Ngopi dari Sebrang Istana: Kebijakan Jokowi Hanya Untuk Kesenangan Bukan Kebutuhan

Jakarta, 4 Desember 2022

Karena tidak lahir dengan rekam jejak politik yang kuat, Jokowi akan pergi ke mana dia merasa nyaman. Jokowi cenderung hanya memberikan kebijakan untuk kesenangan, bukan kebutuhan. Hal ini disampaikan Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti pada diskusi publik Ngopi Dari Sebrang Istana dengan tajuk “Menelisik Zona Nyaman Jokowi” yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI di Jl. Juanda, Jakarta Pusat.

Terlebih, acara relawan Nusantara Bersatu yang diadakan di Gelora Bung Karno akhir November lalu juga dinilainya tidak etis. Seharusnya Jokowi bukan membicarakan sosok, melainkan nilai atau etika apa yang harus dilakukan di sebuah negara demokrasi.

“Kenyamanan saat ini sedang dipelihara betul dari segala aspek,” ujar Bivitri.

Bivitri pun menyayangkan sistem presidensial yang mempersulit ruang kritis. Menyatunya peran kepala pemerintahan dan kepala negara membuat fokus utama ada di sosok, bukan partai politik.

Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa mengiyakan hal tersebut, Menurut Teguh, kita tidak dapat membedakan Jokowi berbicara sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan.

Selain itu, Teguh berpendapat hal utama bukanlah kenyamanan Jokowi sebagai pemimpin, tapi rakyat Indonesia. “Pemimpin itu memang ditakdirkan untuk tidak pernah merasa nyaman. Paling gelisah semestinya. Dia hanya nyaman ketika orang yang dia pimpin sudah nyaman,” tegas Teguh.

Hal senada juga diyakini oleh Ketua Relawan Joman Immanuel Ebenezer. Ia menyatakan ruang besar bagi penguasa hanya akan menciptakan monster untuk rakyat. Immanuel mengklaim Nusantara Bersatu sebagai momen ketika Jokowi dibentuk menjadi monster besar oleh para relawannya.

“Jangan yang kita kuatkan kekuasaannya, tapi demokrasinya, supaya penguasa bisa dikontrol,” tambah Immanuel.

Terkait kriteria pemimpin, menurut Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo, bila Jokowi ingin menjadi pemimpin negarawan seharusnya ia menjunjung tinggi kepentingan publik dan menjaga diri agar tidak partisan. “Apakah tindakan-tindakannya berorientasi pada general interest atau kelompok tertentu? Ini menjadi evaluasi kepada Pak Jokowi,” sambung Kunto.

Kunto juga mengingatkan agar waspada menjelang 2024. Tahun itulah momentum untuk mendorong pemimpin yang membuat nyaman rakyat.

Serial diskusi publik Ngopi dari Sebrang Istana dengan tajuk “Menelisik Zona Nyaman Jokowi” oleh Lembaga Survei KedaiKOPI dilaksanakan pada Minggu, 4 Desember 2022 di daerah Gambir, Jakarta Pusat. Diskusi ini menghadirkan Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, Ketua Relawan Joman Immanuel Ebenezer, dan Ketua JMSI Teguh Santosa sebagai pembicara serta Venna Kintan selaku moderator.

Ngopi dari Sebrang Istana: Partai Politik bisa Dibeli

Jakarta, 20 November 2022

Partai politik secara fakta bisa dibeli oleh kekuatan besar dari luar partai politik. Terlebih saat ini partai politik yang bisa mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden haruslah memenuhi ambang batas pencalonan presiden 20%. Hal ini disampaikan Pegiat HAM dan Pro Demokrasi, Haris Azhar pada diskusi publik Ngopi Dari Sebrang Istana dengan tajuk “Partai Politik bisa Dibeli? Gosip atau Fakta?” yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI di Jl. Juanda, Jakarta Pusat.

Bagi Haris fenomena jual-beli partai politik saat ini bukan hanya sebatas dibeli untuk mencalonkan seseorang, namun juga partai politik dapat dibeli dengan tujuan agar sampai partai politik tidak mencalonkan seseorang.

Lebih jauh Haris menjelaskan bagaimana sebuah organisasi partai politik dapat dibeli. “Partai politik dapat dibeli lewat apa? Bisa lewat pembagian jabatan, melalui wilayah, dan sektor ekonomi dan industri,” ungkap Haris.

“Kalau melalui jabatan mereka bisa memproduksi regulasi, yang mana di situ ada rombongan dagang bisnis industrinya, dan sebagian juga berkembang dan terfasilitasi di partai politik atau mesti bergabung dengan partai politik,” sambungnya.

Selain dibeli melalui hal di atas, Haris juga membeberkan bahwa saling sandera posisi juga dapat mempengaruhi apakah institusi partai politik dapat dibeli atau tidak. Ironisnya di situ lah akan muncul nego-nego politik yang terjadi di ruang gelap yang isinya tidak bisa diketahui oleh publik.

Mengamini pernyataan Haris, Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio menyatakan sangat bisa apabila terdapat orang atau kelompok yang ingin menguasai Indonesia dan membeli partai politik. “Peraturan kita jelas mengobral bahwa pasangan calon presiden dan calon wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum. Maka apabila ada orang atau kelompok yang ingin berkuasa yang paling mudah caranya adalah melalui partai politik,” ujar pria yang akrab disapa Hensat tersebut.

Namun menurut Hensat, hal itu hanya dapat dimungkinkan apabila partai politik mengubah dirinya menjadi hanya sebatas organisasi yang mengincar angka elektoral. “Yang bahaya adalah partai politik menurunkan derajatnya dari institusi yang mempunyai ideologi menjadi organisasi yang hanya mengejar suara rakyat saja, yang penting punya kursi di DPR/DPRD dan kementerian. Itu bahaya buat negara dan demokrasi di indonesia dan hal ini perlu diingatkan,” tegas Hensat.

“Bayangkan ada sebuah kelompok besar yang sangat kuat sekali dan dia bargaining dengan sebuah partai politik, ‘Saya akan biayai semua proses politik’ syaratnya? Saya mau ada orang saya yang jadi capres atau cawapres dan saya jamin menang’. Dengan kekuatannya dia bisa jamin bahwa pasangan ini menang. Ini jelas-jelas merusak demokrasi Indonesia,” sambung Hensat.

Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengungkapkan bahwa politik jual-beli terjadi karena adanya anomali di dalam sistem pemilu di Indonesia. Dirinya mengambil contoh pada pemilu yang terjadi di Brazil, dimana sistem pemilu di Brazil juga menggunakan sistem serentak. “Brazil baru selesai pemilu, di sana ada 11 pasangan calon presiden dan wakil presiden. Indonesia, dengan sistem yang sama namun karena ada ambang batas pencalonan presiden yang angkanya berasal dari pemilu masa lampau menjadikan sistem presidensial rasa parlementer,” pungkas Titi.

Bagi Titi dengan adanya ambang batas pencalonan, sekuat apapun partai politik apabila persentasenya tidak sampai maka ruang transaksi politik akan selalu terbuka. “Terlebih masih ada 11 (sebelas) bulan lagi masyarakat akan terus disajikan berita mengenai pertemuan antar elit politik, dan selama itu pula kita tidak bisa mengakses apa isi pertemuan tersebut,” tukas Titi seraya menutup diskusi.

Serial diskusi publik Ngopi Dari Sebrang Istana dengan tajuk “Partai Politik bisa Dibeli? Gosip atau Fakta?” oleh Lembaga Survei KedaiKOPI dilaksanakan pada Minggu, 20 November 2022 di daerah Gambir, Jakarta Pusat. Diskusi ini menghadirkan Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio, Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini, dan Pegiat HAM dan Pro Demokrasi Haris Azhar sebagai pembicara serta Riga Danniswara selaku moderator.

Ngopi Dari Sebrang Istana: Utak-Atik Tiket Capres

Jakarta, 23 Oktober 2022

Partai politik tidak mengesampingkan persatuan bangsa dengan senantiasa menjaga komunikasi dan konsolidasi dengan semua partai politik walaupun 2024 semakin dekat. Hal ini disampaikan oleh Herzaky Mahendra sebagai juru bicara Partai Demokrat dalam serial diskusi “Ngopi Dari Sebrang Istana” yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI (23/10) di Jl. Juanda, Jakarta Pusat.

Herzaky mengungkapkan bahwa selama ini Partai Demokrat terus menjalin komunikasi dengan partai-partai lain selain kepada Partai Nasdem dan PKS. “Komunikasi dengan parpol lain, terus kami lakukan. Membahas permasalahan bangsa dan negara, kolaborasi memberikan solusi, dan komunikasi tidak mesti membahas mengenai koalisi” ujarnya.

Hal senada juga dilakukan oleh Partai Keadilan Sejahtera. Juru bicara PKS, Muhammad Kholid, mengatakan bahwa PKS tidak pernah memutus komunikasi dengan sesama partai politik. “PKS tetap bangun komunikasi secara inklusif dan fleksibel. Tidak menutup komunikasi dengan partai lain. Namun, kerja kami punya prioritas. Poros perubahan bersama Nasdem dan Demokrat adalah prioritas bagi kami” tutur Kholid.

Partai Nasdem sebagai partai yang mencalonkan Anies Baswedan sebagai Capres 2024 kerap menemukan informasi yang salah mengenai capres mereka dan tersebar di masyarakat
“Itu adalah informasi hoax. Sekarang kalau kita lihat misalkan Anies dituduh intoleran, buktinya apa? Selama di masa Anies memerintah DKI ada 33 gereja diberi ijin, begitu pula rumah-rumah ibadah lain” ungkap Wasekjen Partai Nasdem, Hermawi Taslim.

“Saya kira upaya-upaya pengomporan dan politik kompor sudah tidak laku. Masyarakat harus menjadi smart voter dan kita punya tugas untuk memberikan edukasi politik yang sehat untuk masyarakat” sambung Taslim.

Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, Siti Zuhro, mengingatkan agar bangsa Indonesia selalu mengedepankan asas saling menghormati terutama dalam menghadapi Pemilu 2024. Hal ini dimaksudkan untuk menjadikan Pemilu 2024 menjadi pemilu yang beradab. “Bangsa yang beradab itu sudah seharusnya saling menghormati. Carilah isu-isu yang substansial untuk dibahas, jangan hanya menjadi pihak yang kerjanya mencibir dan menjelek-jelekan kelompok lain hanya karena mencalonkan seseorang menjadi capres” tutur Wiwik panggilan akrab Siti Zuhro.

Lebih jauh dirinya berharap agar kompetisi Pilpres 2024 berjalan sehat. “siapapun yang menang kita harus menghormatinya. Tidak perlu sampai ada lagi kawat berduri maupun kendaraan lapis baja sampai turun ke jalan-jalan. Kita harus mulai belajar berpolitik secara sehat”.

Capres & Koalisi

Mengenai koalisi Juru bicara PSI, Dedek Prayudi (Uki) mengatakan PSI tidak bisa menjalin koalisi dengan Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS, meskipun komunikasi antar partai terus berlanjut dengan baik. “Ya yang namanya penjajakan akan sama dengan yang lain juga.
Hanya saja memang dengan Nasdem, Demokrat dan PKS sudah pasti tidak”, kata Uki.

“PSI juga sudah melakukan penjajakan ke partai Golkar, dan PAN dengan mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa bertemu secara langsung dengan PPP. Kami juga mendukung Mas Ganjar sebagai presiden seperti hasil rembuk rakyat yang diadakan oleh PSI”, jelasnya.

Mengenai penentuan capres dan pengumuman koalisi, partai-partai politik seperti Partai Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat saat ini sedang dalam proses diskusi intensif melalui sebuah tim kecil yang terbentuk dari 3 parpol tersebut.

PKS memiliki 3 kriteria untuk pasangan capres-cawapres. Pertama, Capacity to win, artinya pasangan tersebut paling tinggi elektabilitasnya dan potensi menang paling bagus. Kedua, Capacity to govern, dimana pasangan tersebut punya rekam jejak dalam memimpin dan saling melengkapi (dwi tunggal). Terakhir, Capacity to unite, yaitu mampu mempersatukan koalisi partai pengusung dan bisa menjadi solidarity maker bagi masyarakat.

Sama halnya dengan Partai Demokrat yang menyatakan bahwa Partai Demokrat ingin calon yang mereka usung mendapat kemenangan dan bisa melakukan perubahan. “Kami ingin menang untuk bisa mewujudkan perubahan. Yang ingin kami lawan ini tidak bisa dianggap enteng. Maka semua strategi, teknik, dan taktik, termasuk sumberdaya, kami hitung secara matang”, tegas Herzaky.

Reshuffle

Isu reshuffle belakangan kembali muncul setelah Partai Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai Capres 2024. Partai Nasdem menjadi perbincangan karena disinyalir kader-kader Nasdem lah yang akan terdepak dari jabatan menteri. Menyinggung hal itu Taslim mengatakan “kita mendukung Presiden Jokowi tanpa syarat. Dukungan kita ke Presiden Jokowi adalah dukungan visi bukan kursi. Sehingga dukungan kita ke Presiden Jokowi tidak akan terganggu sedikitpun oleh isu reshuffle ini”.

“Kita tidak ada masalah dengan reshuffle, kita akan selalu dukung Presiden Jokowi apapun yang terjadi. Orang-orang Nasdem yang ada di pemerintahannya Presiden Jokowi kita wakafkan untuk bangsa. Apapun keputusan presiden kita hormati”, lanjut Taslim.

Serial diskusi publik Ngopi Dari Sebrang Istana dengan tajuk “Utak-Atik Tiket Capres” oleh Lembaga Survei KedaiKOPI dilaksanakan pada Minggu, 23 Oktober 2022 di daerah Gambir, Jakarta Pusat. Diskusi ini dibuka oleh Hendri Satrio selaku Founder Lembaga Survei KedaiKOPI dan dihadiri oleh Wasekjen Partai Nasdem Hermawi Taslim, Juru bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra, Juru bicara PKS Muhammad Kholid, Juru bicara PSI Dedek Prayudi, dan Peneliti Pusat Riset Politik BRIN Siti Zuhro sebagai pembicara serta Gina Fita selaku moderator.

Ngopi Dari Sebrang Istana: ASN Miliki Kualitas Hadirkan Inovasi

Jakarta, 1 Oktober 2022 – Kualitas ASN dinilai lebih dari cukup untuk menciptakan pembaruan di dalam institusi pemerintahan. Pernyataan ini disampaikan oleh pengamat pendidikan Achmad Rizali pada agenda Ngopi Dari Sebrang Istana dengan tajuk “Siapa (Gak) Yakin Kualitas ASN?” di Jakarta Pusat.

Rizali mengatakan bahwa perlu adanya kepercayaan yang diberikan kepada ASN dari para pejabat tinggi untuk berkolaborasi membuat sebuah program kerja yang revolusioner. “(Kualitas ASN) sangat cukup, namun perlu dibangun trust dan kenali kompetensi dan perilaku mereka, barulah tarik mereka, jika pejabat tersebut tidak mampu melakukan, dialah yang tidak kompeten” ujar Rizali.

Mengenai “tim bayangan” yang dibuat oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Nadiem Makarim, dan dampaknya dengan dunia pendidikan Indonesia, Rizali mengaku khawatir akan keberlanjutan program yang telah dicanangkan.

“Ketika ASN tidak terlibat dan tim bayangan pergi, apakah akan sustain? Tentu tidak. Unsur pendidikan selain akses dan mutu, ada lagi yang dinamakan tata kelola. Akan perlu 2-3 periode untuk menata ulang jika cara seperti ini diteruskan” ucap Rizali.

Kehadiran tim khusus yang berisi orang-orang non-struktural seperti ini disinyalir lebih mengarah kepada faktor kepentingan dibandingkan dengan kebutuhan dan hanya semakin merumitkan proses birokrasi.

Pengamat politik Ujang Komarudin mengkritisi kebijakan publik selama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dirinya juga meyakini reformasi birokrasi hanya sebatas wacana tanpa aksi.

“Kebijakan publik saat ini tidak memihak pada rakyat. Reformasi birokrasi itu hanya slogan saja. Karena sejatinya reformasi di birokrasi, tidak pernah benar-benar terjadi”, tuturnya.

Lebih jauh Ujang berargumen apabila reformasi birokrasi benar adanya, maka tidak lagi diperlukan pihak luar yang bergabung ke dalam tim kerja institusi negara bahkan dengan posisi setara Dirjen. Terlebih dengan jumlah anggota tim yang sangat gemuk.

“Tim tersebut tidak semestinya ada dan tidak perlu ada. Karena bukan hanya keberadaannya yang menimbulkan kontroversi, tetapi juga bisa merusak struktur birokrasi yang ada” lanjut Ujang.

Ujang juga menyoroti staff khusus milenial yang dibentuk oleh Presiden Jokowi. Dirinya mempertanyakan hasil kerja staff khusus yang menjadi kebanggaan Presiden Jokowi saat memulai periode keduanya. Bagi Ujang, staff khusus milenial presiden hanya main proyek saja. Itu juga yang menjadikan dua staff khusus milenial presiden mundur dari jabatannya karena marasa malu bahwa mereka terendus memainkan proyek pemerintah.

Ketua Pemuda ICMI, Reiza Patters mempertanyakan apakah produk yang dihasilkan oleh tim khusus yang selama ini eksis di berbagai instansi pemerintahan sudah sesuai aturan atau tidak.

“Kita semua patut mempertanyakan apakah setiap produk yang ditenderkan dan dimenangkan oleh vendor sesuai aturan atau tidak. Karena bagaimana mungkin tender bisa berproses sesuai aturan main jika spesifikasi produk ditentukan juga oleh vendor yang juga ikut berkompetisi dalam tender dimaksud” ungkap Reiza.

Bahkan dirinya khawatir kasus yang saat ini tengah menyoroti Menteri Nadiem akan berujung seperti skandal E-KTP beberapa tahun silam.

“Ini mungkin bisa menjadi skandal mirip dgn kasus E-KTP, di mana semua perencanaan kegiatan, proses tender dan eksekusinya sudah dirancang sejak awal dan menguntungkan pihakl lain, sedangkan produknya juga tidak efektif digunakan di lapangan dalam menunjang kegiatan Kemendikbud-Ristek”, tukas Reiza.

Reiza dalam akhir diskusi turut menyinggung posisi staff khusus milenial Presiden Joko Widodo. Menurutnya kedudukan staff khusus milenial sangat berbeda dari TGUPP yang ada di provinsi DKI Jakarta ataupun 400 orang “tim bayangan menteri Nadiem. Reiza menilai TGUPP DKI Jakarta atau bahkan “tim bayangan” jelas memilki hasil kerja yang dapat dilihat. Berbanding terbalik dengan staff khusus milenial yang sama sekali hasil kerjanya tidak dapat disaksikan apalagi dirasakan.

Serial diskusi publik Ngopi Dari Sebrang Istana dengan tajuk “Siapa (Gak) Yakin Kualitas ASN?” dihadiri oleh pengamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin, Wakil Ketua Umum III Koord. Bidang Pendidikan dan SDM NU Circle Achmad Rizali, dan Ketua Pemuda ICMI DKI Jakarta Reiza Patters.

Ngopi Dari Sebrang Istana: Presiden Dua Periode Jadi Cawapres Tidak Wajar dan Inkonstitusional

Siaran PERS

Jakarta, 17 September 2022 – Semua elemen bangsa harus satu suara bahwa perubahan harus diperjuangkan dan 2024 harus jadi momentum perubahan merupakan ajakan Sudirman Said di acara diskusi “Ngopi Dari Sebrang Istana” dengan tajuk “2024 Panggung Sandiwara atau Perubahan?” di Jl. Juanda, Jakarta Pusat (17/9). Hal senada juga dikemukakan oleh Mardani Ali Sera (anggota Komisi II DPR-RI), Fadli Ramadhanil (Perludem), dan Dewi Haroen (Pakar Gestur) di dalam diskusi yang dimoderatori oleh founder Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio.

Sudirman yang juga penulis buku “Berpihak Pada Kewajaran”, melihat wacana Presiden yang telah menjabat selama 2 periode dapat maju menjadi Cawapres merupakan hal yang tidak wajar.

Pada 12 September 2022, juru bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, menyebut tidak ada larangan bagi Presiden yang telah menjabat selama dua periode, tidak boleh mencalonkan diri sebagai Cawapres pada pemilu selanjutnya. Pernyataan ini pun menuai beragam kritik dan komentar.

Sudirman menyatakan mereka yang menyalahi kewajaran akan menuai konsekuensi. “Siapapun yang berbeda atau melawan kepatutan, akan dilawan oleh keseimbangan alam,” tegas Sudirman. Selanjutnya, Sudirman Said menjelaskan bahwa semakin tinggi posisi seseorang maka ukuran hidupnya sudah mencapai tahap patut – tidak patut, etis dan tidak etis. Artinya adalah sesuatu yang tidak wajar apabila mereka yang berada di paling atas namun sikap hidupnya masih terbatas di legalistik.

Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil menilai tidak tepat Jubir MK mengeluarkan pernyataan tersebut baik dari sisi lembaga maupun substansinya. “Kalau dilihat dari segi konteks, itu tidak tepat. Meski ada klarifikasi dari MK, yang menyatakan pernyataan ini bukan dari MK namun pernyataan Fajar sebagai individu maupun sebagai Humas MK akan sulit dibedakan maka sebagai Humas Fajar harus lebih hati-hati,” tukas Fadli.

Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil mengungkapkan bahwa UUD 1945 menutup kemungkinan bagi presiden yang telah menjabat selama 2 periode untuk maju sebagai Cawapres di pemilihan selanjutnya. Fadli mengomentari pernyataan juru bicara MK, Fajar Laksono, yang menyebut tidak ada larangan bagi Presiden yang telah menjabat selama dua periode, tidak boleh mencalonkan diri sebagai Cawapres pada pemilu selanjutnya. Menurut Fadli, Fajar tidak melihat esensi Pasal 7 UUD 1945 secara utuh. “Saya yakin dia (Fajar) hanya membaca undang-undangan tersebut secara parsial. Dia tidak baca Pasal 8 UUD 1945. Yang jadi masalah adalah apabila Presiden berhenti, atau diberhentikan, dan Wakil Presidennya telah menjabat sebagai presiden 2 periode maka pasal 8 tidak bisa dilaksanakan,” lanjut Fadli.

Dalam memandang Pemilu 2024, Anggota Komisi II DPR-RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera mengungkapkan semua elemen bangsa harus membuat perubahan dan perubahan tidak datang dengan mudah. “Perubahan terjadi dengan cara direbut. Maka segala wacana yang tidak wajar, harus dilawan. Agar yang muncul adalah perubahan natural, bahwa rakyat dapat menikmati demokrasi substansial bukan prosedural. Maka kita perlu pemimpin yang berstandar etik bukan cuma legalistik,” tutur Mardani.

Dewi Haroen menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo yang tidak secara gamblang menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden maupun isu 3 periode. “Secara verbal Jokowi bilang biarkan ini jadi wacana ini adalah hak rakyat. Artinya secara verbal dia firm membolehkan wacana itu bergulir. Begitu juga dengan vokal dan gesturnya, Jokowi masih saja melakukan kampanye di tahun-tahun terakhir dirinya menjabat. Secara teori komunikasi maka Jokowi jelas ingin,” tegas Dewi.

Diskusi Publik “Ngopi Dari Sebrang Istana” diselenggarakan secara luring oleh Lembaga Survei KedaiKOPI dan dihadiri oleh penulis buku “Berpihak Pada Kewajaran” Sudirman Said, Pakar Gestur Dewi Haroen, Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil, dan Anggota Komisi II DPR-RI Mardani Ali Sera sebagai pembicara.

Survei KedaiKOPI: Masyarakat Desa, Kaum Muda, dan Kalangan Perempuan Setuju Pemimpin Perempuan

Siaran Pers

 

Jakarta, 9 September 2022. Hasil survei Lembaga Survei KedaiKOPI menunjukkan bahwa masyarakat rural dan kalangan generasi Z lebih banyak yang setuju pemimpin perempuan. Selain itu kepemimpinan perempuan juga lebih disetujui oleh kalangan perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini diungkapkan oleh peneliti senior Lembaga Survei KedaiKOPI, Ashma Nur Afifah pada diskusi publik dengan tajuk “Siapa Ingin Presiden Perempuan?” di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

 

Ashma menjelaskan bahwa pandangan masyarakat desa lebih terbuka dengan Presiden perempuan (57,6%) dibandingkan masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan (53,6%). Selain itu, lebih banyak juga masyarakat desa yang merasa senang jika Puan Maharani maju menjadi Presiden (19,1%) dibandingkan masyarakat perkotaan (9,2%). Puan Maharani juga dianggap sebagai perwakilan dari kelompok perempuan yang juga merindukan sosok perempuan untuk menjadi pemimpin Indonesia di masa depan.

 

Analis komunikasi politik, Hendri Satrio mengajak Indonesia untuk dapat belajar dari PDI Perjuangan terkait pemimpin perempuan. “Untuk pemimpin perempuan Saya ajak Indonesia belajar dari PDI Perjuangan. Megawati dan saat ini Puan Maharani mampu berada dalam panggung sama sebagai pemimpin dan calon pemimpin Indonesia” ujar Hensat sapaan akrab Hendri Satrio.

 

Hensat menambahkan bahwa PDI Perjuangan harus berani untuk mencalonkan Puan Maharani untuk maju sebagai calon presiden. “Sebagai pemegang boarding pas Pilpres 2024, Puan harus maju sebagai calon Presiden, Iya calon RI 1 bukan cuma Wapres” ungkapnya.

 

Bagi Hendri, Puan Maharani tidak bisa disamakan dengan tokoh lain. Puan Maharani adalah satu-satunya perempuan yang memiliki tiket untuk maju pada Pilpres 2024 tanpa perlu berkoalisi dengan partai lain. “Dia (Puan Maharani) bisa bebas memilih siapapun wakilnya. Dan yang perlu diingat, Puan Maharani selalu tegak lurus dengan keputusan Parpolnya, dia tahu keputusan siapa calon presiden dari PDI-P hanya bisa diputuskan oleh ketua umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri” tegas Hendri.

 

Lebih jauh sebagai Parpol pemenang Pemilu 2019, PDI Perjuangan memiliki peluang besar untuk mencalonkan Puan Maharani tanpa perlu berkoalisi dengan Parpol lain. “Kita harus hormati posisi PDI Perjuangan sebagai pemenang Pemilu dan pemilik Boarding Pass itu. Jadi, Puan bila kelak resmi diumumkan PDI Perjuangan untuk maju sebagai kandidat harus jadi Calon Presiden, jangan cuma Wapres” tutur Hensat.

 

Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati mengomentari hasil survei tersebut. Ninis (sapaan akrab Khoirunnisa) mengatakan, dirinya mengaku senang dengan temuan yang didapat oleh KedaiKOPI. Bagi Ninis survei ini merupakan pertanda baik bahwa saat ini masyarakat Indonesia mulai membicarakan pemimpin perempuan.

 

Dirinya juga mengingatkan mengenai masalah aksesabilitas perempuan dalam perpolitikan di Indonesia. “Akses yang dimiliki perempuan dalam hal kepemimpinan nasional masih belum sebesar yang dimiliki oleh kalangan laki-laki. Padahal menurut survei ini perempuan mendapatkan posisi tersendiri bagi mereka yang berada di derah rural, dan di daerah banyak sekali sekolah-sekolah politik bagi perempuan dan aktivis dari kalangan perempuan” ungkapnya. Dirinya berharap partai politik bisa semakin memfasilitasi kaum perempuan untuk maju ke kancah eksekutif.

Pakar Hukum Tata Negara: Pemerintah Belum Siap Terhadap Potensi Dana Donasi Masyarakat

Siaran Pers

Jakarta, 9 Juli 2022

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti memandang pemerintah terlihat tidak siap terhadap besarnya potensi dana donasi masyarakat yang suatu saat dapat digunakan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Pernyataan ini diungkapkan pada diskusi daring dengan tajuk “Polemik Pengelolaan Dana Filantropi” yang diselenggarakan oleh Forum Solidaritas Kemanusiaan (9/7).

Ketidaksiapan pemerintah, menurut Bivitri, tercermin dari kinerja Kementerian Sosial yang menterinya masih saja tersandung kasus korupsi. Selanjutnya, ketiadaan data valid yang dimiliki oleh pemerintah terkait jumlah penduduk miskin yang harus dibantu. “Dengan ketiadaan data tersebut pemerintah tidak bisa mengklasifikasikan bantuan apa yang harus diberikan yang mengakibatkan metode penyaluran bantuan terkesan kuno sehingga menimbulkan celah korupsi,” tukas Bivitri.

Bivitri juga menegaskan bahwa selama ini pemerintah lamban dalam bertindak untuk membantu masyarakat yang sedang membutuhkan bantuan dikarenakan faktor rumitnya birokrasi. Hal ini berbanding terbalik dengan lembaga-lembaga filantropi yang terkesan cepat tanggap dalam menyalurkan bantuan tanpa membutuhkan proses birokrasi yang panjang. Sehingga pada era Presiden Abdurrahman Wahid Kementerian Sosial dibubarkan oleh beliau dengan alasan Kementerian tersebut tidak akan sanggup menyaingi kecepatan inisiatif masyarakat dalam membantu sesama.

Lebih jauh, Bivitri berharap kasus yang menimpa salah satu yayasan filantropi besar di Indonesia baru-baru ini dapat dijadikan sebagai momentum perbaikan terhadap regulasi yang selama ini berlaku, bukan dengan mengambil kebijakan populis seperti pembekuan dan pelarangan aktivitas lembaga yang bersangkutan. Sebagai contoh Undang-Undang No. 9 tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) sudah selayaknya dilakukan penyegaran agar akuntabilitas lembaga filantropi semakin terjaga.

Menguatkan pendapat Bivitri, Koordinator Nasional Forum Solidaritas Kemanusiaan (FSK) Sudirman Said mengungkapkan bahwa kita tidak boleh dengan mudahnya membubarkan sebuah lembaga filantropi. Pandangan tersebut menurut Sudirman dikarenakan Indonesia membutuhkan dan akan semakin membutuhkan lembaga sosial dengan jumlah yang banyak di masa yang akan datang karena indeks kedermawanan masyarakat Indonesia akan selalu terjaga.

Sudirman menekankan soal manajemen lembaga filantropi. Dirinya mengingatkan bagi para petinggi lembaga filantropi agar selalu menjaga etika dan moral agar jangan sampai lembaga filantropi terkena “jebakan maut” yaitu bertemunya idealisme dengan diskresi tanpa kontrol, terlebih yang berhubungan dengan benefit ekonomi pribadi. Dirinya turut mengajak agar lembaga filantropi secara bersama-sama menjaga kepercayaan publik dengan cara menjaga etika dan moral.

Dalam upaya menjaga kepercayaan publik, Deputi BAZNAS RI Arifin Purwakananta menjelaskan bahwa BAZNAS RI sebagai lembaga filantropi agama berada dalam pengawasan dan audit dari Kementerian Agama (Kemenag). Selain itu lembaga filantropi agama juga diaudit syariat secara detail. BAZNAS RI memiliki jargon bagi para lembaga pegiat zakat agar selalu berada dalam koridor yang benar yakni Aman Regulasi (harus sesuai regulasi yang berlaku), Aman Syar’i (harus sesuai dengan syariat agama), dan Aman NKRI (zakat yang dihimpun harus bisa memperbaiki keadaan bangsa Indonesia).

Ketua Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia Rizal Algamar menambahkan, bahwa sebagai donatur masyarakat berhak menanyakan seputar organisasi filantropi yang akan menerima dana dari donatur. “Jangan ragu bertanya pada organisasi yang akan menjadi mitra dalam kegiatan filantropi kita dan lembaga tersebut wajib untuk menjawabnya secara benar” terang Rizal. Sebagai contoh donatur dapat menanyakan visi dan misi lembaga tersebut, lalu berapa persen biaya yang akan diambil untuk menjadi biaya operasional, hak menerima laporan dan lain sebagainya.

Azyumardi Azra: Kita Memerlukan Reformasi Jilid Dua yang Damai

Peringatan dan Refleksi 24 Tahun Reformasi

Jakarta, 21 Mei 2024. Prof. Azyumardi Azra berargumen bahwa demokrasi Indonesia mengalami kemunduran dan makin cacat dengan praktik oligarki politik dan bisnis tanpa melibatkan masyarakat sipil untuk itu Indonesia membutuhkan reformasi jilid dua yang damai. Pernyataan ini di kemukakan oleh Prof. Azyumardi Azra dalam acara peringatan dan refleksi 24 tahun reformasi dengan tajuk “Reformasi dan Jalan Keluar Krisis” yang diselenggarakan oleh Institut Harkat Negeri, pada tanggal 21 Mei 2022 di Bimasena Club, Darmawangsa Jakarta.

Prof. Azyumardi Azra berpendapat, “Sekarang kita memerlukan reformasi jilid dua yang damai”. Prof. Azyumardi Azra berargumen bahwa demokrasi Indonesia mengalami kemunduran dan makin cacat dengan praktik oligarki politik dan bisnis tanpa melibatkan masyarakat sipil untuk itu Indonesia membutuhkan reformasi jilid dua yang damai. Selain alasan politik, Prof Azyumardi menyatakan bahwa reformasi sosial dan budaya mutlak diperlukan. “Pendidikan kita kacau balau dan nggak jelas, fungsi sisdiknas kacau balau”, imbuh Prof. Azyumardi.

Prof. Azyumardi Azra menyatakan bahwa setelah 24 tahun reformasi banyak kemajuan yang perlu kita apresiasi terutama infrastruktur meskipun infrastruktur sosial dan budaya masih perlu diperbaiki. Lebih lanjut Azyumardi Azra menyatakan bahwa presiden Jokowi sebenarnya bisa melakukan perubahan misal dengan memperkuat kembali KPK, “Akan dicatat sejarah bahwa ada perubahan yang dilakukan”.

Prof. Ginandjar Kartasasmita sebagai pembicara kunci menyatakan bahwa reformasi telah menghasilkan banyak kemajuan di bidang politik. “Masalahnya menurut saya adalah democratic governance. Kalau kawan-kawan demo menyoroti ya menyoroti governancenya”. Mantan menteri pada pemerintahan orde baru dan aktor yang terlibat langsung dalam reformasi 1998 menambahkan bahwa hari ini yang bersatu adalah oligarki untuk melawan kekuatan perubahan. “Yang tidak bersatu adalah kekuatan-kekuatan perubahan”, imbuh Prof. Ginandjar. Prof. Ginanjar mengajak refleksi terutama apakah mahasiswa hari ini sama seperti mahasiswa 98 atau 65 atau karena oligarki bersatu padu maka semakin sulit dihadapi.

Ketua Institut Harkat Negeri, Sudirman Said menggarisbawahi hubungan antara kredibilitas pemimpin dengan reformasi, “ Semakin kredibel pemimpin, reformasi semakin bisa dijalankan”. Lebih lanjut Sudirman Said mengajukan pertanyaan kritis tentang reformasi sebagai koreksi ketika krisis terjadi. Sudirman Said menyatakan, “Apabila kinerja pembangunan tidak sesuai dengan tujuan, maka koreksi menjadi hal yang harus dilakukan. Apakah hak koreksi sudah dipenuhi? apakah ada kesempatan untuk melakukan koreksi?”

Peringatan dan refleksi 24 tahun reformasi dengan tajuk “Reformasi dan Jalan Keluar Krisis” diselenggarakan oleh Institut Harkat Negeri. Acara tersebut menghadirkan pembicara-pembicara terkemuka yaitu Prof. Dr. Ginandjar Kartasamita, Prof. Dr. Azyumardi Azra, Sudirman Said, Dr. Helmy Faishal Zaini, Dr. Bivitri Susanti, Dr. Ninasapti Triaswati, Ferry Juliantono, Silmy Karim, Antonius Joenoes Supit, dan Hendri Satrio.

Hendri Satrio: Media Sosial Adalah Momentum Baik Bagi Kaum Muda

Jakarta, 20 Mei 2022. Hadirnya media sosial merupakan salah satu momentum terbaik bagi anak muda. Hendri Satrio sepakat bahwa media sosial menyediakan banyak hal yang manusia butuhkan. Selain itu media sosial menurut Hendri adalah media yang memiliki kemampuan untuk menentukan apa yang kaum muda suka. Media sosial menyediakan banyak hal yang manusia butuhkan. Hendri menjelaskan banyak hal yang bisa dieksplorasi dari media sosial dan dalam setiap kesempatannya terdapat momentum yang bisa dimanfaatkan oleh kaum muda untuk melesatkan karir mereka. Keterangan tersebut disampaikan Hendri di forum Dialog Psikologi Nusantara (20/05).

Mengenai hubungan momentum dengan karir seseorang, menurut Hendri hal tersebut tidak hanya berfungsi pada seorang politisi, namun bisa juga hadir bagi kalangan profesional. “Justru biasanya, sebuah momentum akan terasa setelah momentum tersebut terlewat.” Hendri mengingatkan kepada kaum milenial agar dapat merasakan dan memanfaatkan setiap kesempatan dengan sebaik-baiknya agar kesempatan tersebut dapat menjadi sebuah momentum yang baik.

Di sisi lain, media sosial bagi Hendri adalah selayaknya pedang bermata dua. “Jangan sampai menjadikan media sosial hanya sebagai media pencitraan, media sosial kalau sampai salah digunakan dapat menjadi boomerang yang menyebabkan kerugian di masa yang akan datang,” ujar Hendri. Dirinya pun memberikan perhatian khusus pada peraturan yang mengatur perlindungan data pribadi yang menurutnya tidak kunjung rampung hingga saat ini. Hendri mengatakan lebih baik apabila perlindunan data pribadi ditangani langsung oleh komisi dan bukan oleh pemerintah. Alasannya terdapat trust issue yang dinilai kurang kepada pemerintah bila data pribadi masyarakat dipegang oleh pemerintah.

Selain data pribadi, Hendri mengatakan masih terdapat kekurangan dari media sosial, Media sosial terkenal dengan adanya jarak yang tercipta antara satu orang dengan orang yang lain. Bagi Hendri media sosial gagal untuk mengenalkan orang secara keseluruhannya. Banyak bias yang terjadi apabila kita mengenal seseorang hanya melalui media sosial, sehingga ungkapan tak kenal maka tak sayang, menurut Hendri hanya akan terjadi bila seseorang tersebut saling mengenal secara langsung, dan bukan dari media sosial. Sebagai contoh dalam hal elektabilitas politisi yang sebetulnya aktif di media sosial. Hendri menjelaskan bahwa dari hasil disertasinya aktivitas media sosial bagi politisi hanya memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap elektabilitas politisi tersebut.

Bestian Nainggolan pada kesempatan yang sama membedah isi dari buku MOMENTUM karya Hendri Satrio. Hendri, di dalam kajiannya, dapat memformulasikan antara karir politik atau profesional lainnya dengan momentum. Dirinya memuji temuan Hendri yang berhasil memediasi antara fariabel-fariabel kepemimpinan, pengalaman berbisnis, maupun modal sosial dengan momentum, dan yang menariknya di antara fariabel tersebut justru momentum lah yang dinilai menjadi faktor yang determinan dalam pengembangan karir seseorang.

Selain itu Bestian mengapresiasi kerja keras Hendri yang telah menantang 26 hasil penelitian baik kuantitatif maupun kualitatif dan dikonfirmasi melalui permodelan yang Hendri bentuk sendiri. Dan yang luar biasa adalah di dalam buku ini Hendri telah menjabarkannya dengan bahasa yang menarik namun tidak melupakan kekuatan dan kualitas isinya.

Dari sisi psikologi, Yosef Dedy Pradipto menjelaskan bahwa milenial atau kaum muda mengingatkan kita semua untuk menjadi pribadi yang jujur dan jernih yang dibenamkan nilai-nilainya dari keluarga. Bagi Yosef melalui sosial media, milenial bisa memanfaatkannya untuk menyampaikan nilai-nilai tersebut kepada dunia. Harapannya agar generasi masa depan memiliki integritas dan nilai budi yang luhur untuk menjadi generasi penerus bangsa.

Dialog Psikologi Nasional diselenggarakan secara hibrid oleh Jurusan Psikologi Bina Nusantara University. Acara ini dihadiri oleh analis komunikasi politik Hendri Satrio, peneliti senior Litbang Kompas Bestian Nainggolan, dan LS Jurusan Psikologi BINUS University Yosef Dedy Pradipto.

FORMULA E JAKARTA: MOMENTUM OPTIMISME JAKARTA & INDONESIA DI MATA DUNIA

Siaran PERS

Jakarta, 14 Mei 2022.

Pelaksanaan ajang balap mobil listrik FIA Formula E Jakarta E-Prix sudah tinggal menghitung hari. Kunjungan Presiden Joko Widodo ke lokasi sirkuit Formula E di Ancol yang juga ditemani oleh Gubernur Anies Baswedan seakan menjadi sinyal elemen dukungan dari pemerintah pusat untuk pergelaran Formula E.

Berdasarkan pernyataan Ketua Penyelenggara Formula E Jakarta, Ahmad Sahroni manfaat Formula E bagi Jakarta dan Indonesia bukan hanya diukur dari profit yang akan didapat oleh Jakpro selaku BUMD DKI Jakarta yang menyelenggarakan event ini, namun penyelenggaran Formula E penting untuk tujuan branding negara. Event ini sangat penting bagi citra negara dan akan berdampak pada hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara lain. Dalam ajang ini Indonesia menyatakan sikap optimisnya bahwa negara ini sejajar posisinya dengan negara-negara lain yang juga menyelenggarakan perlombaan yang sama seperti Jerman, Korea Selatan, hingga Kanada.

Terkait progress pembangunan sirkuit, Sahroni menyatakan progress pembangunan sirkuit Formula E Jakarta sudah mencapai 100%, dan sekarang pengerjaan berfokus pada pemasangan grand stand dan pit serta sarana pendukung lainnya. “Target dari Presiden Jokowi adalah, pada tanggal 4 Juni semua sudah siap untuk memfasilitasi perlombaan formula E ini dan agar acara ini bisa terlaksana sesuai dengan harapan” ungkap beliau.

Sahroni menceritakan bahwa dalam membangun venue Formula E Jakarta dirinya membutuhkan 850 tenaga kerja yang bekerja secara 24 jam tanpa henti. Indonesia juga dinobatkan oleh FIA sebagai negara dengan pembangunan sirkuit tercepat, yakni Indonesia dapat menyelesaikan pembangunan sirkuit Formula E hanya dalam 60 hari.

Dalam kesempatan ini Sahroni juga menegaskan bahwa panitia tidak konsen kepada hal-hal politis, tetapi konsentrasi difokuskan agar bagaimana penyelenggaraan ini bisa berjalan sebagaimana mestinya. Dirinya berharap agar seluruh elemen bangsa memberikan dukungan untuk pagelaran Formula E Jakarta E-Prix ini. “Saya harap semuanya memberikan dukungan, minimal doa, agar progress penyelenggaraan ini berjalan dengan baik.”

Bagi analis komunikasi politik, Hendri Satrio, Gelaran Formula E bukan hanya tentang Anies Baswedan atau pun Jokowi tapi ini tentang Indonesia sebagai salah satu negara penyelenggara Formula E. Meskipun secara politis, perlombaan ini ramai disaratkan sebagai momen karier politik Anies Baswedan, yang mana akan ada hubungannya dengan 2024. Tekanan politis ini menurutnya sudah selesai saat presiden Jokowi mengunjungi venue Formula E Jakarta bersama gubernur Anies Baswedan.

Terdapat beberapa alasan mengapa Hendri menyatakan bahwa tekanan politik ini berakhir, yang pertama adalah kunjungan Presiden Jokowi menandakan negara hadir untuk Formul E Jakarta. “Dari sisi politis dengan adanya kunjungan Jokowi, seharusnya bisa menjawab keluhan-keluhan koleganya di DPRD DKI Jakarta yang akan tetap mengajukan interpelasi kepada Anies Baswedan” terang Hendri.

Berkaitan dengan elektabilitas Anies Baswedan, Hendri meyakini bila keberhasilan ajang Formula E Jakarta ini dapat dimanfaatkan momentumnya oleh Anies Baswedan, maka bukan hal yang mustahil elektabilitas serta popularitas Gubernur Jakarta 2017-2022 ini semakin meningkat. Dari perhelatan ini Hendri juga berharap agar balap Formula E bisa menjadi tonggak kebangkitan kompetisi otomotif di Indonesia.

Pengamat otomotif yang juga menggeluti dunia balap, Eka Budhiansyah mendukung dan menyambut positif terlaksananya Jakarta E-Prix. Baginya Formula E Jakarta merupakan titik kebangkitan bagi olahraga balap mobil open wheeler di Indonesia. Sehingga diharapkan bisa membangkitkan gairah masyarakat Indonesia akan balap mobil Formula. Eka memberikan pandangan positif bagi sirkuit Ancol, sirkuit Ancol bisa digunakan untuk balapan lain selain Formula E. Artinya sirkuit ini diharapkan bisa dibuka untuk umum seperti untuk pergelaran lomba balap Touring Car di Indonesia, dan juga manfaatnya dapat dirasakan oleh komunitas mobil untuk berani menjajal kecepatan di lingkungan yang aman.

Menurut pengamat ekonomi, Ninasapti Triaswati dirinya optimis ajang ini bisa dijadikan sebagai flagship program yang menandakan Indonesia dan Jakarta bisa menyelenggarakan sebuah event Internasional bergengsi di tengah kondisi pandemi yang masih melanda negeri ini. Formula E diharapkan menjadi pemantik dan titik balik dari sektor ekonomi dan pariwisata daerah dan nasional. Baginya, keuntungan gelaran ini bukan hanya profit secara langsung melainkan manfaat lain yang diperoleh oleh masyarakat hingga korporasi dari adanya Formula E Jakarta.

Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti mengingatkan agar Formula E Jakarta bisa membawa manfaat bagi seluruh kalangan bukan hanya dapat dinikmati kalangan tertentu saja karena event ini dilaksanakan oleh BUMD DKI Jakarta dan dengan menggunakan uang dari negara sehingga diharapkan tidak melupakan aspek kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik lainnya.

Diskusi Publik Dapur KedaiKOPI: “Apa Kabar Formula E?” diselenggarakan secara daring oleh Lembaga Survei KedaiKOPI dan dihadiri oleh Ketua Penyelenggara Formula E Ahmad Sahroni, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, Pengamat Otomotif Eka Budhiansyah, Pengamat Ekonomi Ninasapti Triaswati, dan Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio sebagai pembicara.