Tag Archive for: pemerintah

Adu Ampuh Rencana Istana Lawan Rencana Rakyat

Jakarta – Strategi skenario Jokowi yang dibongkar oleh aktivis Denny Indrayana terkait pencapresan 2024, menghebohkan publik. Langkah Presiden Jokowi yang mendukung Ganjar Pranowo sebagai kandidat calon presiden dinilai terlalu terbuka.

Bahkan ia menganalisis bahwa ada gerakan untuk menggagalkan kandidat capres Anies Baswedan melaju dalam pilpres 2024. Denny menyebutkan terdapat strategi demi menyukseskan capres tertentu dan menggagalkan peluang kandidat capres yang tidak didukung Jokowi.

Dalam diskusi OTW 2024 yang digelar Lembaga Survei KedaiKOPI pada Rabu 3 Mei 2023 ini, menghadirkan narasumber Denny Indrayana (Guru Besar Hukum Tata Negara), Melki Sedek (Ketua BEM Universitas Indonesia), Hendri Satrio (Analis Komunikasi Politik) dan Masinton Pasaribu (anggota DPR PDI Perjuangan).

Menurut Denny Indrayana, kepala negara haruslah bersikap adil, jika hal tersebut tidak dilakukan, maka berarti konstitusi dilanggar. “Saya memiliki tanggung jawab untuk mengingatkan presiden yang saya pilih,” ujarnya.

Ia meminta Presiden Jokowi untuk berhenti ikut cawe-cawe mengenai siapa kandidat dan partai mana yang akan melakukan koalisi. “Jangan disandera oleh kasus-kasus hukum sehingga mudah disetir dan diarahkan. Tolong hentikan. Biarkan partai menyerap aspirasi masyarakat.”

Anggota DPR dari PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menanggapi analisis Denny Indrayana. Baginya analisis tersebut terlalu prematur.

“Saya rasa analisis ini prematur, karena wajar apabila seorang pemimpin mempersiapkan kesinambungan kepemimpinannya untuk meneruskan pembangunan yang sedang berjalan saat ini,” ujar Masinton.

Masinton juga membantah istana melakukan penjegalan terhadap pencalonan salah satu bakal calon presiden.

“Pendaftaran ke KPU kan belum. Situasi saat ini masih dalam tahap penjajakan. Jadi penjegalan dari mana?” ujar Masinton.

Sementara itu, Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio mengapresiasi langkah Megawati yang mengumumkan pencalonan Ganjar Pranowo sebagai kandidat calon presiden dari PDI Perjuangan. Menurutnya dengan mengumumkan Ganjar, Megawati menyelamatkan Presiden Jokowi dari meng-endorse para bakal calon presiden.

Pria yang akrab disapa Hensat khawatir akan potensi bahaya yang akan menjerat Presiden Jokowi terhadap para bakal calon yang sedang berharap endorsement dari presiden.

“Saya khawatir para bakal calon presiden itu saat ini hanya mencoba merebut dukungan dan logistik dari Presiden, tapi ketika nanti misalkan sudah menjabat, pasti presiden yang baru tidak ingin lagi terikat dengan presiden sebelumnya,” tutur Hensat.

Hensat mengingatkan bahwa sepanjang sejarah, tidak ada agenda kekuasaan yang bisa menang melawan kehendak rakyat.

“Kalau melihat dari sejarah kita hanya mendengar ungkapan vox populi, vox dei. Suara rakyat adalah suara tuhan. Belum ada kita dengar suara istana adalah suara tuhan. Jadi istana harus segera hentikan skenario-skenario tersebut,” terang Hensat.

Pada kesempatan yang sama, Ketua BEM Universitas Indonesia Melki Sedek mengkritik langkah-langkah yang dipertontonkan Jokowi saat ini, terutama saat Presiden Jokowi menghadiri acara deklarasi salah satu calon presiden.

“Kehadirannya saat deklarasi mengorbankan independensi Presiden. Jokowi rela menghadirkan stigma pada publik yakni menunjukkan siapa yang harus dipilih untuk menjadi presiden selanjutnya,” tukas Melki.

Baginya, apabila Presiden Jokowi ingin kekuasaannya berakhir dengan mulus, maka Presiden Jokowi seharusnya menuntaskan seluruh programnya dengan baik dan mengawal Pemilu 2024 dengan adil.

“Idealnya, kalau Presiden Jokowi ingin “soft landing” adalah dengan bekerja dengan baik dan mengawal pemilu 2024 agar sesuai dengan konstitusi yang jujur, adil dan demokratis. Presiden seharusnya mengawal pelaksanaan Pemilu 2024 dan bukan mengawal peserta Pemilu 2024,” tutup Melki. ***

Ngopi Dari Sebrang Istana: ASN Miliki Kualitas Hadirkan Inovasi

Jakarta, 1 Oktober 2022 – Kualitas ASN dinilai lebih dari cukup untuk menciptakan pembaruan di dalam institusi pemerintahan. Pernyataan ini disampaikan oleh pengamat pendidikan Achmad Rizali pada agenda Ngopi Dari Sebrang Istana dengan tajuk “Siapa (Gak) Yakin Kualitas ASN?” di Jakarta Pusat.

Rizali mengatakan bahwa perlu adanya kepercayaan yang diberikan kepada ASN dari para pejabat tinggi untuk berkolaborasi membuat sebuah program kerja yang revolusioner. “(Kualitas ASN) sangat cukup, namun perlu dibangun trust dan kenali kompetensi dan perilaku mereka, barulah tarik mereka, jika pejabat tersebut tidak mampu melakukan, dialah yang tidak kompeten” ujar Rizali.

Mengenai “tim bayangan” yang dibuat oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Nadiem Makarim, dan dampaknya dengan dunia pendidikan Indonesia, Rizali mengaku khawatir akan keberlanjutan program yang telah dicanangkan.

“Ketika ASN tidak terlibat dan tim bayangan pergi, apakah akan sustain? Tentu tidak. Unsur pendidikan selain akses dan mutu, ada lagi yang dinamakan tata kelola. Akan perlu 2-3 periode untuk menata ulang jika cara seperti ini diteruskan” ucap Rizali.

Kehadiran tim khusus yang berisi orang-orang non-struktural seperti ini disinyalir lebih mengarah kepada faktor kepentingan dibandingkan dengan kebutuhan dan hanya semakin merumitkan proses birokrasi.

Pengamat politik Ujang Komarudin mengkritisi kebijakan publik selama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dirinya juga meyakini reformasi birokrasi hanya sebatas wacana tanpa aksi.

“Kebijakan publik saat ini tidak memihak pada rakyat. Reformasi birokrasi itu hanya slogan saja. Karena sejatinya reformasi di birokrasi, tidak pernah benar-benar terjadi”, tuturnya.

Lebih jauh Ujang berargumen apabila reformasi birokrasi benar adanya, maka tidak lagi diperlukan pihak luar yang bergabung ke dalam tim kerja institusi negara bahkan dengan posisi setara Dirjen. Terlebih dengan jumlah anggota tim yang sangat gemuk.

“Tim tersebut tidak semestinya ada dan tidak perlu ada. Karena bukan hanya keberadaannya yang menimbulkan kontroversi, tetapi juga bisa merusak struktur birokrasi yang ada” lanjut Ujang.

Ujang juga menyoroti staff khusus milenial yang dibentuk oleh Presiden Jokowi. Dirinya mempertanyakan hasil kerja staff khusus yang menjadi kebanggaan Presiden Jokowi saat memulai periode keduanya. Bagi Ujang, staff khusus milenial presiden hanya main proyek saja. Itu juga yang menjadikan dua staff khusus milenial presiden mundur dari jabatannya karena marasa malu bahwa mereka terendus memainkan proyek pemerintah.

Ketua Pemuda ICMI, Reiza Patters mempertanyakan apakah produk yang dihasilkan oleh tim khusus yang selama ini eksis di berbagai instansi pemerintahan sudah sesuai aturan atau tidak.

“Kita semua patut mempertanyakan apakah setiap produk yang ditenderkan dan dimenangkan oleh vendor sesuai aturan atau tidak. Karena bagaimana mungkin tender bisa berproses sesuai aturan main jika spesifikasi produk ditentukan juga oleh vendor yang juga ikut berkompetisi dalam tender dimaksud” ungkap Reiza.

Bahkan dirinya khawatir kasus yang saat ini tengah menyoroti Menteri Nadiem akan berujung seperti skandal E-KTP beberapa tahun silam.

“Ini mungkin bisa menjadi skandal mirip dgn kasus E-KTP, di mana semua perencanaan kegiatan, proses tender dan eksekusinya sudah dirancang sejak awal dan menguntungkan pihakl lain, sedangkan produknya juga tidak efektif digunakan di lapangan dalam menunjang kegiatan Kemendikbud-Ristek”, tukas Reiza.

Reiza dalam akhir diskusi turut menyinggung posisi staff khusus milenial Presiden Joko Widodo. Menurutnya kedudukan staff khusus milenial sangat berbeda dari TGUPP yang ada di provinsi DKI Jakarta ataupun 400 orang “tim bayangan menteri Nadiem. Reiza menilai TGUPP DKI Jakarta atau bahkan “tim bayangan” jelas memilki hasil kerja yang dapat dilihat. Berbanding terbalik dengan staff khusus milenial yang sama sekali hasil kerjanya tidak dapat disaksikan apalagi dirasakan.

Serial diskusi publik Ngopi Dari Sebrang Istana dengan tajuk “Siapa (Gak) Yakin Kualitas ASN?” dihadiri oleh pengamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin, Wakil Ketua Umum III Koord. Bidang Pendidikan dan SDM NU Circle Achmad Rizali, dan Ketua Pemuda ICMI DKI Jakarta Reiza Patters.

Survei KedaiKOPI : Kata Perempuan, Peran Pemerintah Masih Kurang Dalam Perubahan Iklim

Siaran Pers

Jakarta, 15 Maret 2021 – Perempuan Indonesia berpendapat bahwa peranan pemerintah dalam menanggulangi perubahan iklim masih kecil. Sebanyak 55,7% responden menyatakan peran pemerintah kecil, sedangkan 39,0% menyatakan sedang, dan 5,3% lainnya menyatakan peran pemerintah sudah besar. Hal tersebut terungkap di dalam Survei Opini Perempuan yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI di lima kota besar Indonesia dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional.

Direktur Lembaga Survei KedaiKOPI, Latifani Halim mengatakan “Opini perempuan yang menyatakan peran pemerintah masih kecil di dalam penanggulangan perubahan iklim merupakan peringatan untuk pemerintah agar lebih berperan proaktif dalam menangani masalah iklim ini”.

Terlebih, hanya 12,7% responden saja yang merasa UU Omnibus Law Cipta Kerja akan mengurangi dampak dari perubahan iklim. Padahal salah satu poin utama yang di bahas UU tersebut adalah penanggulangan perubahan iklim. Sedangkan, 56,0% responden lainnya merasa akan sama saja, dan 31,3% justru merasa UU tersebut akan memperburuk.

Di sisi lain, sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka percaya dengan adanya perubahan iklim. Hal tersebut dapat terlihat dari 67,5 % menyatakan percaya dan hanya 32,5% lainnya yang menyatakan tidak percaya. “Hal tersebut merupakan sebuah hal positif karena masyarakat sudah sadar bahwa perubahan iklim benar terjadi” Kata Latifani.

Responden yang percaya perubahan iklim melihat hal tersebut dari adanya perubahan pada cuaca yang berubah-ubah (60,7%), lalu percaya saja karena memang terjadi (9,3%), terjadi cuaca ekstrem (8,1%), dan terjadi bencana alam seperti banjir, longsor, gunung Meletus (6,3%).

Sedangkan bagi mereka yang tidak percaya beralasan bahwa masih sama seperti yang dahulu (35,7%), iklim Indonesia yang hanya dua saja (24,8%), cuaca susah ditebak (15,5%), dan karena merasa tidak perubahan (8,5%).

Namun, di sisi lain, sebagian besar responden justru percaya bahwa perubahan iklim disebabkan oleh fenomena alam. Sebanyak 57,0% menyatakan demikian. “Sedangkan hanya 35,0% responden saja yang menjawab bahwa perubahan iklim disebabkan oleh manusia, dan 8,0% lainnya menyatakan tidak tahu.” tutur Latifani.

Di samping itu, sebanyak 74,9% responden merasa tidak akan merasakan langsung dampak dari perubahan iklim yang terjadi di Indonesia. Untuk 25,1% lainnya, menjawab akan merasakan secara langsung karena mereka sudah melihat banjir karena curah hujan yang tinggi (27,0%), menghambat aktivitas sehari-hari (24,0%), harus beradaptasi dengan lingkungan (12,0%), lingkungan jadi tercemar (10,0%), terjadi penurunan Kesehatan (8,0%), dan cuaca yang berubah-ubah (8,0%).

Hasil survei di atas menunjukkan bahwa penanggulangan perubahan iklim merupakan kerja bersama. “Pemerintah harus lebih proaktif dalam menggencarkan kebijakan-kebijakan yang bertujuan melindungi lingkungan, dan untuk masyarakat harus lebih menyadari bahwa kerusakan dan perubahan iklim ini disebabkan oleh manusia, bukan alam.” tutur Latifani.

Oleh karena itu, peran perempuan di dalam usaha menjaga lingkungan pun semakin besar. “Perempuan Indonesia bisa menjadi garda terdepan untuk menyelamatkan iklim kita dengan menyuarakan kepedulian kepada masyarakat untuk menjaga iklim kita demi masa kini dan yang akan datang”. kata Latifani.

Survei Opini Perempuan ini diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional 2021. Survei ini diselenggarakan pada tanggal 6-8 Maret 2021 dengan menggunakan telepon (telesurvei) kepada 400 responden perempuan yang berada di daerah Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar. Responden survei berasal dari panel survei Lembaga Survei KedaiKOPI dari Maret 2018-Maret 2021 yang berjumlah 1360 orang, dengan kriteria berjenis kelamin perempuan. Dengan demikian, tingkat respons (response rate) telesurvei adalah sebesar 29,4%.

Dapatkan hasil lengkapnya di sini

 

Survei KedaiKOPI: Masyarakat Pilih Kesehatan Daripada Ekonomi

Siaran Pers
-Masyarakat Percaya Pemerintah akan Temukan Vaksin Covid-19-
Jakarta, 14 September 2020

Masyarakat lebih memprioritaskan penyelesaian masalah pandemi COVID-19 dari sisi kesehatan dibandingkan dari sisi ekonomi. 75,5% masyarakat Indonesia menyatakan kesehatan lebih penting daripada ekonomi terutama pada situasi pandemi COVID-19 ini. Hal tersebut terungkap dalam “Survei COVID-19 Nasional” yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia). Survei ini dilaksanakan secara tatap muka dengan mekanisme home visit, dan diselenggarakan pada 18 Agustus-6 September 2020, dengan mewawancarai 1200 responden yang tersebar di 34 Provinsi di Indonesia. Setiap wawancara tatap muka dalam survei ini selalu mendahulukan protokol kesehatan: menggunakan masker, menjaga jarak 1,5 meter, menggunakan sanitizer dan tanpa kontak fisik.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo mengatakan “Hasil survei yang menyatakan bahwa kesehatan lebih penting daripada ekonomi ini mempertegas hasil survei sebelumnya yang sudah dilakukan pada Juni 2020 lalu. Hasil survei tersebut menyatakan sebanyak 63,4% responden juga memilih kesehatan daripada ekonomi. Ada peningkatan persepsi terhadap pentingnya kesehatan sebanyak 12,1% dalam rentang waktu Juni hingga September ini”.

Pandemi COVID-19 ini memang memiliki dampak terhadap perekonomian masyarakat. Namun, 27,7% responden saja yang menyatakan bahwa penghasilan mereka lebih buruk dibandingkan sebelum pemberlakuan kebiasaan baru. 47,1% menyatakan bahwa tidak ada yang berubah dari penghasilan mereka, dan sebanyak 25,2% menyatakan bahwa penghasilan mereka justru lebih baik setelah pemberlakuan kebiasaan baru.

Kunto menambahkan, “Kesadaran akan pentingnya kesehatan juga berbanding lurus dengan persepsi kepercayaan yang rendah bahwa masyarakat Indonesia kebal terhadap COVID-19. Hanya 31,8% responden yang menjawab bahwa mereka percaya Masyarakat Indonesia kebal terhadap COVID-19. Jumlah tersebut memang naik dari angka sebelumnya yaitu 31,3% pada bulan Juni lalu, namun kenaikan tersebut tidak signifikan jika dibandingkan dengan hasil Survei Persepsi Publik Indonesia tentang Virus Corona yang juga diselenggarakan oleh KedaiKOPI yaitu pada 3-4 Maret 2020. Jumlah responden yang percaya Masyarakat Indonesia kebal terhadap COVID-19 pada bulan Maret lalu sebesar 42,1%.”

Saat ini, Pemerintah sedang menggalakkan pembuatan vaksin untuk COVID-19. Terkait hal tersebut, Kunto menyatakan “Usaha Pemerintah mengenai pembuatan vaksin untuk COVID-19 ini mendapatkan tanggapan yang positif dari responden. Sebanyak 65,2% menyatakan bahwa mereka percaya pemerintah akan menemukan vaksin COVID-19 ini. Kepercayaan yang tinggi tersebut juga berimbas kepada optimisme responden terhadap vaksin lokal yang dikembangkan pemerintah yaitu Vaksin Merah Putih. Sebanyak 70,1% merasa optimis terhadap vaksin lokal tersebut.”

Seperti yang kita ketahui, per September 2020 ini, vaksin tersebut masih dalam tahap pengembangan. Sebanyak 57,0% responden menyatakan ingin menggunakan vaksin tersebut jika sudah ditemukan. Terkait temuan tersebut, Kunto menambahkan, “Kepercayaan, optimisme, dan keinginan dari masyarakat yang tinggi terhadap Vaksin Merah Putih seharusnya menjadi motivasi bagi pemerintah dalam mengembangkan vaksin ini tidak hanya secara cepat, namun juga tepat dan sesuai dengan kaidah etika yang sudah berlaku.”
*

Lebih detail terkait hasil survei ini dapat diunduh melalui tautan berikut:

Survei COVID-19 Nasional

 

Apabila ada pertanyaan lebih jauh, anda dapat menghubungi kontak berikut di bawah

Narahubung:
Justito Adiprasetio (+62 817-9083-336)
Kunto Adi Wibowo (+62 821-1665-7021)

Diskusi KedaiKOPI – COVID-19 Mendidik Kita Agar Lebih Peka Terhadap Etika dan Kemanusiaan

Siaran Pers

Rangkuman Diskusi Virtual Ngopi Bareng Spesial Ramadhan: Kita Dididik Corona, bersama Hendri Satrio, Rocky Gerung dan Prof. Firmanzah, Ph.D. (Rektor Universitas Paramadina)

Rocky Gerung menuturkan “Jadi sebetulnya ekonomi dan etika itu ada dalam satu napas. Nah COVID-19 ini mengajarkan kita untuk mengembalikan etika kepada kehidupan keseharian manusia. Hal tersebut justru itu yang tidak dihargai oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah mempertahankan politik infrastruktur tanpa melihat aspek lain.”

Kritik terhadap pemerintah tersebut disampaikan oleh Rocky dalam Ngopi Bareng Spesial Ramadhan: Kita Dididik Corona, bersama Sandiaga Uno, Hendri Satrio dan Prof. Firmanzah, Ph.D., Rektor Universitas Paramadina. Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) Kamis, 14 Mei 2020 pukul 16.00.

“COVID-19 ini memberi kita pelajaran agar lebih peka terhadap etika. Keakraban justru tumbuh di dalam masyarakat, tetapi di istana justru muncul arogansi. Keputusan Mahkamah Agung terkait BPJS misalnya dibatalkan oleh lembaga eksekutif.” Ujar Rocky.

Padahal menurut Rocky, “COVID-19 semestinya bisa mendidik kita untuk mempertahankan dimensi sosial dalam masyarakat.”

Senada dengan Rocky, Sandiaga Uno mengatakan, “COVID-19 ini telah mendidik kita, paling tidak dari segi kesehatan kita harus bisa jaga. Pertama kesehatan publik banyak yang kurang, banyak fasilitas kesehatan yang kurang. Kedua mengenai ekonomi, ternyata ekonomi kita belum bisa menghadapi extra shock. Ketiga mengenai lapangan kerja yang banyak sekali terdampak. Berikutnya data. Sebenarnya kalau kita punya data yang kuat dan mempunyai kemampuan analisa maka kebijakan-kebijakan akan berdasarkan data.”

Sayang menurut Sandiaga, kita tidak banyak belajar dari wabah ini. Terutama karena kordinasi pengambil kebijakan yang lemah.

“Kebijakan sekarang lack coordination, sehingga kebijakan-kebijakan menjadi kurang tepat. Belum lagi penyakit ini baru dikenal dan dampaknya baru terasa. Harga bahan pokok mulai naik. Ketersediaan pasokan mulai tersendat dan harga mulai naik. Tanpa kordinasi, sulit untuk membayangkan masalah multidimensi ini dapat tertangani”, tutur Sandi.

Menurut Sandi, seharusnya pemerintah fokus pada kesehatan, “Kita harus dahulukan sisi kesehatan dan kemanusiaan. Jika kita patuh terhadap kebijakan, maka akan mudah untuk keluar dari pandemi. Jadi kita harus pastikan dulu kesehatan, baru kita keluar dari pertarungan COVID ini baru kita relaksasi ekonomi.”

Prof. Firmanzah sebagai menambahkan, “Ada dua pilar ekonomi yang dihantam oleh COVID-19, yaitu people mobility dan people gathering. People mobility mungkin tidak begitu mengganggu ekonomi, masih bisa mobile banking. Celakanya COVID-19 sangat mengganggu people gathering sehingga ekonomi terganggu juga.”

“Tantangan ini, dirasakan oleh semua pihak. Tahun ini ekonomi, baik di negara maju dan berkembang, mengalami pertumbuhan negatif. COVID-19 melukai semua pihak”, ujar Prof. Firmanzah.

Prof. Firmanzah mengatakan, “Ekonomi Indonesia diprediksi masih bisa tumbuh di angka 1 persen apabila penangangan pandemi ini bisa selesai di bulan Juni/Juli. Apabila selesai di luar Juni/Juli diperkirakan pertumbuhan Indonesia di bawah 1 persen. Tentu kita bisa menilai sendiri prediksi tersebut”

Prof. Firmanzah menjelaskan, satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah ekonomi adalah fokus pada penanganan kesehatan-nya terlebih dahlu. Sehingga wabah tidak semakin dalam melukai banyak sektor kehidupan ekonomi dan sosial kita.

“Kalau ingin menyelamatkan ekonomi, pandemi harus diselesaikan. Dari sejak awal seharusnya itu dipetakan”, pungkas Prof. Firmanzah.

Hendri Satrio, menutup diskusi dengan mengatakan, “Beberapa kali saya mendengarkan kata hurting, artinya banyak sekali COVID-19 yang membuat kita terluka. Namun dari sana, banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil, seperti lebih menghargai apa yang dimiliki di rumah dan hal-hal kecil lain.”

Selengkapnya hanya di laman YouTube Lembaga Survei KedaiKOPI dengan klik pranala ini

Spesial Ramadhan: Ngopi Bareng Bang Sandi, Bung Rocky, Bang Hensat Edisi Ketiga ft. Prof. Firmanzah

Narahubung: Iqbal Ramadhan (+62 856-9562-4490)

Diskusi KedaiKOPI – Prof. Firmanzah dan Sandiaga Uno: COVID-19 Seharusnya Mendidik Pemerintah untuk Fokus pada Kesehatan

Siaran Pers

Rangkuman Diskusi Virtual Ngopi Bareng Spesial Ramadhan: Kita Dididik Corona, bersama Hendri Satrio, Rocky Gerung dan Prof. Firmanzah, Ph.D. (Rektor Universitas Paramadina)

Prof. Firmanzah, Rektor Universitas Paramadina menuturkan “Kita hanya bisa menyelamatkan ekonomi kita kalau pandemi ini bisa tertangani. Kalau pandemi ini masih ada, sampai kapanpun sampai berapapun defisit yang kita gelontorkan. Jadi kalau mau menyelamatkan ekonomi, pandemi harus diselesaikan. Dalam menyelesaikan pandemi tentu ada cost-nya yang harus ditangani bersama-sama. Dari sejak awal seharusnya itu harus dipetakan.”

Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Firmanzah dalam Ngopi Bareng Spesial Ramadhan: Kita Dididik Corona, bersama Sandiaga Uno, Hendri Satrio dan Rocky Gerung. Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) Kamis, 14 Mei 2020 pukul 16.00.

Banyak kalangan yang sepakat bahwa apa yang terjadi di dunia saat ini jauh lebih parah dibandingkan dengan apa yang terjadi sepuluh tahun lalu, crisis apromore case. Terakhir IMF merilis publikasi bahwa global economy akan terkontraksi 3 persen, jadi minus 3 persen ekonomi dunia. Kalau dibandingkan dengan krisis finansial global 2009, global economy _terkontrasi minus 0,1 persen, tetapi tahun ini diperkirakan minus 3 persen. Dan kalau kita lihat total lost, mudah-mudahan bentuknya adalah sementara saja, jadi 2020 kita akan turun lalu pada 2020 ke 2021 kita akan _recovery.

Sandiaga Uno, menambahkan “Banyak sekali lapangan kerja yang sekarang terdampak. Sebetulnyaperusahaan-perusahaan ini memiliki banyak opsi, tapi opsinya akhirnya harus melakukan PHK karena mereka tidak memiliki cadangan dana tunai yang cukup. Jadi selama ini bisnis yang kita kelola yang selama ini kita minimize cas_e kita, kita _maximize non-current assets kita. Ini ternyata harus punya satu pemikiran ke depan bahwa bisnis itu dikelola bukan me-maximize margin dan keuntungan yang harus dibagi, tetapi juga sustainability.

Bagi Sandi, pemerintah dapat memulihkan ekonomi bila pemerintah secara serius memperhatikan aspek kesehatan. Termasuk untuk ke depannya, dunia kesehatan harus mendapatkan perhatian serius.

“COVID-19 ini sedang mendidik kita, paling tidak dari segi kesehatan kita banyak belajar yang luar biasa ya ilmu-ilmu tentang bagaimana kita public health itu selama ini underinfested. Bahwa kita di dunia usaha kita ga terlalu melihat sisi kesehatan masyarakat ini sebagai hal yang harus kita lakukan investasi secara besar-besaran. Sekarang kita bisa melihat fasilitas kesehatan kita kurang, juga kita lihat alat-alat kesehatan, obat-obatan masih banyak yang kita belum memiliki kemampuan”, tutur Sandi.

Hal tersebut menurut Sandi harus dimulai dengan prediksi yang akurat, serta data yang kuat. Dengan kepemilikan data yang baik, pemerintah bisa mengambil kebijakan tidak hanya untuk menangani COVID-19, tetapi juga untuk mengantisipasi bencana ke depannya.

“Sebetulnya kalau kita punya data yang kuat dan kita bisa punya kemampuan menganalisa data tersebut. Kebijakan-kebijakan yang akan diambil akhirnya semua berbasis data”, tutur Sandi.

Rocky Gerung menambahkan, penanganan yang buruk disebabkan oleh minimnya kepemimpinan.

“Publik merasa bahwa tidak ada leadership sebetulnya untuk mempercepat kita keluar dari jebakan COVID-19 ini. Jadi COVID mungkin tidak bisa berakhir karena masih dikuasai these stupid. COVID vs stupid. Dan ke-stupid-an itu yang justru kita saksikan melalui leadership yang compang-camping”, tutur Rocky.

Menurut Rocky, kita tidak bolek jatuh pada apa yang disebut sebagai frustasi sosial. Karena akan menggerus aspek psiko-sosial masyarakat.

“Frustrasi sosial menyebabkan kondisi psikis bangsa ini terganggu dan itu adalah ongkos ekonomi yang panjang. Dan pemerintah tidak memasukkan dimensi itu, seolah-olah herd imunity akan berlangsung dengan sendirinya. Tetapi dalam menunggu herd imunity itu, masalah-masalah psiko-sosial ini tumbuh terus-menerus.” Ujar Rocky.

Hendri Satrio melengkapi, “Tekanan-tekanan kepada pemerintah, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah dari publik terhadap jawaban dari pertanyaan publik, “kapan kita bisa melalui ini?” Ternyata justru membuat mereka itu berpolemik yang justru membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah itu turun terus-menerus. Tekanan-tekanan ini justru harus diperbaiki pemerintah supaya kepercayaan perlahan tumbuh.”

“Pelajaran tentang leadership, adalah hal yang penting dalam penanganan COVID-19. Hingga hari ini memang pemerintah Indonesia sudah melakukan beberapa hal yang baik, tapi beberapa hal juga yang mengejutkan”, pungkas Hendri.

Saksikan selengkapnya hanya di laman YouTube Lembaga Survei KedaiKOPI dengan klik pranala ini
Spesial Ramadhan: Ngopi Bareng Bang Sandi, Bung Rocky, Bang Hensat Edisi Ketiga ft. Prof. Firmanzah

Narahubung: Iqbal Ramadhan (+62 856-9562-4490)