dengan rata-rata tertinggi: pembatasan transportasi (8.7), dan rata-rata terendah: pembatasan kegiatan keagamaan (8.0).” Namun ketika ditanya terkait upaya antisipasi COVID-19, dengan pertanyaan terbuka dan diperkenankan menjawab lebih dari satu, upaya yang telah dilakukan publik terbilang rendah. Terdapat 3 besar hal yang sudah mereka lakukan dari temuan pertanyaan tersebut, yaitu Rajin cuci tangan (32.6%), Di rumah saja (25.7%), dan Menggunakan masker (25.4%).

Kunto mengatakan, “Walaupun warga mengatakan PSBB efektif, namun ketika ditanya upaya antisipasi yang mereka lakukan persentasenya terbilang rendah. Top of Mind ketika mereka ditanyakan menunjuk rajin cuci tangan sebagai aktivitas yang paling mereka lakukan, dan itu-pun hanya 32,6%. Hal ini menunjukkan tindakan untuk pengantisipasian di level personal masih rendah”.

Angka responden Jabodetabek yang memercayai bahwa masyarakat Indonesia kebal pada COVID-19 terbilang rendah, hanya 7.4% yang setuju bahwa masyarakat Indonesia kebal COVID-19. Sedangkan 92.6% tidak setuju bahwa masyarakat kebal COVID-19, dengan rata-rata 2.28 dari skala 10.

“Persentase ketidaksetujuan akan kekebalan COVID-19 ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan Survei Persepsi Publik Indonesia tentang Virus Corona yang diselenggarakan oleh KedaiKOPI sebelumnya yaitu pada 3-4 Maret 2020. Pada saat telesurvei yang diselenggarakan pada bulan Maret tersebut, hanya 65.1% menjawab tidak setuju bahwa masyarakat Indonesia kebal COVID-19, dan ada 34.9% yang setuju bahwa masyarakat Indonesia kebal COVID-19, dengan rata-rata 4.29 dari skala 10”, ujar Kunto.

Sedangkan, terkait kepanikan Kunto mengatakan, “39.3% dari responden menjawab panic buying adalah hal yang paling mungkin terjadi, sedangkan di urutan kedua, 22.7% menjawab timbulnya rasa takut/stigma negatif terhadap penderita serta petugas medis.” Seperti diketahui pemerintah selalu mengedepankan himbauan untuk tidak panik. Terkait temuan tersebut, Kunto mengatakan, “Namun, panik sebenarnya tidak sama dengan takut, justru takut diperlukan dalam penanganan krisis. Himbauan panik dapat dialihkan ke skema ketahanan dengan melibatkan komunitas.”

35.1% dari responden menjawab masih bekerja di luar rumah, dan 64.9% telah bekerja dari rumah (Work from Home). “Himbauan pemerintah untuk melakukan pekerjaan dari rumah, telah dipatuhi hampir 65% dari responden”, tutur Kunto.

60.7% responden menjawab penghasilan dan pendapatan dirinya atau keluarga lebih buruk setelah ada himbauan Work from Home atau PSBB, 38.8% responden menjawab sama saja, sedangkan hanya 0.5% yang menjawab lebih baik dari sebelumnya.

Kunto mengatakan, “terkait Kartu Prakerja, 94.3% dari responden mengatakan tidak memiliki kartu yang menjadi salah satu program kampanye Jokowi pada Pemilu 2019 kemarin, dan hanya 4.5% yang sedang dalam proses pendaftaran.” Sisanya, 1.2% menjawab telah memiliki kartu Prakerja. Kartu Prakerja sendiri mengalami kenaikan alokasi dari yang sebelumnya hanya 10 triliun menjadi 20 triliun, untuk penanganan dampak ekonomi COVID-19 ini.

94.8% responden menjawab tidak akan mudik, walaupun penghasilan dan kondisi keuangan dirinya memburuk. Namun 29% dari para pendatang atau bukan asli daerah Jabodetabek mengatakan akan mudik pada Hari Raya Idulfitri nanti, 29.5% menjawab Ragu-ragu dan 41.5% menjawab tidak akan mudik.

93.8% responden menjawab khawatir bahwa diri mereka akan tertular Virus Corona/COVID-19. Rata-rata kekhawatiran akan tertular adalah 8.67 dari skala 10. Sedangkan 34.1% publik Jabodetabek mengetahui di sekitar (rumah, tempat kerja, dan pergaulan) terdapat orang yang berstatus Pasien Positif Virus Corona/COVID-19 dan Pasien Dalam Perawatan (PDP).

Terdapat 72.6% responden yang optimis darurat COVID-19 dapat diatasi hingga 29 Mei 2020. Rata-rata menjawab 6.81 dari skala 10 terkait optimisme penyelesaian COVID-19 dalam waktu dekat tersebut.

Lebih detail terkait survei “Survei Opini Publik Jabodetabek tentang PSBB dan Mudik di Masa Darurat COVID-19” dapat diunduh melalui tautan berikut:

“Survei Opini Publik Jabodetabek tentang PSBB dan Mudik di Masa Darurat COVID-19”

Apabila ada pertanyaan lebih jauh, anda dapat menghubungi kontak berikut di bawah

Narahubung:
Justito Adiprasetio (+628179083336)
Kunto Adi Wibowo (+6282116657021)