Survei KedaiKOPI : Perempuan Mendukung Pengesahan RUU P-KS

Survei KedaiKOPI : Perempuan Mendukung Pengesahan RUU P-KS

Siaran Pers

Jakarta, 17 Maret 2021

Dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional, Lembaga Survei KedaiKOPI meminta opini perempuan di lima kota besar Indonesia tentang Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS). Sebanyak 87,8% responden menyatakan bahwa mereka mendukung pengesahan RUU P-KS oleh Pemerintah dan DPR-RI.

Peneliti Senior Lembaga Survei KedaiKOPI, Rizky Anggia Nursanti, mengatakan “tingginya dukungan yang diberikan oleh perempuan terhadap proses pengesahan RUU P-KS merupakan representasi dari harapan perempuan mengenai perlindungan dari kekerasan seksual yang selama ini lebih banyak menyasar kepada perempuan sebagai korban”. Hanya 4,0% responden yang menjawab tidak mendukung pengesahan RUU P-KS, dan 8,2% lainnya menyatakan tidak tahu.

Dukungan yang besar terhadap pengesahan RUU P-KS didasari oleh banyak hal, sebanyak 61,8% responden menjawab adanya jaminan atas perlindungan hukum, 32,8% responden menyatakan bahwa RUU P-KS ini mendukung adanya kesetaraan gender. Sedangkan alasan responden yang menyatakan tidak mendukung RUU P-KS di antaranya aturan hukum yang sudah ada sudah cukup sebanyak 93,8% dan agenda liberalisasi di masyarakat sebanyak 6,2%. Rizky menambahkan “besarnya alasan responden yang mendukung RUU P-KS atas dasar alasan perlindungan hukum, menunjukkan bahwa banyaknya perempuan yang masih merasa hukum yang berlaku belum melindungi mereka secara menyeluruh dari kekerasan seksual.”

Menurut Wakil Ketua Komisi VIII DPR-RI, Diah Pitaloka, dalam catatan sejarah gerakan perempuan itu memang tidak pernah mudah, dan disitulah maka harus bertahan. “Memang nggak ada yang otomatis gitu, kita di tengah perjuangan ini, dan sinilah kita mencari dukungan lebih banyak, mencari sumber literasi, kita mencari argumentasi, kita berupaya untuk mematahkan stigmatisasi. Disitulah gitu effort-nya gitu ya, jangan dipahami ini sebagai satu hal yang iya atau tidak. Pahamilah ini sebagai satu perjuangan yang membutuhkan kehadiran kita dan satu catatan saya kekerasan seksual itu bukan hal yang baik, jadi saya pikir di titik itu everybody I agree,” katanya.

Survei ini juga mengungkap mengenai pengalaman kekerasan seksual yang dialami oleh para responden. Sebanyak 91,2% menyatakan tidak pernah mengalami kekerasan seksual di tempat umum, kerja ataupun sekolah. Sedangkan 8,8% menyatakan pernah mengalami kekerasan seksual di tempat tersebut. “hanya 8,8 % responden yang menjawab mereka mengalami kekerasan seksual itu merupakan pertanda masih banyaknya perempuan yang belum memahami pengertian dari kekerasan seksual itu sendiri,” kata Rizky.

Kalis Mardiasih pun mengamini hal tersebut, Ia juga mengungkapkan bahwa tidak semua masyarakat mengerti mengenai kekerasan seksual apalagi mengenai RUU ini, bahkan dari kultur masyarakat yang belum ramah bagi perempuan itu sendiri. “Secara umum kita hidup di dalam masyarakat yang memandang tubuh perempuan itu sebagai fitnah laki-laki, memandang tubuh perempuan itu sebagai ujian laki-laki. Kita ini kan mau mereformasi, baik secara kultural maupun secara struktural gitu, tetapi ada kepala nih yang menganggap dirinya superior yang merasa berhak mempunyai power dan kuasa untuk merendahkan perempuan gitu,” tuturnya

Kemudian, responden yang pernah mengalami tindak kekerasan seksual yang melaporkan kejadian tersebut hanya 65,7%. Mereka melaporkannya ke berbagai pihak seperti orang sekitar (43,5%), aparat (26,1%) orang tua (21,7%), guru (21,7%), keluarga (8,7%), rekan kerja (4,3%), dan atasan (4,3%). Di sisi lain, sebanyak 34,3% yang mengalami tindak kekerasan seksual menyatakan bahwa mereka tidak melaporkan kejadian tersebut. Alasan mereka tidak melaporkan di antaranya merasa tidak perlu melapor (16,7%), pelaku sudah dihakimi massa (16,7%), takut (16,7%), takut dengan pandangan orang, diancam oleh pelaku, merasa percuma dan tidak memberi alasan, masing-masing 8,3%.

Rahayu Saraswati juga mengungkapkan bahwa masih banyak yang tidak mengerti bahwa apa yang mereka alami itu adalah kekerasan seksual, apalagi meliputi kekerasan seksual secara verbal maupun juga secara psikis, itu banyak yang belum mengerti antara kekerasan seksual dengan hal-hal yang dialami. Jadi memang pendidikan ini masih sangat dibutuhkan. Ia juga mengungkapkan bahwa perlu adanya perlindungan yang terbaik bagi korban, dan tidak hanya hukuman bagi pelaku tetapi rehabilitasi, sehingga ketika kembali ke masyarakat tidak akan terulang kembali.

Untuk kedepannya Iwan merasa optimis dapat memberikan literasi kepada masyarakat dan sudah merupakan tugasnya. “Jadi itu tugas yang bisa kita lakukan masing-masing untuk memberikan dukungan kepada RUU P-KS ini. Bahwa memang masih banyak masyarakat yang kurang memahami apa yang dimaksud dengan kekerasan seksual, saya pikir itu tugas kita bersama. Dengan melakukan itu di lingkungan masing-masing, maka kita juga sudah memberikan dukungan kepada Ibu Diah dan teman-teman mengesahkan RUU P-KS ini,” pungkasnya.

Survei Opini Perempuan ini diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional 2021. Survei ini diselenggarakan pada tanggal 06-08 Maret 2021 dengan menggunakan telepon (telesurvei) kepada 400 responden perempuan yang berada di daerah Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar. Responden survei berasal dari panel survei Lembaga Survei KedaiKOPI dari Maret 2018 – Maret 2021 yang berjumlah 1360 orang, dengan kriteria berjenis kelamin perempuan. Dengan demikian, tingkat respons (response rate) telesurvei adalah sebesar 29,4%.

Hasil Survei Selengkapanya hanya di sini

Tags: kedaikopiKekerasan SeksualperempuanRancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan SeksualRUU PKSsurvei

Facebook
WhatsApp
X
Telegram

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *